Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - ASN Guru MAN 1 Kota Parepare

S1 Universitas Al-Azhar Mesir. S2 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) LPDP Kemenag RI. (Dalam Negeri) Anggota MUI Kec. Biringkanaya. Sulawesi Selatan. Penulis buku "Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan Melalui Cahaya Shalat" dan "Warisan Kasih: Kisah, Kenangan, dan Hikmah Hadis". Prosiding : the 1st International Conference on Religion, Scripture & Scholars Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta, berjudul "The Spirit of Ecology in the Hadith: Protecting Nature in Love of Religion" yang terbit pada Orbit Publishing Jakarta. Hal. 237-249. Tahun 2024. Peneliti Jurnal Ilmiah sinta 6 berjudul "Zindiq Al-Walīd bin Yazīd An Analysis of Orthodoxy and Heterodoxy in the perspective of Civil Society in the Umayyad Dynasty" yang terbit pada Journal Analytica Islamica Program Pscasarjana UIN Sumatera Utara Medan.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mendidik Anak: antara Malas dan Tanggung Jawab

15 September 2024   13:30 Diperbarui: 15 September 2024   13:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://bimba-aiueo.com/ini-dampak-jika-orang-tua-sibuk-main-hp/

"Malas" mendengarkan isi hati anak namun selalu ingin menceramahi anak. Sikap ini tidak hanya menciptakan jarak emosional antara orang tua dan anak, tetapi juga dapat menghambat perkembangan komunikasi yang sehat dalam keluarga. Ketika orang tua lebih memilih untuk menyampaikan nasihat dan ceramah daripada mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak, anak akan merasa diabaikan dan tidak dihargai. Rasa frustrasi ini dapat menyebabkan anak merasa bahwa perasaan dan pandangannya tidak penting, sehingga mereka enggan untuk berbagi lebih lanjut.

Dampak jangka panjang dari sikap ini bisa sangat merugikan. Anak yang tidak merasa didengar cenderung menutup diri dan menjadi kurang terbuka dalam berbagi pikiran dan perasaan. Ketika anak tidak memiliki tempat untuk mengekspresikan diri, mereka berisiko mengalami kesepian dan tekanan emosional yang lebih besar. Ini bisa mengarah pada masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, yang sering kali muncul dari ketidakmampuan untuk berbagi beban emosional dengan orang tua.

Lebih jauh, ketidakmampuan orang tua untuk mendengarkan dengan empati dapat merusak kepercayaan diri anak. Ketika anak merasa tidak didengar, mereka mungkin mulai meragukan kemampuan dan nilai diri mereka. Hal ini dapat mengakibatkan mereka mencari validasi dari sumber lain, termasuk teman sebaya, yang mungkin tidak selalu memberikan pengaruh positif. Ketika hubungan dengan teman-teman menjadi lebih penting daripada hubungan dengan orang tua, anak dapat terjerumus ke dalam pengaruh negatif dan perilaku yang merugikan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memahami bahwa mendengarkan anak adalah bagian integral dari pendidikan dan pengasuhan. Dengan memberi mereka kesempatan untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan, orang tua tidak hanya memperkuat ikatan emosional tetapi juga membantu anak belajar bagaimana mengelola emosi dan berkomunikasi dengan efektif. Menjadi pendengar yang baik memungkinkan orang tua untuk membimbing anak dengan lebih bijak, menciptakan ruang yang aman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, serta membangun hubungan yang saling menghormati dan mendukung dalam jangka panjang.

"Malas" memberi pengaruh pada anak dengan mengobrol setiap hari tapi berharap anak tidak terpengaruh buruknya lingkungan pergaulan. Sifat ini berpotensi mengurangi efektivitas komunikasi yang seharusnya menjadi jembatan untuk membangun pemahaman dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Ketika orang tua hanya sekadar berbincang tanpa benar-benar melibatkan diri dalam percakapan yang mendalam, anak mungkin merasa tidak ada perhatian yang cukup terhadap masalah dan tantangan yang mereka hadapi. Dalam suasana seperti ini, anak dapat merasa terasing dan lebih memilih untuk mencari dukungan dari teman-teman yang mungkin tidak selalu memberikan pengaruh positif.

Dampak jangka panjang dari situasi ini dapat sangat signifikan. Anak-anak yang tidak merasa cukup terhubung dengan orang tua mereka akan lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan pergaulan. Tanpa bimbingan yang konsisten dan perhatian yang tulus, mereka cenderung mencari identitas dan pengakuan di luar rumah, yang sering kali berisiko membawa mereka ke dalam situasi berbahaya. Teman sebaya yang memberikan pengaruh buruk bisa dengan mudah menarik perhatian anak yang merasa kesepian atau kurang dukungan di rumah.

Lebih jauh lagi, pengaruh buruk ini tidak hanya mengancam kesehatan mental dan emosional anak, tetapi juga bisa berdampak pada prestasi akademis dan perkembangan sosial mereka. Anak yang lebih terpapar pada lingkungan yang negatif mungkin akan mengalami penurunan motivasi belajar dan bahkan mengabaikan nilai-nilai yang diajarkan oleh orang tua. Keterikatan dengan teman yang salah dapat mengarah pada perilaku menyimpang yang berujung pada konflik dengan hukum atau masalah kesehatan lainnya.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk tidak hanya mengobrol dengan anak, tetapi juga menciptakan lingkungan komunikasi yang penuh dengan empati dan dukungan. Dengan mendengarkan dengan seksama dan terlibat dalam diskusi yang bermakna, orang tua dapat membantu anak memahami nilai-nilai yang penting dan memberikan perspektif yang bisa melindungi mereka dari pengaruh buruk. Ketika orang tua secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan anak, mereka tidak hanya membangun ikatan yang kuat, tetapi juga mempersiapkan anak untuk menghadapi tantangan di luar rumah dengan lebih percaya diri dan bijaksana.

"Malas" memberikan teladan ketaatan kepada Allah dan Rasul tetapi berharap anak menjadi shaleh/shalehah. Sikap ini tidak hanya menciptakan paradoks yang menggelikan, tetapi juga memiliki dampak yang mendalam dan berjangka panjang pada perkembangan spiritual anak. Ketika orang tua tidak mencontohkan nilai-nilai ketaatan dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak akan kesulitan memahami makna sejati dari ajaran agama. Mereka mungkin tumbuh dengan keyakinan bahwa ketaatan hanyalah sekadar ritual yang harus diikuti, tanpa memahami pentingnya integritas dan kesungguhan dalam menjalani ajaran tersebut.

Dampak jangka panjang dari kurangnya teladan ini bisa mengakibatkan anak kehilangan motivasi untuk mengejar kebaikan. Anak-anak yang tidak melihat orang tua mereka menjalani prinsip-prinsip Islam dengan konsisten dapat menganggap bahwa nilai-nilai tersebut tidak penting. Akibatnya, mereka mungkin akan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang tidak sejalan dengan ajaran agama, yang berpotensi membuat mereka menjauh dari praktik keagamaan dan norma-norma moral yang diharapkan.

Lebih jauh lagi, ketika anak tidak melihat contoh konkret dari orang tua, mereka dapat mengembangkan rasa skeptisisme terhadap ajaran agama. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya bisa diatasi melalui dialog dan penjelasan justru akan terpendam, dan anak mungkin merasa bahwa agama tidak memiliki relevansi dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat menyebabkan krisis identitas di mana anak merasa terasing dari nilai-nilai keluarga dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun