Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ruang Guru

25 Januari 2017   23:27 Diperbarui: 25 Januari 2017   23:50 2617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh : Hendra Wijaya

Di setiap sekolah, ada ruang khusus untuk para guru. Di ruangan itu guru berkumpul, berdiskusi, bercanda, bersenda-gurau, ngerumpi dengan guru lainnya, terkadang ruangan itu juga digunakan sebagai tempat rapat. Tiap guru memiliki karakter yang unik. Ada guru yang suka bercerita tentang dirinya, cerita tentang keluarganya, tentang kekayaanya, tentang kehebatannya. Ada guru yang suka menyampaikan gagasan-gagasannya,  membicarakan masalah sekolah, memberikan solusi masalah. Ada guru yang sukanya senyum-senyum saja jika mendengarkan guru lain sedang ngerumpi. Ada pula guru yang sukanya mengkritik  guru lain, sementara kalau dia di kritik malah nangis. Keunikan-keunikan itulah yang menghangatkan ruang guru. O ya, ruang guru juga tak jarang di gunakan sebagai ruang “sidang” bagi siswa  bermasalah.

Jika bukan hari libur, tiap hari senin sampai juma’at, biasanya ruang guru tak pernah sepi. Dari pagi sampai sore. Ruang guru sepi  jika hampir semua guru sedang mengajar di kelas. Pada waktu istirahat,  semua guru berkumpul kembali di ruang guru. Di waktu istirahat para guru memanfaatkannya dengan makan, minum,bersenda-gurau, ngerumpi, dengar musik, tapi ada juga yang asyk dengan handphonenya, menelpon, sms atau bersosmed ria.

Tidak semua sekolah memiliki ruang guru yang berukuran besar seperti sekolah dimana Pa Umar mengajar.  Ruangan besar bercat  kuning gading berukuran 15m  x 20m, ber ac 2,5 pk 3 unit, meja meja guru berlapis kaca, kulkas, ruang dapur dengan seabrek perabot pelengkap ruangan, membuat kesan seperti ruang rapat di hotel bintang empat.

Pagi itu, setelah  apel pagi yang dilanjutkan sholat dhuha dengan seluruh siswa, Pak Umar masuk ruang guru. Dengan semangat, ia menghampiri setiap  guru yang sudah terlebih dahulu hadir di ruangan itu, bersalaman sambil ber see hello. “eh..Pak Agus..sehat pa...Sabtu kemarin katanya pulang kampung ke Kuningan ya? mana oleh-olehnya nih..?!”  kata Pak Umar sambil bersalaman erat dengan Pak Agus. “Ha..ha..iya pa..ada sauadara hajatan...tuh..di meja depan..ada tape khas Kuningan pa...!”.  “wa..mantap dah..!”.  Pak Umar kemudian bergabung dengan guru-guru lain yang sudah antri mencicipi tape khas Kuningan oleh-oleh Pa Agus.

Bel sekolah menjerit-jerit.  Teeet....Teeet.....tanda semua guru yang punya tugas mengajar harus segera masuk kelas-mengajar. Beberapa guru, bersiap-membereskan bahan dan perangkat mengajar untuk dibawa ke kelas. Beberapa guru  masih asyk mencicipi  tape khas Kuningan oleh-oleh Pa Agus. Beberapa guru ada yang masih sarapan pagi, menyantap nasi uduk Ma Ijah yang terkenal manyus. Beberapa guru ada yang tetap asyk ngobrol tentang mobil barunya. Bu Sylpi, sang kurikulum menepuk-nepukan tangannya beberapa kali  sambil berkata “bapa ibu...yang punya jam...silahkan masuk ke kelas  ya...!”. Satu persatu guru keluar dari ruang guru,menuju kelas. Sejenak ruang guru sepi.

Bel sekolah kembali meraung. Teet...teeet..teet...tanda waktu istirahat pertama. Siswa mengalir deras keluar dari dalam kelas seperti air bah, menuju kantin, ada yang membuka bekal dari rumah, ada pula yang langsung ke lapangan-bermian bola. Sementara para guru bergegas kembali  ke ruang guru. Ruang guru kembali riuh rendah.

“Pa Bambang ? katanya mo nikahin anaknya ya?” tanya Bu Ratna, setengah berteriak dari tempat duduknya ke Pa Bambang yang sedang  asyk  menikmati tape Kuningan yang tersisa . “ iya bu..mohon doanya ya..insyaAlloh...!”  jawab Pa Bambang setengah kaget, wajahnya terlihat  sedikit tersipu. “nikahinnya kapan pa...., tempatnya di rumah apa di gedung ne..,  kaya saya aja Pa Bambang...kalau di rumah repot..di gedung aja...saya kemarin nikahin anak  saya abis seratus limapuluh juta pa...!” cerocos Bu Ratna, seperti Meriam Belanda membom musuh. Pa Bambang hanya senyum kecil saja, dia paham karakter Bu Ratna. “he..he..nanti kalau sudah dekat waktunya saya kabarin ya bu...!”. jawab pa Bambang lembut.  “waktu saya hajat kemaren  undangannya saya bagi tiga Pa Bambang.

 Ada undangan buat tamu VVIP, Undangan VIP dan undangan Ekonomi. Undangan kelas ekonomi itu, yang “isi amplopnya” diperkirakan  warna biru, atau hijau pa.. he..he..!” lanjut bu Ratna semakin bersemangat. Semua mata dan telinga para guru sejenak tertuju pada pembicaraan Bu Ratna dan Pa Bambang. Pa Bambang nampak malas menanggapi Bu Ratna, sementara bu Ratna semakin menggebu-gebu ingin bercerita tentang dirinya. Guru-guru yang lain ada yang hanya senyum-senyum , ada yang pura-pura tidur, bahkan ada guru yang ”mengungsi” ke  meja guru lain yang cukup jauh dari tempat duduknya yang berdekatan dengan Bu Ratna.

 Dengan alasan “berisik!” katanya.  Setelah tiga puluh menit menikmati waktu  istirahat pertama, Bel kembali memanggil para guru untuk masuk ke kelas. Teet...teet..teet. satu persatu dengan langkah berat dan gontai para guru menuju kelas untuk menunaikan tugas kembali. Ruang guru kembali sepi.

Tepat pukul 12.00 WIB, waktu Ishoma (Istirahat, Sholat, makan) tiba. Bel meraung-raung kembali. Kedua kalinya tiap kelas memuntahkan siswa keluar dari kelas. Beberapa siswa dengan menenteng sajadah, mukena, bersegera ke masjid sekolah untuk bersiap menunaikan sholat Zuhur berjamaah. Siswa yang lain kekantin, siswa yang lain meneruskan bermain bola yang  terhenti saat istirahat pertama. Para guru berkumpul kembali di ruang guru.

“Pa Agus hari ini jadwal Pa Agus jadi imam sholat zuhur ya..?”. “e..iya ya..saya imam kloter pertama ya..”. jawab Pa Agus sambil tersenyum pada bu Munah yang menanyainya.

 “saya dengar Pertamina  akan di jual ke asing oleh pemerintah. Katanya untuk menutupi utang-utangnya. Negara ini sepertinya mau bangkrut. Pemerintah sepertinya diam-diam menjualnya ke asing. Padahal katanya DPR tidak setuju.  Pemerintah memang keterlaluan, tuh..siapa yang dulu milih dia..?”  terdengar suara tenor dari bu Zumirat, suara yang cukup keras,  lantang,  dan agak  mengandung emosi dan kecewa. Guru-guru yang sedangmenikamati makan siangnya sejenak menoleh bu zumirat. “benar tuh infonya bu..? jangan-jangan itu info Hoax .hati-hati loh..sekarang banyak tersebar info hoax,  kita yang jadi korbannya. Jadi saling benci, saling fitnah, saling ga  percaya...ih...cap cay deh..!”. celetuk Bu Umai, sambil mengunyah makan siangnya.

“eh...kemarin saat  sidang  Ahok, massa pendukung Ahok dan massa FPI bentrok ya...ih..lagian ngapain tuh massa pada kesitu..bikin gaduh aja..untung polisinya sigap !”. terdengar suara Pa Jarot .

 “Kayanya FPI mo dibubarkan deh..abis bikin gaduh terus...!” terdengar suara Pa Japin. “wah...ga segampang itu membubarkan ormas pa...massa FPI sudah tersebar di seluruh Indonesia...bisa ngamuk mereka...he..he..!”. jawab Pa Sulaiman sambil mengunyah pisang goreng yang dijual bu Hebring.

“Bapa ibu, di dalam tas anak ini tadi saya temukan rokok elektrik ini !” teriak bu Hasna, guru bimbingan konseling sambil menunjuk Fikri, siswa kelas tujuh yang tertunduk malu. “ Asataghfirulloh..!” terdengar suara koor dari beberapa guru.”nanti setelah ishoma kita adakan razia aja..!” usul Pa Rano.

“Pa Kasim, selamat ya...kabarnya tim Voly  sekolah kita juara  dua ?”  tanya Pa Imam  sambil  menepuk pundak Pa Kasim yang sedang menikmati makan siangnya sambil  mendengarkan lagu  “Begadang”, Bang Rhoma Irama.

“Bapa ibu..jangan lupa perangkat mengajar, silabus, RPP, segera di kumpulkan...sekolah kita mau akreditasi ..!” teriak bu zuhro, sang kurikulum, mengingatkan para guru.

“astaghfirulloh hal adzim...ini dapur ko koyo kapal pecah ae...sampah berserakan dimana-mana...!”  terdengar jeritan bu Lasmi, penanggung jawab kebersihan dapur, dari ruang  dapur.

Bel sekolah kembali berteriak. Teeet..teeet...teeet...tanda Ishoma usai. Ruang guru kembali sepi. Lapangan bola kembali sepi. Mesjid sekolah kembali sepi. Guru dan siswa kembali asyk di dalam kelas.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun