Mohon tunggu...
Rosalia Ayuning Wulansari
Rosalia Ayuning Wulansari Mohon Tunggu... Freelancer - shinzou wa sasageyo!

Ikatlah ilmu dengan pena, torehkan melalui tinta, niscaya kau akan hidup selamanya melalui karya-karya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Hoaks dan Suguhan "Panggung Sandiwara" bagi Rakyat

15 Februari 2019   14:13 Diperbarui: 15 Februari 2019   14:15 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Indonesia tidak seluruhnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Bahkan pada tahun 2016 lembaga survei internasional menempatkan tingkat pendidikan di Indonesia pada rangking bawah. Organization for Economic and Development (OECD) menempatkan Indonesia di urutan 64 dari 65 negara, sedangkan World Education Forum di bawah naungan PBB menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76 negara. 

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan masih memprihatinkan. Hal ini berimplikasi pada kadar pengetahuan masyarakatnya dalam merespon suatu berita yang dipublikasikan media.

Masyarakat yang tidak memiliki kadar intelektualitas tinggi cenderung menelan mentah-mentah apa yang disiarkan media, tanpa bertabayyun apakah berita tersebut benar atau tidak. Mereka akan menjadi sasaran empuk bagi hoaks-hoaks yang disebarkan penguasa sebagai akibat hegemoni media.

Berdasarkan hasil survei dari Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) tahun 2017 terhadap 1.116 responden, hoaks yang paling sering diterima masyarakat adalah terkait dengan topik sosial politik (91.80%) dan topik SARA (88,60%) yang mana mereka menerima kabar hoaks tersebut dengan frekuensi setiap hari (44.30%) dan setiap minggu (29.80%). Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat kita kerap dijejali dengan kabar-kabar yang belum dapat dipastikan kebenarannya.

Penyebaran hoaks dan pertunjukan drama media memang tidak bisa dihindari karena di era milenial ini informasi dapat tersebar luas dengan cepat. Informasi apa pun yang bersumber dari mana pun dapat diakses siapa pun dan kapan pun. 

Dalam melawan hoaks dan mencegah meluasnya dampak negatif hoaks, sejatinya pemerintah telah memiliki payung hukum, Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis merupakan beberapa produk hukum yang dapat digunakan untuk memerangi penyebaran hoaks. Namun faktanya hal tersebut tidak dapat optimal dalam memerangi hoaks, dibuktikan dengan masih banyaknya kabar burung berseliweran. 

Perlu adanya sanksi berat terhadap para "oknum" agar berhenti memanfaatkan media untuk menciptakan drama politisasi. Apalagi rakyatlah yang dipaksa menyaksikan "panggung sandiwara" buatan mereka. 

Jika demokrasi nyatanya memberikan kebebasan bagi banyak pihak untuk bermain-main dengan media, sehingga malah mengacaukan persepsi rakyat, maka jelas ada ruang kekacauan yang dibawa sistem ini. Tentunya hal tersebut perlu segera disolusikan agar tidak ada lagi drama-drama politik yang disuguhkan pada rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun