Mohon tunggu...
r. t.  mangangue
r. t. mangangue Mohon Tunggu... Dosen - Peduli terhadap permasalahan yang dialami masyarakat yang dicurangi, , dibully, dibodohi, dll.

Penggemar berat catur, penulis, ghost writer, pengajar, dan pecinta sastra Dapat dihubungi di alamat email: r_mangangue@yahoo.com. Facebook: richard mangangue. Tinggal di Manado.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Bus DAMRI Manado-Likupang Naikkan Tarif Seenaknya

10 November 2020   09:08 Diperbarui: 12 November 2020   07:53 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keadaan di dalam bus DAMRI (dok. pri)

Mengunjungi Sahabat Lama, Jahja Paputungan

Satu tahun lalu, pada 2019, sebelum munculnya pandemi Covid-19, saya seorang diri pernah mengunjungi sahabat lama, Jahja Paputungan yang tinggal di Kampung Ambong, Likupang, Minahasa Utara. 

Untuk itu, dari tempat tinggal saya di Mapanget, saya harus pergi ke terminal Paal 2. Di situ saya harus naik bus yang bertrayek Manado-Likupang. Setelah semua tempat duduk terisi penuh, bus pun berangkat. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 1 jam. 

Jahja Paputungan  di atas sepeda motornya (dok. pri)
Jahja Paputungan  di atas sepeda motornya (dok. pri)

Tarif yang ditagih saat itu adalah Rp12.000,00 (dua belas ribu rupiah). Keesokan harinya saya pulang. Maka saya pun naik bus DAMRI. Sangat kebetulan.  saat keluar dari kampung Ambong, Bus DAMRI lagi ngetem, dan menunggu penumpang di depan Alfa Mart.

Beberapa menit kemudian, bus pun berangkat menuju Manado melewati desa-desa yang ada di kecamatan Likupang seperti Serei, Tarabitan, 

Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat
Gereja Masehi Injili di Minahasa Jemaat "Imanuel" Tarabitan (dok.pri)

Sonsilo, Darunu, Budo, lalu memasuki desa Pandu yang termasuk dalam lingkup kota Manado, dan akhirnya bus pun berhenti di terminal Paal 2. Lamanya perjalanan adalah 2 jam. 

Saat itu penumpang dari Likupang yang hendak turun di Manado harus membayar Rp14.000,00 (empat belas ribu rupiah).  Saat pergi ke Likupang dan sebaliknya, dari Likupang kembali ke Manado, semua tempat duduk terisi penuh.  Pada masa sebelum pandemi Covid-19, itu adalah hal yang wajar.  

Baliho di desa Sonsilo (dok. pri)
Baliho di desa Sonsilo (dok. pri)
Saya Pergi Lagi ke Kampung Ambong di Likupang   

Baru-baru ini, pada Jumat (6/11/20) saya pergi lagi ke Kampung Ambong di Likupang.  Karena Jahja mengundang saya untuk ke sana, saya pun datang memenuhi undangan itu. Saat naik ke  bus Manado-Likupang, saya mau duduk di tempat duduk yang baru diduduki 1 orang. 

Namun, saya ditegur oleh kondektur bus itu. Dia bilang demikian, "Pak, tidak boleh duduk berdekatan. Dua tempat duduk hanya boleh diduduki  1 orang.  Kita harus jaga jarak, Pak!"

Salah satu lorong di desa Sonsilo (dok. pri)
Salah satu lorong di desa Sonsilo (dok. pri)

Saya langsung tersadar.  

"Wah, rupanya  bus biasa jurusan Likupang, Minahasa Utara ini masih menaati protokol kesehatan," ujar saya dalam hati. 

Ini berbeda dengan kendaraan angkot yang ada di kota Manado (khususnya angkot Paal2-Lapangan). Kalau sebelumnya jumlah penumpang dibatasi sampai 5 orang, kini jumlah maksimal penumpang bisa sampai 9 atau 10 orang (karena ada bangku VIP). Rupanya , situasi sudah kembali ke masa sebelum pandemi Covid-19 terjadi. 

Dalam perjalanan Kondektur pun menarik ongkos. Agak kaget juga saya. Ternyata ongkosnya sekarang adalah Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah). Namun, saya dapat memakluminya karena 2 tempat duduk hanya ditempati oleh 1 orang. Jadi, wajarlah kalau ongkosnya naik. 

Menurut cerita penumpang bus, kalau ada sweeping, bus yang memuat penumpang lebih dari 50 % kapasitasnya(15 orang), akan diturunkan penumpangnya yang  lebih itu. 

Bus DAMRI Naikkan Tarif Seenaknya

Saat hendak pulang  ke Manado pada Minggu (8/11/20) pukul 15.00, saya naik bus DAMRI lagi di depan Alfa Mart Likupang.  Saya terkejut karena bus DAMRI yang saya tumpangi penuh dengan penumpang. Satu tempat duduk, diduduki oleh satu penumpang.  

Social distancing tampaknya tidak menjadi perhatian khusus awak bus DAMRI ini sebagaimana bus biasa yang saya tumpangi dari Paal 2 Manado. Bahkan dalam perjalanannya, ada penumpang yang turun dan naik.  Saat penumpang sudah penuh, bus pun masih menerima penumpang yang mencegatnya. Akhirnya, sejumlah penumpang terpaksa berdiri. 

Keadaan di dalam bus DAMRI (dok. pri)
Keadaan di dalam bus DAMRI (dok. pri)

Yang membuat saya terkejut adalah saat kondektur menagih ongkos.

"Berapa ongkosnya, Pak?" tanya saya pada kondektur.

"Dua puluh lima ribu rupiah, Pak," sahut sang kondektur.

"Bukan dua puluh ribu rupiah, Pak?" tanya saya lagi.

"Bukan, Pak. Dua puluh lima ribu rupiah."

Saya pun memberikan uang Rp25.000,00 kepada sang kondektur.

Saya heran, mengapa ongkosnya sampai Rp25.000,00. Padahal setahun sebelumnya hanya Rp14.000,00. Kalau bus DAMRI menerapkan social distancing seperti bus biasa yang saya tumpangi dari Paal 2, saya dapat memaklumi kenaikan tarifnya.  Karena 2 tempat duduk, hanya ditempati oleh 1 orang. Namun, di bus DAMRI ini, yang terjadi justru sebaliknya.  1 tempat duduk ditempati 1 orang tetapi ongkosnya dinaikkan seenaknya.  Kiranya hal ini dapat menjadi perhatian pihak terkait, terutama pihak DAMRI.  

Manado, 10 November 2020

R. T. Mangangue

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun