“Ooo, Piala itu hadiah yang diberikan untuk anak-anak yang pintar, anak yang jadi juara, atau anak yang jujur, anak yang tidak bohong. Andi mau diberikan piala itu?” saya mencoba menawarkan sambil berjalan kea rah benda itu untuk mengambilnya.
Andi mengangguk sambil tersenyum.
“Baiklah. Piala ini boleh jadi milik Andi tetapi Andi tidak boleh bohong. Andi ambil uang itu, kan?”
Masih sambil tersenyum, Andi mengangguk pelan. Melihat isyarat pengakuan itu, saya seperti mendapat durian runtuh. Saya senang tidak terkira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H