Mohon tunggu...
Rahmi Kardiana
Rahmi Kardiana Mohon Tunggu... -

kejujuran, keihklasan akn membawa kesuksesan yang tak terduga

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Si Hitam Kelam Pekat (Tulisan Pertama Untukmu)

10 September 2016   20:22 Diperbarui: 10 September 2016   20:32 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku senang mengilustrasikanmu dengan awan. Awan  hitam nan kelam, penuh dengan ketakutan, kau berteman dengan gemuruh kau berteman degan halilintar, kubayangkan kau ketika marah. Kau ekspesikan marahmu dengan suara yang bergemuruh kencang kau ekpresikan emosimu dengan hantaman halilintar. Oh awan hitam alangkah takutnya aku denganmu. Kau membuat aku takut untuk mendekat kepadamu. Bahkan untuk mengenalmumu tak ada niat dihati. Tak pernah ku sadari bahwa dengan gemuruhmu dengan halilintamu dengan angin kencangmu kau menyiramkan air hujan dihati nan kering keronta, tak ada kehidupan, tak ada kebahagiaan dan tak ada harapan. Namun dengan kegelapanmu tanpa halilintar dan tanpa gemuruh kau turunkan harapan untuk tumbuh kembali. Tak kusadari bahwa angin nan kencang itu membawa benih-benih kehidupan, dengan kekuatannya dia terbangkan benih itu sampai kehati ini, dengan kau turunkan hujan membuat benih itu berkecambah, bergerak, bernafas dan tumbuh. Tak ku sadari bahwa dengan hantaman halilintar kau membuat hentakan di tanah hati ini, menyadarkan tanah ini bahwa tanah ini masih bisa ditumbuhi tanaman. Dengan gemuruh yang menggelegar membuat keramaian dikeheningan hati ini.  

Namun pernah aku tak percaya dengan sikapmu dan tak memprediksikan sikapmu. Kadang kau hitam kelam pekat tapi kau tak turunkan hujan. Bahkan hati ini ketika melihat hitam kelam pekatmu merasa sangat bahagia, bersorak-sorai menari kegirangan namun ekprsi kebahagian itu lenyap. kau hanya berada di atas hatiku membuat suasana hatiku kelam pekat namun kau tak turunkan hujan. Seketika kau datang lagi dengan hitam kelam pekat, tapi hatiku tak berharap banyak dari hitam kelam pekat itu. namun ketika harapan itu pudar kau malah menurutnkan hujan nan lebat. Membuat bunga-bunga yang juncup menjadi berkembang, membuat benih padi yang berkecambah menjadi tanaman , membuat putih pohon menjadi buah, membuat daunan nan tua menggenerasikan kepada daun nan muda yang menumbuhkan pucuk. Tingkah lakumu berulang lagi dan lagi.

Dengan demikian ku memahami tingkahmu sikapmu. Kalau kau datang dari timur itu pertanda kau membawa hujan. Namun kalau kau datang dari barat itu pertanda kau tidak membawakan hujan. Memahamimu dan mencoba mengerti akan sikapmu itu yang kulakukan sekarang. Wahai sang hitam kelam pekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun