Mohon tunggu...
Ria Anggraini
Ria Anggraini Mohon Tunggu... Human Resources - Ordinary people

Orang biasa yang suka menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Seorang Anak

9 Maret 2020   07:00 Diperbarui: 9 Maret 2020   07:37 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Ibu dan anak. (pinterest.com/PIN)

 

Seorang anak tak selamanya akan terus menjadi anak-anak. Ia akan bertumbuh seiring berjalannya waktu, baik dari segi fisik maupun mental dan rohani. 

Mengutip dari salah satu akun parenting mengatakan, bahwa puncak kedekatan seorang anak dengan kedua orang tuanya sampai dengan usia lima tahun. Hmm, cukup singkat ya? 

Sebab menurut para ahli parenting seorang anak sampai usia tersebutlah masih bisa dipeluk dan dicium seraya bermain atau bercerita bersama. Memasuki fase usia selanjutnya sang anak akan memiliki dunianya sendiri. 

Itulah sudut pandang para ahli parenting yang pastinya sudah melalui beberapa penelitian. Sebagai orang awam saya sama sekali tidak menolaknya bahkan mengambil pelajararan dari pernyataan tersebut. 

Lalu bagaimana dari sudut pandang orang tua? 

Ya.., hal ini berdasar pengalaman pribadi. Dimana di usia yang sudah dewasa bahkan siap memasuki tahap kehidupan selanjutnya, masih saja dianggap tidak bisa apa-apa. Tersinggung? Sedikit, namanya juga manusia normal. Namun setelah dipikir ulang, dari kata-kata 'tidak bisa apa-apa' bukan berarti memang tidak bisa, namun kurang sempurna dalam mengerjakannya, itulah penilaian orang tua. Karena sampai kapanpun seorang anak dimata orang tua adalah seorang anak, yang akan selalu dijaga, disayang, diperhatikan bahkan dilindungi meski usia terus beranjak. 

Berapapun usia kita sebagai anak dapat dipastikan orang tua akan selalu pasang badan dan membela anaknya jika tertimpa masalah. Mereka akan melakukan apapun agar si anak bahagia, meski berapa banyak dosa yang telah diperbuat si anak. Bagi mereka para orang tua, anak adalah mutiara hati. Apa yang kita perbuat jika kita memiliki mutiara, ya itu pula yang orang tua kita lakukan guna menjaga mutiara tersebut. 

Namun, sebagai seorang anak seringkali kita merasa sudah besar, sudah dewasa dan kerap mengabaikan perhatian dan kasih sayang mereka. 

Sebagai seorang anak kita sering merasa malu jika terus menerus diperhatikan oleh orang tua di usia dewasa. 

Di usia dewasa sebagai seorang anak kita tak jarang muncul sikap tidak terima jika apa yang kita lakukan ternyata masih kurang di mata orang tua. Masukkan dari orang tua tentang sesuatu kerap kali tak kita hiraukan. Dan biasanya baru sadar bahwa apa yang dikatakan orang tua itu benar adanya setelah beberapa waktu berikutnya. 

Manusiawi gak sih, kalo kita bersikap begitu? 

Ya, jika dari sisi manusiawi, iya. Namnya juga manusia tempatnya salah. Saat ini akan lebih baik jika sebagai anak sedikit demi sedikit memperbaiki sikap. Hal ini bukan berlaku untuk yang membaca tulisan ini saja, justru hal ini adalah pengingat bagi saya sebab sampai tulisan ini terbit, masih tercatat sebagai anak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun