[caption caption="Sumber : Video Kompas.com"][/caption]Sedari dulu menjelajahi Indonesia merupakan cita-citaku. Keindahan negeri tempatku dilahirkan ini bukan hanya menjadi kebanggan warganya, tetapi juga sudah diakui oleh warga dunia. Gugusan pulau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan alam yang tak tertandingi. Belakangan terjadi kabut asap di dua pulau besar di Indonesia, Sumatera dan Kalimantan. Namun, kabut asap yang sedang marak di Pulau Kalimantan tak menyurutkan niatku berkunjung ke sebuah pulau surga di sana.
Memasuki kabin pesawat, senyuman pramugari cantik menyambut kami. Jakarta - Berau merupakan tujuan kami hari itu. Setelah kurang lebih 4,5 jam kami mengudara sampailah kami di Bandara Kalimarau. Sebuah bandara yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan Bandara Soekarno Hatta. Dari bandara kami menumpang mobil yang membawa kami ke hotel untuk sejenak beristirahat.
Kriiiiinggg
"Halo, selamat pagi."
"Pagi Pak, saya sudah di lobby hotel," sahut seorang lelaki di ujung telepon sana. Ya kami memang sudah membuat janji dengan seorang yang akan mengantarkan kami dari Tanjung Redeb menuju Pelabuhan Tanjung Batu. Pak Usman, begitu panggilan akrab kepada pria yang perawakannya kurus dengan kulit hitam namun hobi senyum itu. Beliau bukan orang asli Berau, melainkan orang asli Bone yang kurang lebih 15 tahun menetap di Berau. Sepanjang perjalanan, Pak Usman bercerita mengenai banyak hal, tidak ketinggalan topik kebakaran hutan yang membuat dirinya merasa tidak nyaman. Tidak terasa dua jam perjalanan kami lalui dan sampailah kami di Pelabuhan Tanjung Batu. Di sana sudah siap sebuah kapal yang tidak terlalu besar yang akan mengantarkan kami ke salah satu surga yang ada di Indonesia.
"Halo Pak, saya Accak."
Awalnya agak aneh mendengar nama Pak Accak, namun begitulah beliau memperkenalkan dirinya. Pak Accak tidak terlalu sering bicara saat mengemudikan boat miliknya tersebut. Setelah kurang lebih dua jam kami diombang-ambing oleh ombak, sampailah kami di sebuah surga yang indah. Maratua, begitulah orang orang menyebut surga ini. hamparan pasir putih yang indah dan biru laut menyapa kami dari kejauhan.
Dari tempat bersandarnya boat kami berjalan sekitar 1 km menuju tempat peminjaman sepeda motor, 7 KM jarak yang harus kami tempuh menggunakan sepeda motor menuju sebuah sekolah yang berumur kurang lebih 52 tahun. SDN 1 Maratua merupakan SD pertama yang ada di pulau terluar dari gugusan pulau yang ada di Kepulauan Derawan Kalimantan. Di Pulau Maratua ada 4 SD, yaitu SDN 001, SDN 002, SDN 003, dan SDN 004. Pak Rino, seorang guru honorer yang mengajarkan olahraga menemani kami melihat keadaan sekolah tersebut. Beliau merupakan guru yang sebelumnya juga siswa dari SDN 001. Pak Rino mengatakan bahwa sepengtahuan beliau, ada satu bangunan yang umurnya sudah 52 tahun yang sampai saat ini belum mengalami peremajaan bangunan. Terlihat jelas memang bangunan sekolah tersebut sudah dimakan usia. "Kalau di musim hujan, anak-anak tidak belajar di gedung ini karena atapnya bocor."
[caption caption="SDN 001 Maratua / Roderick Adrian Mosez"]
[caption caption="SDN 001 Maratua / Dokpri"]
[caption caption="Sumber : Roderick Adrian Mosez"]
Agak miris saya mendengar pernyataan Pak Rino. Membayangkan para murid yang sedang menuntut ilmu dihalangi oleh fasilitas sekolah yang kurang memadai. Jumlah murid di SDN 001 Maratua sebanyak 95 anak, terdiri atas 13 siswa kelas 1, 13 siswa kelas 2, 13 siswa kelas 3, 18 siswa kelas 4, 15 siswa kelas 5, dan 23 siswa kelas 6. Dan di gedung ini siswa menuntut ilmu untuk mengejar cita-cita mereka.
Di sela perbincangan, Pak Rino sempat menuturkan bahwa masalah lahanlah yang menghalangi peremajaan bangunan sekolah. Selain itu, fasilitas sekolah masih sangat kurang untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar, seperti buku pelajaran, alat olahraga, dan perpustakaan yang kurang memadai untuk menampung buku yang dimiliki oleh sekolah. Sekolah ini mengandalkan dana BOS untuk membangun sekolah, dan sangat jarang ada bantuan yang datang ke sekolah ini.
[caption caption="Kami sedang berbincang dengan Pak Rino / Roderick Adrian Mosez"]
Beliau berharap sebagai seorang guru yang pernah menuntut ilmu di sekolah tersebut, siswa yang sekarang harus mendapatkan ilmu yang lebih dari yang ia dapatkan saat bersekolah di situ, dan beliau pun tidak terlalu mempermasalahkan statusnya sebagai seorang honorer, yang terpenting adalah, "Saya ingin membangun desa ini, supaya semua anak-anak yang dicetak dari sekolah ini bisa lebih berhasil dari saya."
[caption caption="Kiri ke kanan ( Radja-Arief-Roderick) "]
Salam,
Balikpapan, 10 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H