Tidak dapat dipungkiri, perbedaan antara anak sekolah dulu dan sekarang sungguh mencolok. Sekalipun waktu terus berjalan dan teknologi semakin maju, ada beberapa nilai yang tampaknya memudar seiring perkembangan zaman. Anak sekolah zaman dulu atau era 90-an, misalnya, dikenal dengan sikap hormat, patuh, dan penuh tanggung jawab kepada guru. Sementara itu, realitas anak sekolah zaman sekarang seringkali menjadi perbincangan yang tidak habis-habisnya di kalangan pendidik dan orang tua.
Anak Sekolah Zaman Dulu
Siapa yang tidak ingat dengan gambaran anak sekolah tahun 90-an? Mereka dididik dengan penuh kesadaran akan nilai sopan santun dan hormat kepada guru. Jika mereka melihat gurunya sedang menyapu halaman sekolah, dengan sigap mereka akan bergegas mengambil sapu tersebut. "Biar saya saja, Bu, yang menyapu," adalah kalimat yang mungkin sering kita dengar saat itu. Ini bukan sekadar basa-basi, melainkan refleksi dari rasa hormat dan kepedulian terhadap sosok guru yang dianggap sebagai orang tua kedua di sekolah.
Sikap hormat tidak berhenti di situ. Setiap kali bertemu guru, mereka akan menyapa terlebih dahulu, lengkap dengan senyum dan cium tangan sebagai tanda takzim. Rasa takut akan mengecewakan guru juga menjadi motivasi tersendiri. Anak sekolah dulu cenderung merasa malu jika terlambat masuk kelas, apalagi sampai dihukum di hadapan teman-temannya. Hukuman bukan dianggap sebagai bentuk kekerasan, melainkan pelajaran berharga yang memberikan efek jera agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Tidak hanya soal kedisiplinan waktu, anak sekolah dulu memiliki dedikasi tinggi terhadap pendidikan. Ujian semester, misalnya, adalah momen yang sangat diperjuangkan. Meski dalam kondisi kurang sehat, banyak di antara mereka yang tetap berangkat ke sekolah dengan penuh semangat. Nilai ujian yang jelek adalah mimpi buruk tersendiri. Malu rasanya jika mendapat nilai rendah dan mengecewakan orang tua maupun guru. Karena itulah, mereka gigih belajar dan berusaha sebaik mungkin agar bisa meraih prestasi.
Anak Sekolah Zaman Sekarang
Berbeda dengan era 90-an, anak sekolah zaman sekarang menghadapi tantangan yang lebih kompleks, salah satunya adalah perubahan nilai-nilai dalam interaksi sosial. Guru yang dahulu begitu dihormati, kini seringkali diperlakukan dengan sikap acuh tak acuh. Tidak jarang ditemukan siswa yang cuek, tidak menyapa guru, apalagi menunjukkan rasa hormat seperti mencium tangan.
Sikap disiplin pun mulai memudar. Jika dahulu anak-anak merasa malu ketika terlambat masuk kelas, sekarang keterlambatan seolah dianggap biasa saja. Bahkan, banyak siswa yang tidak peduli jika nilai ujian mereka rendah. Alih-alih berinisiatif menemui guru untuk memperbaiki nilai atau mengejar ujian yang tertinggal, sebagian anak justru lebih memilih abai. Ironisnya, gurulah yang harus pusing mencari cara untuk menghubungi siswa tersebut agar mau menyelesaikan tugas atau ujian yang belum tuntas.
Teknologi yang semakin canggih seharusnya menjadi sarana untuk memudahkan proses belajar, namun kenyataannya justru sering menjadi distraksi. Fokus belajar tergeser oleh gawai, media sosial, dan hiburan digital yang lebih menarik perhatian. Akibatnya, motivasi belajar semakin rendah, dan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan pun terabaikan.
Menemukan Jalan Tengah dengan Menghidupkan Kembali Nilai-Nilai Positif