APA ITU PELECEHAN SEKSUAL
Pelecehan seksual (sexual harassment) adalah bentuk perilaku berisi seks yang tidak diinginkan oleh subjeknya, meminta hingga melakukan tindakan seksual, secara verbal atau fisik di mana peristiwa tersebut mungkin terjadi di ruang publik (Kartika dan Najemi, 2020). Kejahatan yang berkaitan dengan pelanggaran yang bermartabat, yaitu pelanggaran yang berkaitan dengan masalah seksual, diatur dalam Jilid 3 KUHP, yang berakhir pada bagian 281 sampai dengan 299 (Sumera, 2013).
Pelecehan seksual di  perguruan tinggi Indonesia dibahas oleh berbagai kalangan dan korbannya kebanyakan perempuan, kantor-kantor pemerintah dan universitas yang harus menyediakan ruang belajar yang aman, telah menjadi tempat  kekerasan seksual (Elindawati, 2021). Meskipun laki-laki bisa menjadi korban kekerasan seksual, namun data lapangan menunjukkan bahwa di perguruan tinggi, perempuan selalu menjadi sasaran utama kekerasan seksual (Elindawati, 2021).
PELECEHAN SEKSUAL KEPADA PEREMPUAN DI KAMPUS
Menurut  Komnas Perempuan, ada 299.911 insiden kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2020, di mana 30% adalah kasus kekerasan seksual atau 89.973 (Maulana, 2020). Contoh kasus pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi adalah yang menimpa seorang mahasiswi oleh Dosen FISIP Universitas Riau yang terjadi pada akhir tahun 2021. Pada kasus ini, pelaku merupakan dosen pembimbing proyek akhir yang memberikan banyak pengaruh pada korban, sedangkan korban hanya seorang mahasiswi, sehingga dapat dilihat suatu ketimpangan kekuasaan antara pelaku dan korban (Elindawati, 2021).
Menurut Effendi (2021) yang sepakat dengan Dzeich dan Weiner (1990) pada karyanya yang berjudul The Lecherous Professor: Sexual Harassment on Campus, ada beberapa jenis pelecehan seksual di  kampus yang ada, antara lain;Â
(1) Tipe "pemain-kekuasaan" atau "quid pro quo", yang menunjukkan gejala awal peecehan seksual, dimana hal tersebut dapat ditandai dengan perilaku seseorang yang memiliki kedudukan atau otoritas yang lebih tinggi, dan memberikan manfaat yang dapat diberikan kepada calon korban  di luar  kampus;Â
(2) Tipe "peran sebagai figur keluarga", yang berusaha membangun hubungan dengan calon korban, seperti orang tua atau pembimbing, baik di luar  kampus maupun jika sudah banyak yang keluar kampus (tempat sepi). Tipe ini paling sering muncul di lingkungan perguruan tinggi;Â
(3) Tipe "berkelompok", yang mengarah ke serangan seksual dengan gejala yang memicu perilaku yang dianggap sebagai anggota baru dari  kelompok tertentu;Â
(4) Tipe "pelecehan di tempat tertutup", yang dilakukan  secara sembunyi-sembunyi di tempat yang sepi, tempat umum, atau kejahatan yang tidak disadari atau direncanakan tanpa  saksi;Â
(5) Tipe "confidante", yang diawali dengan membuat cerita masalah tentang keluarga pelaku untuk mengawal calon korban dan menciptakan simpati dan kepercayaan dari para korban. Setelah itu, pelaku membujuk  korban dan mengajaknya ke situasi di mana dia tidak punya pilihan selain dihibur tentang rasa sakit yang diceritakan korban kepadanya;Â