Mohon tunggu...
Qur Rohman
Qur Rohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ciptakan rasa senang, pastikan anda bisa

Bismillah namsyi ala barakatillah

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis di Media Itu Harus "Laku" Bukan "Baku"

26 Februari 2020   02:00 Diperbarui: 26 Februari 2020   02:37 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sedikit kedengaran lucu bagi anda. Namun ini sangat penting. Menulis di sebuah media sosial itu harus mempertimbangkan "laku". Dalam artian laku dibaca penikmat.

Ini merupakan cerita dari seorang jurnalis yang sedang belajar pada Dahlan Iskan. Laman facebook Firman Guendut.

Laku itu menjadi syarat utama. Tidak hanya asal menulis saja.namun melihat aspek pasar.

Dengan memasukkan kriteria "laku". Kita dibiasakan agar berpikir tentang efisiensi, efektivitas, produktivitas dan selera pasar.

Dalam kompasiana saja kompasianer harus melihat aspek pasar.

Apa yang sedang menjadi trending topik saat ini (terpopuler), artikel mana yang menjadi pilihan editor, topik apa saja yang menjadi pilihan editor, dan artikel apa saja yang baru.

Tidak cukup dengan itu saja, kompasianer harus melihat jumlah pembaca di artikel tersebut, berapa komentarnya, dan berapa rating nya.

Tentunya ini juga menjadi alat untuk mengikuti lomba K-reward yang di selenggarakan kompasiana. Misalnya saja viewnya harus mencapai 3000 pembaca.

Jadi bagi penulis, tulisan yang baku agaknya terbengkalai dalam media sosial. Meskipun tulisannya bagus, kata-katanya baku, dan runtutnya cerita perparagraf. Jika tulisan tersebut tak menjadi Trending Topic hal itu seakan nihil dibaca banyak kompasianer.

Misalnya sekarang lagi ramai tentang 'Banjir Jakarta'. Ia malah membuat tulisan mengenai lumpur lapindo. Itu sangat jauh sekali.

mestinya ia ikuti selera pasar agar jadi topik utama tulisannya tersebut.

Saya yakin salah satu kompasianer ada yang menjadi freelancer (penulis lepas). Tentu kalau tulisannya tak dapat mencapai target. Ia akan kebingungan. Selain itu, juga ada yang menjadikan freelance satu-satunya harapan dalam menafkahi keluarga. Ia hanya duduk santai di depan komputer.

Menafkahi kan membutuhkan uang. Dan salah satu cara untuk mendapat penghasilan adalah dengan membuat publik berduyun-duyun membaca tulisannya. Semakin banyak pembaca, juga semakin banyak hasilnya.

Alhasil, dengan pandai-pandai memikat pembaca maka, kompasianer semakin senang karena tulisannya banyak yang menikmati. Selain itu juga akan mendapat fedback dari hasil karyanya. Kalau tidak demikian. Mungkin ia hanya bisa menggerutu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun