Mohon tunggu...
Rahmat Kurnia  Lubis
Rahmat Kurnia Lubis Mohon Tunggu... Penjahit - Penggiat Filsafat

Santri Desa, Kaum Sarungan, Suka Membaca, Suka Menulis, Suka Berjalan, Suka Makan dan Semuanya Dilakukan Dengan Suka-Suka. Alumni UIN Sunan Kalijaga (Suka), Suka Filsafat dan Suka Indonesia Berbudaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Marwan Dasopang Tokoh Nasional Asal Sumatera Utara

3 September 2018   17:02 Diperbarui: 3 September 2018   17:13 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosoknya murah senyum dan sangat ramah. Saat Parlementaria mendatangi ruang kerjanya di Gedung Nusantara I DPR, ia menyapa penuh keakraban. Kepada Reporter Ria Nur Mega dan Fotografer Runi Sari Budiati, ia menceritakan banyak hal tentang masa kecilnya di desa dan kenangan masa mudanya di Kota Medan. Inilah Marwan Dasopang, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI.

Hari Minggu, menjadi salah satu hari yang sangat ditunggu oleh Marwan kecil, karena hari itu adalah hari dimana ayahnya selalu memberikannya Koran Angkatan Bersenjata selama satu minggu terakhir. Marwan kecil sangat mencintai koran, karena terinspirasi dari falsafah gurunya yang mengatakan 'Bila ingin mengetahui sesuatu, maka rajinlah membaca'. Baginya, koran bukan sekedar bisa menambah pengetahuan, namun juga menjadi penyemangat hidup untuk mewujudkan tekadnya merubah nasib diri dan keluarganya.

Tak ada selembar koranpun yang terlewatkan untuk dibaca, semuanya sangat berarti bagi anak desa yang waktu itu tidak menikmati teknologi, bahkan jejak mobilpun tak tampak di mata Marwan yang tinggal di desa terpencil di Desa Pangikiran, Kecamatan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara.

Marwan memulai jenjang pendidikan formalnya di SD Negeri Rondaman, pada tahun 1976. Marwan ingat betul, ayahnya yang seorang pengetua serta guru ngaji di desanya, sering mengilustrasikan suatu hal yang jangkaunnya masa depan. Ilustrasi sederhana ayahnya menjadikan Marwan anak yang penuh imaji dalam dunia fantasi dan selalu ingin menjadikan perspektif nyata. Fantasinya ialah perihal objek remeh, namun krusial.

"Waktu kecil, ayah saya pernah mengilustrasikan bahwa suatu hari nanti ada orang yang akan menemukan alat yang bisa membungkus cahaya, lalu dilepaskan pada saat malam hari untuk menerangi desa. Ungkapan sederhana itu merangsang cara berpikir saya, karena waktu itu  belum ditemukan teknologi tenaga surya. Tapi apa yang dia sampaikan arahnya untuk masa depan," ungkapnya, seraya mengagumi ajaran ayahnya yang menjadikan Marwan sosok anak kecil yang punya rasa kuriositas tinggi serta pemikiran yang kritis.

Di luar itu, Marwan tetaplah seorang anak kecil lugu yang memiliki angan-angan sederhana. Marwan hanya ingin menjadi seperti sosok yang ada di kalender rumahnya waktu itu, yaitu Presiden RI ke-2 Soeharto. Namun, Marwan kecil tidak begitu mengenal sosok Soeharto, dia hanya ingin berpakaian seperti Soeharto di dalam kalender, yang duduk dengan tangan menyatu dengan pakaian jas dipadu dasi segitiga.

Lulus jenjang SD, Marwan tidak langsung melanjutkan sekolah karena keterbatasan ekonomi, serta tidak ada fasilitas yang diberikan oleh negara. Untuk itu, selama dua tahun berlalu, hari-hari Marwan disibukkan dengan membantu orang tuanya menyadap karet, sampai akhirnya ada salah satu tokoh di desa yang mendirikan Madrasah.

Hal itu disambut gembira oleh Marwan yang memiliki semangat membara untuk belajar. di Madrasah Ar Rosidiyah, Marwan kembali melanjutkan pendidikannya, dengan menempuh sekolah setingkat Madrasah Tsanawiyah (Mts). Namun, bukan berarti ia berhenti membantu orang tuanya. Kegiatan menyadap karet untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap dijalani Marwan sebelum masuk sekolah pukul 16.00-18.00 WIB. Marwan tak kenal letih untuk terus menuntut ilmu.

"Kami harus punya tekad yang kuat untuk bisa sekolah. Dalam kebimbangan, kekejaman karena tidak difasilitasi negara, saya tetap punya tekad kuat untuk sekolah. Karena modal pendidikan di pesantren yang mengajarkan sifat sabar dan qana'ah, maka perasaan didzalimi terhapus dengan sendirinya. Maka saya selalu menerapkan  Man Jadda Wa Jada (Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan mendapatkan hasil)," ungkapnya.

Marwan tidak pernah lelah untuk memuaskan diri akan hausnya menambah wawasan pengetahuan. Lulus dari MTs, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah (MA) di Pesantren Al-Mukhtariyah. Lulus dari MA, Marwan muda melanjutkan studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara di Medan. Namun, tidak semudah itu Marwan bisa duduk di bangku kuliah. Marwan juga mengajar ngaji untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah. Namun, keinginan untuk merubah diri menjadi orang terpandang terus terpatri. Dengan itulah, ia bekerja dan bergaul dengan banyak orang.

Hobi membaca koran, terus mengiringi langkah Marwan hingga duduk di bangku kuliah. Rubrik Opini di halaman 4 Koran Kompas, adalah 'makanan' Marwan setiap hari. Berbagai isu di Kompas menjadi bahan untuk dikaji  bersama dengan teman-teman di organisasi. Marwan banyak tergabung di organisasi mulai dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Kota Medan (PMII), Gerakan Pemuda (GO) Ansor, Komite Nasional Pemuda Indonesai (NKPI) hingga Nahdlatul Ulama.Tidak hanya membaca dan mengkaji, Marwan juga menulis untuk mengkritisi permasalahan yang sedang terjadi. "Saya sering menulis opini di Waspada, Analisa dan Mimbar Umum. Itulah cara hidup saya sambil aktif berogranisasi," jelasnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun