Dalam kehidupan sehari-hari, niat menjadi dasar dari setiap tindakan kita. Namun, seberapa sering kita merenungi makna di balik niat tersebut? Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi Hadis pertama dari Arbain Nawawiyah yang menekankan pentingnya niat dalam Islam. Mari kita telaah bersama bagaimana pesan mendalam dari hadis ini bisa kita terapkan dalam kehidupan kita, serta memahami mengapa niat menjadi fondasi utama bagi setiap amal yang kita lakukan.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, beliau berkata: "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Namun, barang siapa berhijrah untuk memperoleh dunia yang ingin diraihnya atau untuk menikahi seorang wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia tuju.'" Hadis ini diriwayatkan oleh dua Imam Hadis, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughira bin Bardizbah al-Bukhari dan Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qushayri al-Nisaburi dalam kitab-kitab mereka yang terkenal, yaitu Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, yang merupakan kitab-kitab paling sahih yang ada.
Hadis ini adalah hadis sahih yang disepakati kebenarannya dan memiliki posisi serta keutamaan yang sangat tinggi, dengan banyak manfaat. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Abdullah al-Bukhari di beberapa bagian dalam bukunya, dan juga diriwayatkan oleh Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj di akhir kitabnya tentang jihad. Hadis ini merupakan salah satu hadis yang menjadi dasar penting dalam Islam.
Imam Ahmad dan Imam Syafi'i, rahimahullah, mengatakan bahwa hadis tentang "amal tergantung pada niat" mencakup sepertiga dari ilmu. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh al-Bayhaqi dan lainnya. Alasan pernyataan ini adalah karena perbuatan seorang hamba melibatkan hati, lisan, dan anggota tubuhnya, dan niat adalah salah satu dari tiga aspek tersebut.
Dalam memahami hadis ini, kita diajak untuk merenungkan betapa niat memiliki peran yang begitu krusial dalam setiap amal perbuatan. Niat tidak hanya menjadi pondasi yang mengarahkan tujuan, tetapi juga menentukan nilai amal itu sendiri di hadapan Allah SWT. Dengan memahami bahwa segala amal bergantung pada niat, kita semakin didorong untuk memperbaiki kualitas niat kita, menjadikannya tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah. Inilah yang membuat hadis ini begitu relevan dan penting untuk kita hayati dalam setiap langkah kehidupan, agar setiap tindakan kita benar-benar menjadi amal yang bernilai dan membawa kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Niat dalam kehidupan manusia bisa diibaratkan seperti akar pada sebuah pohon. Sebagaimana akar yang tersembunyi namun menentukan pertumbuhan dan kekuatan pohon, niat juga merupakan elemen yang tersembunyi dalam hati, tetapi ia menjadi penentu kualitas dan hasil dari setiap perbuatan kita. Sebuah pohon yang memiliki akar yang kuat akan tumbuh dengan kokoh dan menghasilkan buah yang baik; begitu juga dengan amal yang dilandasi niat yang ikhlas, ia akan tumbuh menjadi amal yang berkah dan diterima di sisi Allah.
Sebaliknya, jika akar pohon itu rapuh atau rusak, pohon tersebut mungkin tumbuh tetapi mudah tumbang atau tidak berbuah. Demikian pula dengan amal yang niatnya tidak murni atau tercampur dengan keinginan duniawi, amal itu mungkin terlihat dari luar sebagai sesuatu yang baik, tetapi nilainya di sisi Allah bisa jadi tidak berarti.
Oleh karena itu, memperbaiki niat adalah seperti merawat akar pohon—suatu hal yang esensial untuk memastikan bahwa segala yang kita lakukan berakar pada keikhlasan dan menghasilkan kebaikan yang sejati.
Imam Syafi'i, radhiyallahu anhu, pernah menyampaikan bahwa hadis tentang "amal tergantung pada niat" memiliki cakupan yang luas dalam ilmu fiqih, bahkan beliau mengatakan bahwa hadis ini relevan dalam tujuh puluh bab fiqih.
Pernyataan ini menunjukkan betapa mendalamnya pengaruh hadis ini dalam berbagai aspek hukum Islam. Tidak hanya itu, banyak ulama lainnya yang juga mengakui keistimewaan hadis ini, bahkan menyebutnya sebagai sepertiga dari ajaran Islam. Hal ini menggarisbawahi betapa pentingnya niat dalam setiap amal perbuatan kita, menjadikan hadis ini sebagai salah satu pilar utama dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
Para ulama menganjurkan agar kitab-kitab yang ditulis supaya dibuka dan dimulai dengan hadis ini. Salah satu yang memulai kitabnya dengan hadis ini adalah Imam Abu Abdullah al-Bukhari. Abdul Rahman bin Mahdi mengatakan bahwa setiap orang yang menulis sebuah kitab sebaiknya memulainya dengan hadis ini, sebagai pengingat bagi para pembaca untuk memperbaiki niat mereka sejak awal.
Dalam kehidupan nyata, nasihat ini bukan hanya relevan dalam penulisan kitab, tetapi juga dalam segala bentuk usaha dan perjalanan yang kita tempuh. Bayangkan memulai hari dengan niat yang benar—seperti halnya memulai sebuah buku dengan hadis ini. Ketika kita mengawali setiap tindakan dengan niat yang lurus dan tulus, kita sebenarnya sedang menanamkan fondasi yang kuat bagi setiap amal kita. Ini seperti menyusun sebuah peta yang jelas sebelum memulai perjalanan; dengan niat yang benar, kita memastikan bahwa setiap langkah yang kita ambil mengarah pada tujuan yang benar dan membawa manfaat yang hakiki.