Mohon tunggu...
Rabeka Yoranita
Rabeka Yoranita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Atma Jaya

Semoga bermanfaat ya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lupus Kian Menjadi Perhatian Banyak Orang

23 Maret 2021   21:03 Diperbarui: 25 Maret 2021   07:56 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara soal kesehatan tentunya memiliki pengertian yang sangat luas di dalamnya. Segala hal seputar kesehatan menjadi hal yang cukup penting untuk diperbincangkan. Mementingkan kesehatan menjadi salah satu poin utama yang harus diperhatikan oleh setiap individu. Namun, cara pandang masyarakat mengenai beberapa penyakit tentunya sangat beragam. Meski beragam, namun cara pandang itu bisa berubah seiring dengan berkembangnya zaman.

Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas salah satu penyakit yaitu Lupus. Lupus merupakan penyakit  inflamasi  kronis  sistemik  yang  disebabkan  oleh  sistem  kekebalan tubuh  yang  keliru  sehingga  mulai  menyerang  jaringan  dan  organ  tubuh  sendiri.  Inflamasi akibat  lupus  dapat  menyerang  berbagai  bagian  tubuh,  misalnya  kulit,  sendi,  sel  darah,  paru-paru, jantung (Kemkes, 2017). Pandangan masyarakat soal penyakit Lupus dan odapus ternyata sangat beragam.

 

Seperti yang sudah saya sebutkan di atas mengenai apa itu lupus, dapat kita ketahui bahwa lupus merupakan penyakit autoimun. Lupus sendiri termasuk Penyakit Tidak Menular (PTM). Meski tidak menular, penyakit ini merupakan penyakit yang dikenal cukup mematikan, hampir sama seperti kanker. Tetapi tak jarang masih ada beberapa masyarakat yang menganggap bahwa penyakit Lupus adalah penyakit yang menular.

Terdapat sebuah penelitian mengenai pemahaman masyarakat soal penyakit Lupus. Dikutip dari CNN (2018), adapun survei yang dilakukan kepada sekitar 35 ribu orang dewasa di 16 negara. Survei menyatakan bahwa hanya 57 persen responden yang menyatakan 'sangat nyaman' dan 'nyaman' saat memeluk penderita lupus. Sementara sebanyak 49 persen merasa 'sangat nyaman' dan 'nyaman' berbagi makanan dengan penderita lupus. Padahal nyatanya penyakit Lupus ini tidak menular, sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk dekat dengan mereka. Sangat penting untuk memberikan edukasi soal Lupus agar tidak menganggap bahwa Lupus itu menular dan tidak menjauhi mereka yang mengidap penyakit Lupus. Justru kita sebagai masyarakat dapat menjadi support system untuk memberikan mereka dorongan agar tetap semangat menjalani hidup. Meski belum ada obatnya, setidaknya semangat yang kita berikan dapat menjadi pendorong kesembuhan mereka.

Bisa dikatakan penderita Lupus masih kurang diperhatikan pada saat itu. Seperti yang dikatakan oleh Tiara Savitri seorang penderita Lupus sejak tahun 1987 dalam sebuah artikel bahwa saat itu informasi tentang lupus masih sangat minim. Bahkan dokter yang menanganinya hanya memberi penjelasan yang irit pada pasien. Ia mengatakan bahwa dahulu dokter hanya menjelaskan dengan sangat singkat. Akan tetapi, sekarang dokter sudah lebih membumi (Rossa, 2018). Hal ini tentunya menunjukkan bahwa saat itu pengetahuan tentang penyakit Lupus masih sangat kurang diperhatikan karena informasi-informasi mengenai Lupus masih sangat sedikit bahkan dokter pun memberikan penjelasan sangat minim.

Seiring berkembangnya zaman, banyak perubahan sosial yang terasa mengenai cara pandang masyarakat soal Lupus.  Saat ini pengetahuan masyarakat soal Lupus sudah mulai membaik karena adanya berbagai alasan. Hal ini terlihat dari banyaknya kesempatan yang diberikan bagi Odapus untuk menjadi motivator dan memberikan pengetahuan soal Lupus. Contohnya saja Ramneya seorang gadis penderita Lupus, dirinya seringkali diminta untuk memberikan banyak pengetahuan tentang Lupus ke masyarakat. Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Adhi (2020) bahwa semenjak Ramneya bergabung dengan Yayasan Tittari Solo (Komunitas Lupus) dirinya sering diajak untuk menghadiri peremuan dengan para penyintas lupus yang lain. Bahkan dirinya berharap bahwa apa yang dia alami dapat menginspirasi banyak orang. Saat ini masyarakat lebih menyadari bahwa pengetahuan mengenai Lupus adalah sesuatu hal yang penting. Salah satunya adalah agar mereka tidak minim informasi tentang lupus, sehingga tidak lagi ada lagi orang yang menganggap bahwa Lupus itu menular.

Selain menjadi seorang motivator, kini banyak komunitas-komunitas lupus yang muncul sebagai wadah bagi Odapus. Terbentuknya komunitas ini menjadi sebuah kemajuan yang baik. Orang-orang atau volunteer yang tergabung dalam komunitas tak jarang adalah orang yang bukan Odapus. Terlihat bahwa saat ini lupus menjadi perhatian banyak orang. Masyarakat mulai memahami dan menyadari bahwa lupus menjadi sebuah hal yang penting untuk diperhatikan dan didalami. Contohnya saja Komunitas Lupus Sahabat Cempluk, pada komunitas ini banyak sekali orang yang memberikan donasi baik berupa uang maupun barang. Komunitas ini menjadi wadah bagi para Odapus yang merasakan kendala selama menjalani pengobatan, dan tak jarang mereka yang bukan Odapus turut serta menolong dan memberikan semangat lewat banyak cara.

Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan diatas, hal itu menunjukkan sebuah perubahan sosial. Perubahan sosial sendiri menurut Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi adalah sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut (Rosana, 2011). Dalam membahas perubahan sosial, terdapat beberapa teori di dalamnya, salah satunya adalah teori konflik. Teori konflik adalah sebuah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula (Ahmadin, 2017). Melihat apa yang terjadi kepada Tiara Savitri bahwa dahulu dokter hanya memberikan informasi yang sangat minim, informasi mengenai lupus sangat sedikit, banyak orang menganggap lupus menular sehingga dijauhi, serta para Odapus yang kurang mendapat perhatian. Semua hal itu merupakan sebuah konflik yang kemudian pada saat ini menghasilkan pemikiran yang berbeda dari yang sebelumnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas, kini odapus banyak yang diberi kesempatan untuk menjadi motivator agar pengetahuan tentang lupus kepada masyarakat lebih meluas, dokter yang kini lebih membumi, serta banyaknya komunitas lupus yang dibangun. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa perubahan yang terjadi termasuk kepada perubahan yang membawa dampak baik bagi kehidupan kita. Sebagai masyarakat modern sudah seharusnya kita lebih memiliki pemikiran yang terbuka dan meningkatkan pengetahuan atau literasi mengenai lupus.

Daftar Pustaka

Ahmadin, 2017.3(1).KONFLIK SOSIAL ANTAR DESA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DI BIMA. 3(1). Diakses pada 23 Maret 2021 

Adhi, I. P. (28 Februari 2020). Kisah Ramneya, Gadis 12 Tahun yang Tak Gentar Lawan Keterbatasan akibat Lupus. Kompas.com.

Kemkes. (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Pusdatin.kemkes.go.id.

 Rossa, V. (12 Mei 2018). Ini Wadah Bagi Penyandang Lupus di Indonesia. Suara.com.

 Rosana, E. (2011). Modernisasi dan Perubahan Sosial. 7(2). 31-47. Diakses pada 23 Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun