"Nikah kok Minggu Malem, nggak tahu besok Senin kali ya? Mana di luar kota," ketus Ihsan kepadaku.
Aku tertawa kecil saja. Kami masih di jalan, perjalangan pulang dari Semarang menuju Solo. Kami baru saja menghadiri pesta pernikahan sahabat kami. Meski Semarang-Solo cuma dua jam via Tol, tapi tetap saja kami harus pulang malam ini juga. Lagi pula Ihsan benar, kalau acaranya Sabtu Malam sih, setidaknya kami masih bisa santai sehari di Semarang.
Kami kembali ke Solo. Kami bertiga, aku membawa mobil, Ihsan duduk di sebelahku, dan Patoni yang tak berapa lama masuk mobil langsung tidur. Aneh. Tumben sekali dia seperti itu, padahal dia yang paling kuat begadang di antara kami.
Baru saja memasuki gerbang tol, terdengar suara dengkuran Patoni. Ihsan tertawa kecil, kemudian berinisiatif memutar lagu agar tak terlalu sepi. Kami tak saling banyak mengobrol juga. Malam itu cerah, dan tak terlalu banyak kendaraan.
Aku menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Memasuki hampir setengah perjalanan, mobilku seperti melindas sesuatu. Kupastikan di spion, tak ada masalah. Kemudian kok rasanya mobil agak berat dari sebelumnya. Ihsan sepertinya tidak menyadari apa-apa. Sayup-sayup aku mendengar suara tangisan.
"Eh, San. Kecilin lagunya, denger suara nangis" kataku sambil memastikan apa yang dengar itu tidak salah.
 "Ah becanda. Siapa yang nangis? Udah nggak usah aneh-aneh," kata Ihsan malah mengecangkan volume.
Aku mulai panik. Apa yang aku dengar itu semakin jelas. Kulirik spion luar dan tengah.
"Udah ke rest area dulu aja. Ngga jauh di depan harusnya ada," kata Ihsan.
Ya, betul. Aku baru sadar juga kalau sudah cukup ngebut dan tidak fokus. Aku banting lajur kiri, dan belok sesaat lagi. Hampir tidak ada mobil yang berdekatan sepajang jalan. Aneh. Lantas baru akan masuk rest area, suasana sepi itu berubah mencekam. Cahaya remang dari arah rest area membuat aku ragu-ragu. Kulirik spion luar kiri, sekelebat ada sesosok bayangan putih melesat. Refleks kubanting setir ke kanan. Ihsan terkaget. Mobil hampir menabrak pembatas jalan rest area.
Beberapa detik kemudian, aku tancap gas memasuki rest area yang lumayan sepi. Aku parkir di dekat mini market. Ihsan menyuruhku keluar untuk merokok dan menenangkan diri. Ihsan keluar duluan. Sebelum aku keluar, kulirik spion tengah, memastikan Patoni yang anehnya tidak bersuara sama sekali sejak tadi.Â