Mohon tunggu...
QurratuAini S
QurratuAini S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Andalas

Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Play Therapy Untuk Anak Korban Bencana Alam yang Mengalami PTSD

26 Desember 2024   21:58 Diperbarui: 27 Desember 2024   22:07 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam seringkali meninggalkan jejak trauma yang mendalam pada anak-anak, dengan manifestasi yang dapat berkembang menjadi Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berbeda dengan orang dewasa yang dapat mengekspresikan trauma mereka melalui kata-kata, anak-anak membutuhkan pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Play therapy hadir sebagai modalitas intervensi yang efektif dalam membantu anak-anak mengekspresikan dan memproses pengalaman traumatis mereka melalui media yang paling natural bagi dunia anak: bermain. Menurut Landreth (2012), permainan merupakan bahasa alami anak-anak dan media ekspresi diri yang paling efektif bagi mereka dalam mengkomunikasikan pengalaman traumatis.

Dalam konteks penanganan trauma pasca bencana, play therapy menawarkan pendekatan yang komprehensif dan adaptif. Bratton et al. (2013) mengidentifikasi beberapa pendekatan utama dalam play therapy untuk trauma, termasuk directive play therapy yang menggunakan permainan terstruktur dengan tujuan terapeutik spesifik, non-directive play therapy yang memberikan kebebasan pada anak untuk memimpin sesi permainan, dan cognitive-behavioral play therapy yang mengintegrasikan teknik CBT dalam konteks bermain. Masing-masing pendekatan ini memiliki keunikan dan manfaat tersendiri dalam membantu anak-anak memproses trauma mereka.

Efektivitas play therapy dalam menangani PTSD pada anak korban bencana telah didukung oleh berbagai penelitian ilmiah. Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Lin dan Bratton (2015) menunjukkan effect size yang signifikan dalam pengurangan gejala PTSD pada anak-anak yang menerima play therapy. Lebih spesifik lagi, Shen (2017) melaporkan bahwa anak-anak korban gempa bumi yang menerima play therapy menunjukkan penurunan signifikan dalam gejala PTSD, peningkatan kemampuan regulasi emosi, perbaikan dalam fungsi sosial, dan pengurangan masalah perilaku.

Implementasi play therapy pasca bencana memerlukan pendekatan bertahap dan terstruktur. Baggerly dan Jenkins (2009) menguraikan bahwa pada fase awal (0-3 bulan pasca bencana), fokus diberikan pada stabilisasi dan membangun rasa aman melalui permainan yang menenangkan dan aktivitas terstruktur. Pada fase menengah (3-6 bulan), terapi lebih berfokus pada pemrosesan trauma melalui permainan simbolik dan eksplorasi emosi yang lebih dalam. Fase lanjut (6+ bulan) kemudian diarahkan pada integrasi pengalaman traumatis dan penguatan resiliensi.

Dalam konteks Indonesia, penerapan play therapy memerlukan adaptasi kultural yang cermat. Gil (2016) menekankan pentingnya mengintegrasikan permainan tradisional, material yang familiar bagi anak Indonesia, dan bentuk seni lokal dalam proses terapi. Sensitivitas terhadap nilai-nilai keluarga, praktik pengasuhan lokal, dan kepercayaan spiritual juga menjadi pertimbangan penting dalam mengembangkan intervensi yang efektif dan kulturally appropriate.

Keterlibatan keluarga dan komunitas memegang peran krusial dalam keberhasilan play therapy. Green et al. (2018) menggarisbawahi pentingnya melibatkan orangtua melalui psikoedukasi tentang trauma, keterlibatan dalam sesi bermain, dan dukungan untuk implementasi di rumah. Selain itu, pelatihan untuk guru dan pengasuh, serta pengembangan program berbasis sekolah juga menjadi komponen penting dalam menciptakan sistem dukungan yang komprehensif bagi anak-anak korban bencana.

Meskipun play therapy menunjukkan efektivitas yang menjanjikan, beberapa tantangan perlu diatasi dalam implementasinya di Indonesia. Keterbatasan sumber daya, termasuk kurangnya terapis terlatih dan akses terbatas ke layanan, menjadi kendala utama. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi seperti pelatihan terapis lokal, pengembangan material yang cost-effective, dan adaptasi untuk setting kelompok. Dengan pendekatan yang terstruktur dan adaptif, play therapy dapat menjadi modalitas intervensi yang efektif dalam membantu pemulihan anak-anak korban bencana yang mengalami PTSD.

Referensi

1. Landreth, G. L. (2012). Play therapy: The art of the relationship (3rd ed.). Routledge.

2. Bratton, S. C., Ceballos, P. L., & Ferebee, K. W. (2013). The impact of a structured play therapy program on children's physical and emotional well-being. International Journal of Play Therapy, 22(1), 51-63.

3. Lin, Y. W., & Bratton, S. C. (2015). A meta-analytic review of child-centered play therapy approaches. Journal of Counseling & Development, 93(1), 45-58.

4. Shen, Y. J. (2017). Play therapy with traumatized children after natural disasters: A review of the literature. International Journal of Play Therapy, 26(3), 196-206.

5. Baggerly, J., & Jenkins, W. W. (2009). The effectiveness of child-centered play therapy on developmental and diagnostic factors in children following natural disaster. International Journal of Play Therapy, 18(1), 45-55.

6. Gil, E. (2016). Posttraumatic play in children: What clinicians need to know. Guilford Press.

7. Green, E. J., McCormick, N., & Walters, K. (2018). Making play therapy culturally responsive: Applications for working with diverse populations. International Journal of Play Therapy, 27(3), 147-156.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun