Mohon tunggu...
Rahmat Kurnia  Lubis
Rahmat Kurnia Lubis Mohon Tunggu... Penjahit - Penggiat Filsafat

Santri Desa, Kaum Sarungan, Suka Membaca, Suka Menulis, Suka Berjalan, Suka Makan dan Semuanya Dilakukan Dengan Suka-Suka. Alumni UIN Sunan Kalijaga (Suka), Suka Filsafat dan Suka Indonesia Berbudaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Radikalisme dan Terorisme; Virus yang Menghantui Media

9 Maret 2017   18:20 Diperbarui: 16 Maret 2017   20:05 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Populasi pengguna internet di dunia terus saja meningkat setiap tahunnya. Kini, jumlahnya sudah menyentuh angka yang sangat besar. Dalam ajang D11 Conference yang diadakan oleh situs AllThingsD, Mary Meeker yang berasal dari firma Kleiner Perkins Caufield & Byers Meeker, mengungkapkan bahwa pengguna internet di seluruh dunia telah menyentuh angka 2,4 miliar orang.[1]

Pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya juga terus mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 30 juta, tahun 2010 sebanyak 42 juta, tahun 2011 sebanyak 55 juta, tahun 2012 mencapai 63 juta orang, dan tahun 2013 mencapai 71,19 juta, hal yang sama juga pada tahun 2014 dan 2015 terus mencapai peningkatannya dengan angka yang cukup tinggi.

Sebuah lembaga yang bergerak di bidang riset dan kajian masalah-masalah terorisme, The Terrorism Research Center pernah mengumumkan hasil penelitiannya mengenai tren terorisme global. Dalam laporan itu diungkapkan, selama kurun waktu 1993-1998 jumlah aksi-aksi terorisme di seluruh dunia memperlihatkan penurunan. Namun, di Asia tercatat justru terjadi peningkatan, misalnya pada tahun 1996 di Asia terjadi 11 aksi terorisme, 21 aksi terorisme pada 1997, dan sebanyak 48 aksi terjadi pada 1998, pasca 1998 hingga 2003 diprediksi telah terjadi sebanyak 100 lebih aksi kekerasan maupun terorisme yang berskala besar di kawasan Asia. Dan diantaranya juga di kawasan Asia Pasifik. Indonesia sendiri, saat ini dikenal sebagai ladang subur persemaian aksi radikalisme dan terorisme.[2]

Radikalisme dan Terorisme

Istilah teror dan terorisme sesungguhnya baru mulai populer pada abad ke 18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru, sebab terorisme telah lama di kenal sejarah. Terorisme telah lahir sejak ribuan tahun silam dan telah menjadi legenda dunia. Taktik terorisme mulai di kenal sejak awal abad ke 48 Masehi, ketika sebuah sekte Yahudi bernama Zealots berkampanye melalui aksi terorisme untuk memaksa pemberontakan terhadap bangsa Romawi di Judea. Kampanye yang dilakukan termasuk asasinasi (pembunuhan) oleh Sicarii (sebuah aksi ekstrem Yahudi)[3]. Maraknya aksi teror yang terjadi dengan jatuhnya banyak korban telah mengidentifikasi bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Pengertian tindak pidana terorisme sendiri di Indonesia termuat dalam pasal 6 dan Perpu No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,[4] yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003.

Saat ini bisa dikatakan kerentanan terhadap radikalisme berbasis sosial keagamaan telah menjadi humus yang baik bagi tumbuh subur dan berkembangnya terorisme.[5] Menurut Sholahuddin Wahid mengkafirkan orang lain saja sudah meresahkan, mengganggu kerukunan dan harmoni sosial, apalagi menghalalkan darah, demikian bisa memicu tindak kriminal. 

Menurut laporan tahunan The Wahid Institute tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, di tahun 2010 kasus intoleransi sebanyak 184 kasus. Tahun berikutnya 267 kasus dan di tahun 2012 jumlahnya mencapai 274 kasus.[6] Hasil pantauan tahunan Setara Institute pun menunjukkan tren peningkatan kasus intoleransi. Di tahun 2011, kasus intoleransi tercatat 244 kasus. Sedangkan di tahun 2012 jumlahnya 264 kasus.[7] Berdasarkan data lembaga-lembaga tersebut, kekerasan berlatar agama dan intoleransi beragama dipicu karena adanya perbedaan aliran/paham keagamaan.

Sebenarnya aksi terorisme di Indonesia tidak hanya terjadi di era reformasi sekarang ini, melainkan sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Jika ditelusuri dari jejak sejarahnya. Perang melawan terorisme yang dilakukan aparat kepolisian pun telah berhasil menangkap ratusan pelaku terorisme, termasuk gembong teroris di Indonesia yakni Dr. Azhari dan Noordin M Top. 

Berdasarkan catatan Detasemen Khusus anti teror (Densus 88), sejak tahun 2000 hingga April 2013, sudah 845 pelaku teroris yang ditangkap di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, tersangka yang meninggal dunia di TKP 83 orang, tewas bom bunuh diri 11 orang, divonis mati 6 orang, dan divonis seumur hidup 5 orang. Di antara mereka juga yang dikembalikan ke keluarga sebanyak 65 orang, 10 orang proses penyidikan, 47 tahap persidangan, dan 618 orang divonis dengan berbagai jenis hukuman.[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun