Mohon tunggu...
Agoeng Triadi
Agoeng Triadi Mohon Tunggu... Lainnya - PNS

I'm just an ordinary PNS, yang baru mulai belajar menulis dan menuangkan isi kepalanya melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Diet Karbon: Upaya Rakyat, Kebijakan Pemerintah

6 Oktober 2022   13:43 Diperbarui: 6 Oktober 2022   13:46 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

What's next? Tentu saja penggunaan listrik dan air yang berlebih. Tidak terasa, sehari-hari kita menggunakan bermacam alat elektronik seperti TV, AC, lampu, kulkas, mesin cuci, dll. Padahal, alat-alat tersebut membutuhkan listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Semakin banyak alat listrik yang dipakai, semakin besar watt listriknya, maka semakin besar pula emisi CO2 yang dihasilkan. Yang parah adalah perilaku orang-orang yang keluar ruangan, tetapi membiarkan lampu dan AC tetap menyala. Kalau cuma sejam dua jam memang tidak terasa. Coba dikalikan setahun. Wow, bakal besar sekali pemborosan yang dilakukan. Bagaimana dengan pemakaian air? Sama! Jika kita menggunakan air secara tidak bertanggung jawab. Keran lupa kita matikan. Pipa air yang bocor tidak segera kita perbaiki. Atau, bentuk kelalaian lainnya. Maka, kita turut menyumbang kenaikan emisi gas rumah kaca di dunia.

Aktivitas dengan jejak karbon besar terakhir ialah konsumsi makanan. Tahu tidak, salah satu makanan di meja makan kalian ternyata besar sekali emisi CO2-nya. Ya, daging sapi. Satu kilogram daging sapi, ternyata ekuivalen dengan 60 kg emisi gas rumah kaca. Kalau makanan dari tumbuhan yang tinggi emisinya yaitu coklat, dimana 1 kg setara dengan 19 kg CO2. Bagaimana mengukurnya? Yang tahu hitungannya sih para ilmuwan. Banyak faktor yang dihitung, seperti penggunaan lahannya, makanan yang diberikan, pemrosesan/produksi, distribusi/transportasi, hingga proses retail dan pengepakan.    

Pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga supaya carbon footprint kita tetap kecil? Beberapa sudah dijelaskan di atas. Yang lain misalnya, mengurangi konsumsi makanan import. Utamakan bahan makanan lokal, termasuk sayur dan buah, karena lebih rendah emisinya. Lakukan hal sederhana dan jadikan kebiasaan, seperti mencabut charger handphone sehabis dipakai, matikan lampu begitu keluar ruangan, atau menyiram tanaman dengan air secukupnya. Semua hal di atas, merupakan peran yang kita sebagai individu anggota masyarakat dapat lakukan untuk membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

Terus, apakah cukup segitu perannya? Tentu saja tidak. Kita sebagai individu, juga harus berperan di dalam masyarakat. Sebagai komunitas, masyarakat berperan penting dalam mendorong terjadinya transformasi. Dari masyarakat yang individualis, cuek, dan kurang informasi, menjadi masyarakat yang peduli dan sadar akan perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya.

Lalu, apa yang dapat dilakukan masyarakat untuk mewujudkan kampanye diet karbon? Ditingkat RW atau kelurahan, buat Program Kampung Iklim (Proklim). Proklim adalah inisiasi pemerintah untuk mewujudkan wilayah yang mampu beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Kegiatannya apa? Bebas. Yang penting dapat berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, serta pengurangan emisi gas rumah kaca di atmosfer.

Yang mudah programnya, yaitu penghijauan. Tanam pohon semaksimal mungkin sesuai lahan yang ada. Bisa tanam di rumah, bisa di lingkungan sekitar. Syukur kalau ada lahan fasos atau fasum milik pemerintah. Kita bisa izin memanfaatkannya untuk penghijauan. Selain penghijauan, di lahan itu bisa kita jadikan juga kebun warga. Kita tanam sayuran, rempah-rempah, dan tanaman obat keluarga. Pokoknya yang menjadi kebutuhan pangan warga sehari-hari, bisa dipenuhi sebagian dari kebun warga. Keuntungannya, dengan mengkonsumsi bahan makanan yang diproduksi secara lokal, jejak karbon kalian pun akan berkurang. Demikian juga dengan menanam pohon buah dan tanaman lainnya, disamping hasilnya bisa dimakan atau dijual, juga membantu menurunkan CO2 yang ada di udara.

Selain penghijauan, Lurah atau pengurus RW dapat menginisiasi pelaksanaan bank sampah. Sampah warga yang bisa di-recycle dan di-reuse, dikumpulkan dan dijual ke pihak ketiga (pengepul sampah daur ulang). Uang hasil penjualan sampah bisa dijadikan tabungan warga, atau menambah uang kas RW untuk kegiatan lainnya. Sedangkan sampah yang berupa sisa makanan, bisa dijadikan kompos dan dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman di kebun warga.

Setelah bank sampah, program Proklim yang lain ialah pembuatan PAH dan sumur resapan. PAH atau penampung air hujan bisa dibangun secara komunal. Misalnya, setiap 10 rumah dibangun 1 bak penampung. Airnya bisa dipakai untuk berbagai kepentingan, misalnya menyiram tanaman di kebun warga. Selain PAH, pada kawasan permukiman juga perlu dibangun sumur resapan dan biopori. Tujuannya, meningkatkan jumlah air yang meresap ke dalam tanah. Untuk jangka Panjang, sumur resapan dan biopori bermanfaat saat terjadi kekeringan akibat perubahan iklim.

Hal lain yang dapat diusahakan warga masyarakat ialah memasang penerangan jalan umum tenaga surya (PJU TS). Ini merupakan lampu jalan yang bebas biaya tagihan bulanan (biayanya cuma pemeliharaan saja). Lampu jalan yang ada sekarang, listriknya masih bersumber dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dayanya yang besar, periode menyalanya yang lama (sekitar 12 jam sehari), cuma berarti satu hal. Kebutuhan listrik PJU sangat tinggi. It means, emisi CO2 dalam jumlah besar turut dilepaskan ke atmosfer.

Dari semua yang sudah dijelaskan, peran yang dapat diambil warga masyarakat, baik sebagai individu maupun kelompok, will meant nothing tanpa campur tangan pemerintah. Rakyat tidak bisa diet karbon sendiri. Pemerintah juga harus diet. Bertindak sebagai ujung tombak. Mengelola kebijakan, program, dan anggaran. Tunjukkan keseriusan. Yang utama, berikan dukungan kepada masyarakat. Bagaimana bentuknya? Tentu saja regulasi. Buat, terapkan, dan awasi pelaksanaannya. Jangan hanya buat regulasi, tapi tidak ada implementasinya. Atau, kalaupun diterapkan, tidak ada pengawasannya.

Jika bicara regulasi yang ada, contoh paling baik adalah di sektor transportasi. Pemerintah telah memfasilitasi angkutan masal, seperti BRT, MRT, LRT, dll. Angkutan masal jauh lebih ramah lingkungan daripada kendaraan pribadi. Yang masih menjadi PR pemerintah adalah penyediaan jalur khusus sepeda. Jalur khusus ini, akan mendorong masyarakat untuk mulai menggunakan sepeda sebagai sarana transportasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun