Apakah pendidikan yang kita jalani sekarang sudah mengarahkan kita ke pemahaman yang lebih dalam atau malah menjauhkan kita dari esensi pengetahuan yang sebenarnya? Sebagai pembaca, renungan ini bisa membawa kita lebih jauh dalam mengeksplorasi hubungan antara ilmu, kebebasan berpikir, dan pandangan hidup yang lebih luas.
Jika kita mencoba memadukan pandangan Bertrand Russell dan Islam mengenai pendidikan, maka yang muncul adalah sebuah keseimbangan yang unik. Di satu sisi, Russell mengajak kita untuk berpikir kritis dan tidak terjebak pada dogma yang membelenggu pikiran. Di sisi lain, Islam menegaskan bahwa pengetahuan bukan hanya soal kebebasan berpikir, tetapi juga soal hikmah dan adab---bahwa ilmu harus mengarah pada kebaikan, bukan sekadar kebebasan yang tidak terkendali.
Bagaimana kita bisa menggabungkan keduanya? Kuncinya ada pada sinergi antara kebebasan intelektual dan kesadaran moral. Pendidikan yang ideal bukan hanya membebaskan manusia dari ketidaktahuan, tetapi juga membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan dengan penuh tanggung jawab. Di satu sisi, kita perlu membiarkan pikiran kita terbang bebas, menjelajah dan mengeksplorasi ide-ide baru, seperti yang Russell anjurkan. Namun, di sisi lain, Islam mengingatkan bahwa kebebasan berpikir harus tetap dibimbing oleh nilai-nilai kebenaran dan etika.
Bayangkan sebuah pohon. Akar-akar yang kokoh mencerminkan nilai-nilai moral dan spiritual yang tidak boleh diabaikan, sementara ranting dan daunnya adalah pikiran yang tumbuh bebas, berinovasi, dan menemukan kebenaran baru. Pohon ini tidak bisa bertahan hidup jika hanya memiliki akar yang kuat tanpa pertumbuhan di cabang-cabangnya, begitu pula pohon itu akan tumbang jika tidak memiliki akar yang menancap kuat ke tanah. Dengan demikian, Russell dan Islam bisa berpadu: Russell memberi kita ruang untuk berpikir kritis, sementara Islam memberi fondasi yang kokoh untuk menyeimbangkan kebebasan tersebut.
Bagi kita, para pembelajar dan pencari ilmu, tugasnya adalah menemukan jalan tengah ini. Kita perlu membuka diri untuk berpikir kritis, mempertanyakan, dan mempelajari segala sesuatu dengan hati-hati. Namun, kita juga perlu menjaga agar pengetahuan kita tetap terarah pada tujuan yang lebih tinggi, yaitu memahami makna hidup dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Sebagai pembaca, pertanyaan yang tersisa adalah: sudahkah kita menemukan keseimbangan ini dalam pendidikan kita? Apakah sistem yang kita jalani saat ini mendorong kita untuk berpikir bebas namun bertanggung jawab, atau justru sebaliknya, membatasi kemampuan kita untuk menemukan kebenaran sejati? Dalam renungan ini, kita dipanggil untuk merefleksikan kembali perjalanan pendidikan kita---bukan hanya untuk menjadi "pintar," tetapi juga untuk menjadi bijaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H