Mohon tunggu...
R ANGGOROWIJAYANTO
R ANGGOROWIJAYANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru Tetap Yayasan di SMP Santo Borromeus Purbalingga

Saya adalah seorang Guru Swasta yang menyukai dunia tulis menulis dan tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kotak Kosong dan Demokrasi OTW

3 September 2024   07:53 Diperbarui: 5 September 2024   18:23 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kotak kosong pemilu. (Sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Fenomena kotak kosong dalam gelaran Pilkada Serentak 2024 merupakan hal yang tidak biasa. Walaupun dalam setiap gelaran Pilkada selalu muncul fenomena ini, namun yang menjadi keganjilan adalah sekian puluh tahun menggelar pilkada kok tetap ada fenomena kotak kosong. Sehingga muncul pertanyaan dewasakah demokrasi kita ?

Secara demokrasi bisa dikatakan bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi yang berada pada tahap berkembang, atau ada gurauan kalau demokrasi kita adalah Demokrasi OTW. 

Demokrasi yang belum mapan secara aturan maupun kaidah - kaidah demokrasi. Bahkan seorang Prabowo pun sebagai Presiden Terpilih mengatakan inilah demokrasi Indonesia yang berbeda dengan demokrasi yang lainnya di seluruh dunia.

Yang membedakan adalah sistem permusyawaratan yang diartikan semua akan melebur menjadi satu setelah kontestasi selesai alias menjadi koalisi gemuk. 

Sepertinya seolah-olah demokrasi hanya menjadi syarat formal bagi legalitas berjalannya pemerintahan di era demokrasi. Jadi sepertinya tidak berbeda dengan orde baru yang juga menampilkan demokrasi seolah - olah.

Memang demokrasi itu butuh kedewasaan dan juga ongkos yang mahal. Maka banyak sekali orang - orang yang memiliki potensi dan prestasi menjadi terpinggirkan karena tidak memilki logistik dana yang besar. Sementara partai politik juga membutuhkan dana yang besar untuk menjalankan roda partainya. 

Inilah yang menjadikan masyarakat capek untuk berdemokrasi. Sehingga jargon demi keberlanjutan sering diamini oleh masyarakat daripada ribet dalam memillih pemimpin. Yang sudah ada lebih baik dilanjutkan oleh orang yang mau untuk melanjutkan. 

Kalau hal ini terjadi terus menerus maka akan banyak muncul kotak kosong dalam gelaran pemilihan kepala daerah. Calon baru tentu sangat beresiko dalam menghadapi incumbent yang notabene telah memiliki logistik besar untuk maju lagi dalam pilkada.

Kotak kosong sebenarnya adalah simbol ketidakberdayaan masyarakat dalam menentukan pilihannya. Jika kotak kosong yang menang maka kepala daerah akan dipimpin oleh orang yang ditunjuk pemerintah pusat untuk menjalankan roda pemerintah di daerah. 

Dan tentu penunjukkan ini mengikuti selera penguasa di pusat. Lagi - lagi rakyat dihadapkan pada pilihan yang tanpa pilihan. Pilih incumbent sebenarnya berat tetapi kalau pilih kotak kosong sama saja.

Dalam demokrasi otw seperti sekarang ini dimana regulasi tentang pemilihan umum masih berubah - ubah menyesuaikan diri dengan penguasa maupun dengan koalisi partai di Dewan Perwakilan Rakyat. 

Akan banyak menemui hambatan karena rakyat sebenarnya juga ikut mengawal jalannya demokrasi. Saat ini jika demokrasi dipermainkan sebagai alat legalitas maka kelompok kritis masyarakat tentu akan berteriak. 

Walaupun harus menghadapi koalisi besar yang seolah sulit untuk ditembus, namun pada kenyataannya suara para akademisi mulai didengarkan.

Ongkos demokrasi yang mahal seharusnya menjadi konsen pemerintah. Regulasi yang lebih berpihak pada pilihan rakyat harus terus didorong agar masyarakat mempunyai pilihan yang beragam. Dan yang paling penting partai harus mengoptimalkan kadernya untuk berprestasi dalam memimpin daerahnya.

Kotak kosong dan demokrasi otw kiranya tidak menjadikan masyarakat apatis dalam menjalankan kehidupan berdemokrasinya. Dan sehiruk pikuknya demokrasi, ekonomi harus tetap berjalan, sehingga tidak mengganggu kehidupan masyarakat. 

Biarlah rakyat yang berdaulat bukan kotak kosong, karena bagaimanapun kotak kosong adalah simbol ketidakberdayaan masyarakat dalam menentukan pemimpinnya.

Salam Sehat.....!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun