Mohon tunggu...
Qurratul Hilma
Qurratul Hilma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas yang aktif bidang kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mahasiswa Unand Ciptakan Inovasi Kandidat Terapi Intoleransi Laktosa dari Dadiah, Makanan Khas Minangkabau yang Mulai Ditinggalkan

21 Juli 2024   10:18 Diperbarui: 21 Juli 2024   10:21 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: jepretan penulis atau pribadi

Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) dari Universitas Andalas (Unand) tahun 2024 berhasil menemukan kandidat terapi yang menjanjikan bagi para penderita intoleransi laktosa. Mereka menemukan sebuah inovasi yang dinamakan Dadiah AnLac, yaitu kombinasi antara dadiah khas Minangkabau, ekstrak bengkoang, dan juga madu yang terbukti mampu sebagai kandidat terapi intoleransi laktosa. 

Dadiah Anlac merupakan hasil kolaborasi lintas disiplin ilmu dari empat mahasiswa Unand yang didampingi oleh Dr. Dessy Arisanty, S. Si., M. Sc dari Fakultas Kedokteran. Mereka adalah Tasha Nabila Zahra (Pendidikan Dokter 2022), Fitrah Rofifah Hidayah (Pendidikan Dokter 2022), Selly Erwina (Pendidikan Dokter 2022), dan Muhammad Samudra Ilham (Biologi 2023). 

Data epidemiologi intoleransi laktosa yang didapatkan dari hasil riset seorang peneliti dari Chicago Medical School at Rosalind Franklin University of Medicine and Science, bahwasanya prevalensi atau angka kejadian intoleransi laktosa sebesar 65% dari total keseluruhan populasi di dunia. Intoleransi laktosa ini sering ditemukan pada ras Asia dengan prevalensi sebesar 80 – 100%. Intoleransi laktosa sendiri adalah suatu kondisi tubuh seseorang yang mengalami kekurangan enzim laktase yang terdapat di usus halus, sehingga tubuh tidak mampu mencerna laktosa yang dikonsumsi. Laktosa terdapat pada susu dan berbagai produk berbahan susu. 

Tingkat keparahan kondisi ini tergantung dari jumlah enzim yang mampu diproduksi oleh tubuh dan jumlah laktosa yang masuk. Seringkali intoleransi laktosa disamakan dengan alergi susu, padahal kedua kondisi tersebut adalah sesuatu yang berbeda. Walaupun hampir mirip, alergi susu adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi tidak normal terhadap susu ataupun produk turunan susu. Reaksinya dapat muncul sesaat ataupun beberapa jam setelah mengonsumsi susu. 

Tidak hanya dapat menimbulkan gangguan pencernaan seperti muntah dan diare, alergi susu bahkan juga dapat menimbulkan sesak napas dan ruam di kulit penderitanya. Sedangkan, intolerasi laktosa adalah suatu kondisi dimana tubuh penderita mengalami gangguan – gangguan pencernaan, seperti diare, perut kembung, dan mual, setelah mengonsumsi produk yang mengandung laktosa. Gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh intoleransi laktosa biasanya akan reda dalam rentang waktu 30 menit hingga 2 jam. 

Saat ini, ada beberapa pilihan pengobatan untuk kondisi intoleransi laktosa, seperti menghindari konsumsi susu dan juga penggunaan tablet enzim laktase. Namun, pembatasan konsumsi susu dapat mengakibatkan kekurangan nutrisi penting seperti vitamin D, kalsium, dan juga protein. Penggunaan tablet enzim laktase juga memiliki keterbatasan, salah satunya sempitnya jangka waktu fungsi tablet dan keharusan untuk mengonsumsi tablet sebelum memakan makanan yang mengandung laktosa. 

Oleh karena itu, pengobatan intoleransi laktosa melalui penyesuaian mikrobiota usus untuk meningkatkan jumlah bakteri penghasil enzim laktase menggunakan probiotik dinilai potensial. Dari beberapa penelitian klinis yang dilakukan dari tahun 1998 hingga tahun 2019, telah terbukti bahwa probiotik dapat meredakan berbagai gejala gangguan pencernaan akibat intoleransi laktosa. 

Dadiah merupakan salah satu makanan khas Minangkabau yang kaya akan probiotik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh tim PKM-RE Unand, mereka mengusungkan sebuah inovasi yang dinamakan Dadiah AnLac. Dadiah AnLac merupakan suatu sinbiotik atau kombinasi antara probiotik dadiah dan prebiotik ekstrak bengkoang serta madu. 

Dadiah AnLac memiliki potensi sebagai kandidat terapi intoleransi laktosa. Dalam pengujiannya, sinbiotik Dadiah AnLac terbukti dapat menghasilkan enzim laktase. Selain itu, dengan kehadiran Dadiah AnLac ini diharapkan juga dapat melestarikan makanan khas Minangkabau, dimana saat ini konsumsi dadiah mulai banyak ditinggalkan. 

Penelitian lebih lanjut terhadap Dadiah AnLac ini masih perlu dilakukan, seperti pengujian Dadiah AnLac secara in vivo terhadap manusia. Melalui tim PKM-RE Unand, mereka telah membuktikan bahwa dengan adanya kolaborasi mahasiswa antar disiplin ilmu dengan para ahli di bidangnya dapat menghasilkan suatu terobosan baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Hal ini tentu juga dapat menjadi inspirasi bagi anak muda lainnya untuk terus berdampak baik bagi orang – orang di sekitarnya.

Semoga penelitian ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat besar dalam upaya pengobatan intoleransi laktosa. Jika ingin mengikuti perkembangan lebih lanjut dari tim PKM-RE Unand ini, dapat mengunjungi laman instagram @pkmre.dadiahanlac. Melalui instagram tersebut, kita dapat mengetahui berita terbaru mengenai penelitian mereka dan juga dapat mendukung upaya mereka dalam mengobati intoleransi laktosa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun