Kehidupan Suminah adalah sebuah potret buram korban pergolakan politik yang tidak semua orang paham mana yang benar dan mana yang salah.Â
Dia hanya memilih menjalankan hidup sesuai dorongan nuraninya yang memang tidak bisa melihat kondisi masyarakat pada saat itu jauh dari kesan masyarakat yang merdeka.
Ketertindasan dalam kehidupannya juga menjadi inspirasi bagaimana ia harus berjuang mengupayakan sebuah kata yaitu kesejahteraan.Â
Karena beliau adalah seorang petani maka tanpa pretensi apapun masuklah menjadi anggota organisasi yang bergerak di bidang pertanian.Â
Organisasi yang dianggapnya mampu memperjuangkan kehidupannya sebagai petani. Revolusioner adalah jargon yang selalu digemakan oraganisasi yang diikutinya.
Perjuangan demi perjuangan bu Suminah lakoni sebagai kader dari oragnaisasi yang beliau ikuti. Sambil sesekali bertani untuk memperjuangkan kehdupannya bersama keluarganya. Kerasnya hidup membuat beliau semakin matang dalam menyikapi jalannya kehidupan pada saat itu.
Sampai akhirnya sebuah peristiwa politik terjadi yang menjadikan dirinya harus memulai lagi dengan penderitaan yang tidak pernah terbayangkan dalam kehidupannya.Â
Penangkapan yang tanpa proses peradilan harus dijalaninya dari satu penjara ke penjara lainnya. Kesalahan yang sama sekali tidak pernah diketahuinya menjadi alasan para aparat militer menangkapnya.Â
Peristiwa politik apa yang terjadi dirinya pun sama sekali tidak mengetahuinya karena keterbatasan sarana komunikasi pada saat itu.Â
Peristiwa politik yang terjadi pada tataran elit politik ikut menyerat ribuan masyarakat yang tidak tahu apapun menjadi korbannya. Politik sungguh menjadikan bu Sum harus menderita berkepanjangan sampai pada hari tuanya.Â
Penderitaan yang tidak dialaminya sendiri tetapi juga bagi keluarganya yang harus terpisah bertahun -tahun tanpa komunikasi yang dapat mempertemukan mereka.
Beruntung bu Sum akhirnya menemukan putri yang dikasihinya walaupun sudah berkeluarga dan memiliki kehidupannya sendiri. Namun bu Sum sangat bersyukur pada Tuhan atas kasih-Nya yang nyata dalam kehidupnnya.Â
Sekedar bertemu dan akhirnya berpisah lagi tidak membuatnya patah semangat untuk melanjutkan hidup selepas dari penjara sebagai tahanan politik pada saat itu.
Hari -hari dijalaninya dengan penuh syukur walaupun dalam kesendirian yang panjang dan melelahkan. Seolah penderitaannya sekarang belum seberapa dibanding pada saat di dalam penjara.Â
Ketekunan menjalani profesi lamanya walau pada usia renta tidak begitu berpengaruh pada kondisi perekonomiannya. Tenaganya yang terbatas menjadikan profesi petaninya tidak menghasilkan hasil yang maksimal untuk kehidupannya.
Beruntung tempat ibadah tempat beliau berkebaktian, Pendeta dan Jemaatnya sangat peduli pada kehidupannya. Ketekunan dalam beribadah yang harus dijalaninya sejauh 5 kilometer tidak menyurutkan kerinduannya bertemu sang Pencipta.Â
Kerinduan untuk melambungkan pujian dan menerima nasehat kebenaran sang Pencipta dan Juru Selamatnya membuatnya semangat menjalani hari-hari panjangnya.Â
Tidak ada penyesalan akan kehidupannya saat ini, beliau merasa bersyukur masih dikaruniai hidup yang panjang lepas dari siksaan dan cemoohan selama di penjara.Â
Rasa syukur itu membuatnya kuat untuk berjalan ke tempat ibadah sekalipun harus berjalan kaki. Rasa syukur itu pula yang membuat jemaat selalu bahu membahu menopang kehidupannya.
Sampai usia beranjak menuju 87 tahun beliau merasa ajalnya sudah dekat, sehingga ia berpesan agar apabila dipanggil sang pencipta maka tubuh rentanya agar dibawa ke tempat ibadah. Dan pada akhirnya terwujudlah apa yang diinginkannya, Tuhan memanggil dengan cara-Nya.Â
Dalam kesendirian bu Sum terjatuh menggenggam taplak meja makan yang menjdi pegangannya saat terjatuh dan akhirnya meninggal. Ada satu kekuatan yang beliau pegang yaitu sandaran hidupnya yang pasti diyakini akan menyelamatkannya yaitu Kristus Sang Penebus.Â
Dalam luka-luka benturan yang ada di tubuhnya bu Sum tetap berpegang pada sandaran hidupNya. Dicintai olehNya adalah sumber kekuatannya.
Selamat jalan bu Sum...........Maafkan kami yang kadang bosan mendengar keluh kesahmu yang sebenarnya adalah nasehat bagi kami untuk menyikapi hidup dengan ketegaran. Tuhan menyambutmu di sorga baka..........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H