Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kegaduhan Pada Penerapan Sistem Zonasi

10 Juli 2017   00:43 Diperbarui: 11 Juli 2017   06:40 2329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puluhan orangtua siswa di Kabupaten Nunukan menggelar demo di Tugu Dwikora Nunukan terkait persoalan sitem zonasi dalam PPDB tahun 2017 yang membuat hampir 200 siswa yang mendaftar di SMA negeri ditolak. (KOMPAS.com/Sukoco)

Setelah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online diterapkan pada tahun ajaran baru ini (2017/2018)  untuk masuk ke jenjang SMAN/MAN/SMKN, kini sistem PPDB berdasarkan Zonasi /wilayah temapt tinggal berdasar alamat KTP dan KK diberlakukan untuk masuk ke  jenjang  SMP  Negeri (SMPN) di wilayah Provinsi Banten.  

Kita masih ingat, pada  tahap awal di berlakukannya sistem PPDB ON line untuk masuk jenjang SMAN/MAN pada bulan yang lalu, sistem ini menuai keresahan masyarakat bahkan menuai kemarahan  Gubernur Banten Wahidin Halim, karena sistem PPDB online yang dikelola oleh Disdik Provinsi  Banten mengalami masalah pada server komputer online-nya, sehingga masyarakat tidak bisa mendaptarkan putra-putrinya kesekolah tujuan secara OnLine. 

Walau pada akhirnya, hal  ini dapatdiatasi beberapa hari kemudian. Kini masyarakat yang hendak mendaftarkan putra-putrinya  ke  jenjang SMPN Pun   Banyak yang mengalami keresahan, kecewa bahkan  marah, akibat diterapkannya sistem Zonasi dalam PPDB tahun ajaran 2017/2018 ini. Sehingga, untuk mengatasi berbagai keresahan dan kekecewaan dalam masyarakat, beberapa pemerintah kabupaten/kota yang   berada dalam lingkup Pempov Banten pun mengambil langkah-langkah taktis dan strategis untuk memberikan solusi bagi masyarakatnya. Walau dianggap terlambat dan bersifat non antisifatif, setidaknya hal ini bisa mendapat image dari masyarakat bahwa pemerintah daerah mereka care dengan persoalan mereka.

Kita ketahui bersama, PPDB  tingkat SMP yang menggunakan sistem Zonasi sudah diatur dalam  Permendikbud  No. 17 tahun 2017, yang mengatur antara lain: tiap sekolah SMP Negeri  menerima siswa baru berdasarkan Zonasi atau wilayah terdekat dengan sekolah, yang dibuktikan dengan KTP dan KK calon peserta didik. Kebijakan ini didasarkan pada pemikiran bahwa sistem zonasi ini untuk menghindari  istilah 'sekolah favorit' dan 'sekolah tidak favorit' dan mewujudkan semua sekolah menjadi 'sekolah favoit'.  

Seperti yang di katakan Mendikbud Muhajir Effendi "kita akan menggunakan sistem zonasi atau sekolah pakai zona. Maka tidak boleh ada siswa di dalam zona itu yang tidak diterima, apalagi pakai test apapun alasannya. Hal ini untuk mengatasi  pelajar yang berburu masuk ke sekolah --sekolah pavorit  yang jauh dari tempat dia berdomisili atau keluar dari daerahnya. Semua sekolah sekarang harus jadi favorit. Dengan cara zonasi itu dapat mengatasi timbulnya sekolah --sekolah favorit".

Kita memahami, mungkin ide pa menteri itu baik. Hanya karena ini menyangkut banyak aspek, sektor yang terkait dengan idenya itu, mestinya pemerintah, melalui Kemendikbud sudah melakukan kajian mendalam, memprediksi, dan dapat mengantisipasi atas kebijakan yang akan di gulirkannya. Dengan demikian pada saat kebijakan itu di implementasikan tidak  membuat pihak Dinas Pendidikan sendiri 'kelimpungan', Pemda 'kerepotan', pihak sekolah 'kebingungan' , orang tua ' ke cewa', calon siswa tak termotivasi.

PENERAPAN SISTEM ZONASI

Dalam implementasinya, sistem zonasi mendapat respon yang beragam dalam masyarakat, khususnya para steak holder yang terkait di sektor pendidikan sendiri (sekolah, orang tua siswa dan  siswa). Bagi sekolah negeri yang menyelenggarakan PPDB Sesuai ketentuan Permendikbud No.17 tahun 2017, mungkin tak sulit untuk melaksanakannya, hanya ada beberapa resiko yang mungkin saja bisa terjadi.  

Pertama, jika sistem zonasi ini diterapkan, maka beberapa sekolah yang tadinya mendapat image 'sekolah pavorit' akan hilang pamornya. Karena sekarang untuk masuk sekolah itu semua calon siswa yang zonasinya terdekat dengan sekolah itu dapat masuk/diterima di sekolah itu. Maaf...mau pinter ke...mau bodoh ke...semua bisa masuk... tanpa ada seleksi/test. 

Hal ini tentu akan berdampak pada psyco-sosio-cultural pada sekolah itu. Resiko yang kedua, sekolah akan rentan mendapat  protes, kekecewaan dan kemarahan masyarakat akibat tidak ter akomodirnya putra-putri mereka di sekolah yang zonasinya dekat mereka karena alasan daya tampung sudah penuh, padahal masih banyak calon siswa yang termasuk zonasinya tidak terakomodir. Sementara untuk memilih sekolah negri di tempat lain  sangat jauh karena di luar zonasinya. Bagi  orang tua siswa, sistem zonasi pun mendapat tanggapan yang beragam. 

Tentu, bagi orang tua yang putra putrinya dapat masuk di sekolah yang mereka inginkan karena alasan zonasi, hal ini sangat diuntungkan. Namun demikian, banyak pula dari orang tua siswa yang mengeluh, kecewa, karena menurut mereka, "Percuma anak saya, saya leskan di lembaga-lembaga bimbingan belajar yang biayanya mahal-mahal itu  agar mereka dapat berprestasi, kalo ternyata masuk sekolah ini yang di prioritaskan karena zonasinya...bukan nilai atau prestasinya...". Keluhan serupa juga diungkapkan orang tua siswa yang putra putrinya tidak masuk sekolah pavorit karena sistem zonasi ini.  

"Lah..kalo begini..ngapain saya lesin anak-anak saya di lembaga-lembaga bimbel yang mahal-mahal  itu...padahal anak saya nilainya bagus-bagus..tapi tidak bisa diterima sekolah itu..terus..anak saya harus di sekolahkan di sekolah negeri mana..di daerah sini  SMP Nya baru satu...berarti saya harus menyekolahkan anak saya ke  sekolah swasta dong..sekolah swasta yang bagus kan mahal..!". keluh mereka.  Sementara itu,  bagi calon peserta didik baru, sistem zonasi berpotensi membuat mereka kurang termotivasi untuk lebih berprestasi. Alasannya tentu, karena mereka akan menganggap untuk masuk ke  sekolah negeri  yang ada di zonasinya tidak perlu ada kriteria 'nilai ' tertentu, semua bisa diterima tanpa ada pembedaan nilai atau prestasi. 

Selain itu, keresahan, kekecewaan, dan harapan yang tinggi untuk sekolah di sekolah negeri yang masyarakat inginkan, dapat berpotensi memicu terjadinya 'pemaksaan' oleh beberapa pihak yang bisa saja mengatasnamakan masyarakat agar calon siswa yang sebenarnya tidak terdaftar menjadi terdaftar. Tentu hal ini dilakukan bisa dengan berbagai cara.   

DAMPAK SISTEM ZONASI BAGI SEKOLAH SWASTA

Sistem zonasi juga berdampak pada sekolah swasta, baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung sistem PPDB berdasarkan zonasi dapat berdampak pada jumlah penerimaan PPDB sekolah tersebut, dan secara tak langsung dapat berdampak pada meningkatnya 'bibit-bibit' berkualitas yang diterima oleh sekolah swasta tersebut. 

Bagi sekolah swasta yang punya reputasi bagus karena 'kualitas ' sistem pembelajarannya yang didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap, mungkin menjadi pilihan bagi orang tua siswa yang 'mampu' untuk memasukkan ke sekolah itu, karena tidak tertampung di sekolah negeri karena terdegradasi sistem zonasi. Sekolah swasta yang  'biasa saja' juga bisa jadi pilihan peserta didik baru yang punya prestasi atau nilai baik  yang tak tertampung di SMP Negeri  dengan alasan dekat dengan rumah atau zonasinya. Tentu saja, banyaknya sekolah swasta akan membuat persaingan diantara mereka semakin ketat dalam menjaring  calon PPDB yang tak tertampung di sekolah Negeri.

koleksi pribadi
koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun