Mohon tunggu...
r. t.  mangangue
r. t. mangangue Mohon Tunggu... Dosen - Peduli terhadap permasalahan yang dialami masyarakat yang dicurangi, , dibully, dibodohi, dll.

Penggemar berat catur, penulis, ghost writer, pengajar, dan pecinta sastra Dapat dihubungi di alamat email: r_mangangue@yahoo.com. Facebook: richard mangangue. Tinggal di Manado.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penganiayaan terhadap Anak Bukan Gegara PJJ Melainkan PSBB

28 September 2020   08:45 Diperbarui: 28 September 2020   08:49 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah sekita 6 bulanan kita melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ), ternyata banyak dampak negatif yang dialami, baik oleh pelajar (anak-anak) maupun oleh orangtua. Anak-anak banyak mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang terdekatnya, yaitu orangtua sendiri.

Demikian juga dengan orangtua. Mereka merasa terbebani dengan harus mengajar anaknya di rumah. Biasanya para guru yang mengajar anaknya, kini dengan PJJ, orangtua yang harus mengajarnya.

Sudah pusing dengan bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, orangtua juga harus mengajari anaknya. Apalagi bagi orangtua yang kena PHK atau bahasa halusnya "dirumahkan".

Tidak Pernah Belajar Ilmu Mendidik

Jadi, sudah kena beban yang satu, masih ada lagi beban yang lain menimpa. Saya kira peribahasa "Sudah jatuh, tertimpa tangga", sangat tepat menggambarkan hal ini.

Karena tidak pernah belajar ilmu mendidik, orangtua banyak yang stres melihat anaknya susah memahami pelajaran yang disampaikan orangtuanya (khususnya pelajaran matematika).

Orangtua menjadi kian panas karena sang anak tidak mengerti juga meski sudah diberitahu dan diajari berulang kali. Tidak sedikit anak-anak yang mengalami kekerasan dalam hal ini. Penulis yakin, yang terekspos di media online atau media sosial belum seluruhnya. Masih banyak yang tetap tersembunyi, tidak diketahui publik.

Keisya Safiyah Dianiaya dan Dibunuh

Dan yang terakhir, yang paling sadis adalah yang dialami seorang anak perempuan berusia 8 tahun, Keisya Safiyah. Ibunya (26 tahun) yang berinisial LH.

Penulis menduga, pelajaran yang membuat sang ibu kalap, adalah matematika. Matematika adalah pelajaran yang lebih sulit untuk dipahami bagi anak-anak SD daripada pelajaran lain. Si Keisya ini rupanya berbeda dengan kembarannya yang penurut dan lebih cepat mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun