Mohon tunggu...
rama wibi
rama wibi Mohon Tunggu... lainnya -

i'am nothing but i want to be something...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sunset di Tanah Anarki

2 Desember 2014   18:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:14 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Andai ku malaikat, kupotong sayapku dan rasakan perih di dunia bersamamu

Perang kan berakhir, cinta kan abadi, di tanah anarki romansa terjadi”


Alunan simphoni itu mengalir indah dalam kesepian, membaur dengan sejuta metafora yang berarakan dalam buana membuat kehampaan sendiri. Kembali kubaca sepenggal coretan tinta yang sudah terekam didalam membran-membran kepala ku. Hingga seakan roda waktu berputar kembali dan episode demi episode pun bergulir seiring waktu yang beradu. Terasa kedu pipi ini basah oleh bulir-bulir air mata, seandainya waktu masih muda, semuanya pasti tak akan seperti ini. Aku tidak menceritakan tentang kesedihannya kecuali kepada orang-orang yang mau bersimpati. Tidak berguna menceritakan rasanya digigit lebah kepada seseorang yang selama hidupnya tak pernah merasakan sengatan. Sepanjang ia belum pernah merasakan penderitaan seperti yang dialami dalam cerita inimaka kisah ini hanya akan menjadi kisah yang tidak berguna. Tapi entahlah……. ini hanyalah sebuah gumaman dikala rindu terpatri dan ucap terkekang.

“Desing peluru tak bertuan, hari-hari yang tak benderang

Setiap detik nyawa ini kupertahankan untukmu

Alasanku ada di sini, dan parasmu yang kurindukan

Di neraka kan kumenangkan, hariku bersamamu”


Angin berhenti mendesir seakan termangu. Langit yang tadinya cerah mulai mendung menghapus segalanya. Semua bisu. Terlelap dalam irama tangis yang memecah di hari ini.

Aku beri nama dia “PITUH”

Dimana jiwanya terbentuk dari perjalanan hidupnya, dan raganya terasah dari kelihaian memecahkan masalah. Dia yang selalu menempatkan langkah kakinya di luar jangkauan tangannya. Dia yang selalu melompati keterbatasan pikirannya. Dia yang hidup di bawah tekanan dan selalu dapat keluar dari setiap kemelut, perselisihan dan juga pertentangan, dimana semuanya adalah mungkin baginya. Aku mengagumi kekerasan hatinya dan juga kelembutannya yang merupakan hasil dari apa yang ia lalui dalam kehidupan ini. Kepercayaan diri yang kuat telah membentuk dirinya menjadi kokoh seperti gunung, serta kasih dan cintanya mengalir lembut tanpa kenal lelah. Sebuah hati yang lembut serta langkah yang bijak, dimana kata katanya dapat menggelegarkan setiap aura yang ada di sekelilingnya.

Hatiku selalu teriris jika melihat peluhnya mengalir deras, rotan reot saja selalu mengeluarkan bunyi pesakitan setiap disinggahi, bagaimana dengan badannya yang sudah tua renta dan tetap mengerjakan semua itu dengan tenaganya yang sudah rapuh. Maafkan aku, sosok ini belum bisa menggantikan peran mu. Serpihan demi serpihan kulit kakinya mulai menipis teriring dengan memudarnya warna hitam diatas kepalanya, kulitnya pun semakin rentan untuk terlepas dari tulangnya, namun kegigihan dan kemampuannya untuk tidak menyerah memupuskan kematian mendekatinya. Atau mungkin belum saatnya.

“Dalam gelisahku menunggu, berita tentang gerilyamu

Semerbak rindu kuasai udara panas ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun