AGAMA DAN PANCASILA
Oleh: Hendra Wijaya
Masyarakat Indonesia memilih kata Agama, bukan religion (bahasa inggris) atau religio (Latin) ataupun Al-din (Bahasa Arab) untuk menyematkan kata itu dengan identitas keyakinan mereka kepada Tuhannya. Contohnya Agama Islam, Agama Kristen, Agama Hindu, dll, bukan religion Islam atau religi kristen atau al-adin hindu – Budha. Secara etimologi kata Agama itu sendiri berasal dari bahasa sansekerta. Kita memahami bahwa Bahasa Sansekerta sangat di pengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha- India. Indonesia sendiri mempunyai sejarah yang panjang pengaruh Hindu- Budha dalam diri masyarakatnya. Bahkan sebelum masuknya pengaruh Islam dan Kristen ke Indonesia, pengaruh Hindu-Budha sudah lama mempengaruhi kebudayaan masyarakat Indonesia. Antara lain dalam hal Bahasa. Hingga saat inipun kosakata yang berasal dari bahasa sansekerta masih banyak mendominasi dalam kosa kata orang Indonesia.
Nama diri orang Indonesiapun, saat ini masih banyak yang menggunakan bahasa Sansekerta. Contohnya, namaku sendiri: Hendra Wijaya. Begitupun Kata ‘Agama’ adalah salah satu kata ‘warisan’ dari pengaruh Hindu-Budha –India yang masih kita gunakan. Kata Agama terdiri dari kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” berarti kacau. Dengan demikian, agama adalah sejenis peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan manusia menuju keteraturan dan ketertiban.
Di Bali ada istilah agama-igama-ugama. Bagi orang Bali agama dimaknai sebagai peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja. Sedangkan igama adalah tata cara yang mengatur hubungan manusia dengan dewa-dewa. Sementara ugama dipahami sebagai tata cara yang mengatur hubungan antar manusia. Sementara itu,Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.
Dari sisi historis, agama yang pertama kali masuk dan mempengaruhi masyarakat Indonesia adalah agama Hindu, disusul Budha, kurang lebih abad 3 M – 7 M. Kedatangan para Brahmana, Ksatria, dan para Pedagang dari India ke Indonesia mengubah sistem kebudayaan yang berkembang saat itu. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme, terganti dengan Hindu-Budha. Sistem Kerajaan berlaku, Bahasa Sansekerta dan Tulisan Pallawa menjadi bahasa resmi kerajaan. Candi sebagai simbol pusat ritual Hindu-Budha bertebaran di hampir seluruh wilayah Indonesia saat itu, yang masyarakatnya memang mayoritas beragama Hindu-Budha. Tak bisa dipungkiri, walau masyarakat Indonesia kini sudah bukan mayoritas agama Hindu-Budha, pengaruh Hindu Budha hingga kini masih melekat dalam banyak masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia sejak dulu dikenal sebagai masyarakat yang terbuka. Dengan posisi geografis Indonesia yang strategis di peta dunia, memungkinkan banyak orang dari luar Indonesia singgah, berniaga, menetap di wilayah Indonesia. Terciptalah keberagaman masyarakat Indonesia, baik dari Ras, suku, agama, dan budaya. Ras Mongoloid, Melayu, Kaukasoid, Negroid, Animisme, Dinamisme, Hindu-Budha, Islam, Kristen, Kong Hu Chu, berbaur dalam kebhinekaan-membentuk culture baru khas Indonesia, melalui akulturasi budaya maupun asimilasi budaya.
Dalam hal beragama, masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang agamis, religius. Yang beragama Hindu-Budha diberi keleluasaan untuk melaksanakan peribadatan, begitu juga agama yang lain. Bahkan dalam satu kawasan, kadang sengaja di bangun Wihara, Candi, Mesjid, Gereja, sebagai simbol keberagmanan dan kerukunan antar umat beragama.
PANCASILA
Pancasila secara etimologi juga berasal dari bahasa Sansekerta. Kata Pancasila terdiri dari dua kata yaitu Panca yang berarti Lima dan Sila yang berarti Prinsip atau asas. Istilah Pancasila ini muncul setelah Ir. Soekarno pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”) tanggal 1 Juni 1945. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan “Lahirnya Pancasila” oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI tersebut. Dalam pidato spontannya yang selanjutnya dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Ir. Sukarno saat itu merumuskan dasar negara Indonesia adalah: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme,atau peri-kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, KeTuhanan yang Maha Esa. Rumusan itu adalah sintesis dari banyak usulan dan masukan yang mengemuka dalam sidang tersebut.
Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. Sebelum disahkan, terdapat bagian yang diubah” Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan Pancasila kemudian disepakati menjadi : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat, Kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.