Mohon tunggu...
R ANGGOROWIJAYANTO
R ANGGOROWIJAYANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru Tetap Yayasan di SMP Santo Borromeus Purbalingga

Saya adalah seorang Guru Swasta yang menyukai dunia tulis menulis dan tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harun Masiku, antara Kekuatan dan Komoditas Politik

18 Desember 2024   17:36 Diperbarui: 18 Desember 2024   17:36 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buronan hampir lima tahun tentu sangat melelahkan bagi seorang Harun Masiku. Apalagi mengingat nilai suap yang tidak begitu fantastis dibanding kasus korupsi yang lain. Tentu saat ini logistik Harun Masiku jauh dari kata cukup untuk bertahan hidup.

Yang mengherankan justru dari kekuatannya untuk bertahan dalam pelarian yang sangat panjang. Darimana dia mendapat logistik dan adakah yang menopang kehidupannya. Penting banget juga tidak sosoknya, tapi kekuatannya sebagai komoditas politik sungguh membagongkan.

Kekuatan seorang Harun Masiku justru datang dari dijadikannya kasus suap menjadi komoditas politik. Kalau tidak tentu sangat mudah untuk menangkap seorang Harun Masiku. Karena nilai suapnya pun tidak fantastis untuk ukuran kejahatan korupsi. Hanya ratusan juta rupiah tidak sampai milyaran.

Komoditas politik ini juga yang menopang kehidupannya dalam pelariannya. Banyak sekali kepentingan politik yang menopangnya entah dari mana saja yang kepentingan politiknya terkait dengannya. Jadi sosok ini bukanlah kaleng-kaleng walaupun uangnya termasuk kategori kaleng-kaleng atau recehan.

Bisa jadi penangkapan yang selalu tertunda memang diatur sedemikian rupa agar tetap bertahan sebagai komoditas politik. Kurang canggih apa aparat hukum di Indonesia kalau hanya perkara mengejar buronan sekelas Harun Masiku. Lha wong sekelas boss tekstil saja dapat ditangkap apalagi cuma perkara suap yang nilainya tidak banyak ( padahal buat saya banyak banget....gila)

Yang dibutuhkan adalah kesungguhan bukan kepura-puraan untuk menangkap Harun Masiku. Tidak perlu aparat penegak hukum tersandera oleh kepentingan apapun. Toh dalam sistem kenegaraan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah terpisah mengapa harus takut ?

Semakin cepat tertangkap tentu tidak akan membebani siapa pun, karena akan segera terang benderang. Yang tersandera akan kasus Harun Masiku juga akan terbebas yang suka memainkan kasus sebagai komoditas politik juga akan bertobat. Tidak ada yang sulit kalau semua berjalan sesuai koridor hukum yang bebas dan berkeadilan. Menjadi sulit kalau hukum sudah tersandera oleh kepentingan politik. Maka jangan heran sekarang masyarakat bawah pun mulai bermain dengan hukum. Menjadikan hukum sebagai sarana menakut-nakuti lawannya dengan sewenang-wenang, karena melihat para elite juga berlaku demikian.

Kasus Harun Masiku kiranya dapat menjadi gerbang untuk bertobat bagi semua aparat penegak hukum dan politisi. Bahwa hukum tetap harus ditegakkan apapun kondisinya baik mennguntungkan maupun merugikan. Kalau hukum sudah dapat menjadi panglima tentu kasus anak boss toko roti maupun penganiayaan dokter koas tidak perlu lagi terjadi. Karena semua warga negara sama di depan hukum.

Salam Sehat.....!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun