Mohon tunggu...
R ANGGOROWIJAYANTO
R ANGGOROWIJAYANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru Tetap Yayasan di SMP Santo Borromeus Purbalingga

Saya adalah seorang Guru Swasta yang menyukai dunia tulis menulis dan tertarik dengan dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Putusan MK, Duri dalam Pilkada Serentak 2024

22 Agustus 2024   08:44 Diperbarui: 22 Agustus 2024   12:35 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Seperti petir di siang bolong bagi koalisi besar ketokan palu hakim Mahkamah Konstitusi membuat perjalanan untuk melanggengkan kekuasaaan lewat jalur Pilkada 2024 segera bubrah. 

Tidak dinyana dan disangka permainan politik yang begitu cantik dan seolah tanpa cacat menjadi babak belur dipertontonkan.

Lewat dua partai yang tidak ketahuan arah politiknya ternyata peraturan ambang batas Pilgub yang digugat ke Mahkamah Konstitusi dikabulkan oleh hakim MK. Kalau melihat partai yang menggugat sangat mustahil untuk memuat kepentingan politik partai - partai besar. 

Soalnya mereka yang menggugat tidak pernah mendapat kursi di legislatif. Tentu kepentingan yang mereka usung adalah agar kader partai mereka dapat muncul di kontestasi Pilkada. Walaupun tidak mempunyai wakil di legislatif setidaknya dapat tampil menjadi pemimpin di eksekutif.

Imbas dari gugatan ini adalah politik koalisi besar menjadi terusik. Permainan politik yang diharapkan dapat memuluskan pelanggengan kekuasaan terancam bubar. Keberlanjutan sebenarnya adalah jargon untuk melanggengkan kekuasaan layaknya orde baru yang anti dengan perubahan dan regenerasi. 

Dalam balutan demokrasi diharapkan pelanggengan tetap dapat dilakukan. Bahkan sampai kepada Kepala - kepala Daerah yang dipilih lewat Pilkada serentak tahun 2024.

Demokrasi ternyata apabila dimodifikasi sedemikian rupa ternyata dapat menciptakan pelanggengan kekuasaan dan politik dinasti. Dan koalisi besar adalah kendaraan untuk menciptakan kondisi tersebut. 

Entah ada tidaknya campur tangan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi namun sepertinya untuk putusan kali ini tentang ambang batas Calon Kepala Daerah sepertinya bersih dari hal tersebut. Dibandingkan dengan saat putusan tentang batas umur Cawapres.

Putusan MK yang bagai duri dalam daging ini bagi koalisi besar tentu harus segera dicounter balik oleh partai yang tergabung dalam kolaisi besar. 

Satu-satunya cara adalah lewat badan legislatif dengan menciptakan revisi UU Pilkada yang menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas pencalonan Kepala Daerah. Mereka sudah bersiap diri untuk bersatu mencabut duri dalam daging yang sangat menyakitkan ini.

Harapan untuk mendapatkan Kepala Daerah yang sejalan dengan penguasa tentu perlu direalisasikan dengan berbagai jalan. Macet di yudikatif maka saatnya legislatif bergerak. 

Kepala Daerah yang sejalan dengan penguasa diharapakan mampu menjalankan kekuasaan seperti yang diperintahkan penguasa pusat. Dengan demikian pelanggengan kekuasaan akan terus berlanjut tanpa hambatan dari penguasa daerah.

Namun tidak semudah itu ferguso, koalisi masyarakat sipil dan intelektual kampus sudah mulai bereaksi mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi. 

Mereka tidak ingin lagi kecolongan dengan keputusan MK terdahulu yang memuluskan jalan bagi dinasti politik melenggang ke istana. 

Kali ini keputusan MK adalah keputusan yang strategis untuk mengembalikan demokrasi yang sesungguhnya ke dalam relnya. 

Karena sejatinya demokrasi adalah kedaulatan rakyat jadi rakyatlah yang berdaulat bukan dipaksa memilih calon yang sebenarnya bukan pilihannya karena terhambatnya calon lain karena terganjal peraturan yang tidak demokratis.

Saatnya rakyat mulai berpikir kritis untuk mengembalikan cita-cita reformasi yang mulai terlupakan akibat mabuknya para aktivis akan nikmatnya kekuasaan. 

Reformasi yang meniadakan otorianisme tidak boleh tertipu oleh tirani yang tercipta dalam balutan demokrasi. Demokrasi adalah rakyat bukan penguasa yang menjadikan demokrasi sebagai kuda tunggangan untuk melanggengkan kekuasaan.

Hidup Demokrasi!

Salam Sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun