Melihat begitu banyak potongan bambu besar tapi pendek tersisa di workshop kami, (lihat tulisan kami http://green.kompasiana.com/penghijauan/2010/11/19/mendadak-bambu/ ) sekaligus miris melihatnya hanya sekedar menjadi bahan bakar saat para crew merasa kedinginan ketika cuaca kota Bandung memang terasa makin membeku, maka timbulah niat untuk memberdayakan potongan-potongan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat. Memang potongan bambu yang tidak beruas (bolong di kedua sisi) seringkali kami anggap kurang bermanfaat, karena selain kurang artistik dari segi tampilan, tidak dapat menghasilkan bunyi khas dan yang pasti dari segi kekuatan dan daya tahan jelas dia akan berkurang karena sudah tidak mempunyai ruas atau buku di kedua sisinya.
[caption id="attachment_77544" align="aligncenter" width="356" caption="Potongan Bambu Besar (Gombong) tetapi Pendek"][/caption]
Setelah putar otak dan akhirnya ketemu beberapa cara untuk memberdayakannya, namun sayangnya dari beberapa cara itu sama sekali tidak ada yang memuaskan kami. Disamping itu karena produksi juga terus berjalan, maka semakin lama sisa-sisa potongan itu makin bertumpuk saja. Tetapi makin kami mencari jalan keluar, kok sepertinya jalan malah makin tertutup. Pusing ...
Ditengah pencarian tersebut, tiba-tiba isteri tercinta melontarkan usul yang cemerlang sekali, "yuk kita bikin nasi bambu!". Wowww... entah dapat contekan darimana, tetapi kami rasa gagasan itu memang te-o-pe-be-ge-te alias top banget. Dan karena kebetulan dia juga memang ratu-nya dalam urusan mempersiapkan isi perut, maka kami yakin dan percaya bahwa realisasi ide ini bakal berjalan lancar.
Walaupun mungkin tidak orisinil tapi kami yakin pula bahwasanya ide tersebut bakal menambah wawasan kami dalam mengeksplor bambu, sebagai material alam yang super sekaligus ramah dan bersahabat dengan alam ini. Selain sebagai bahan untuk seni kerajinan, pembuatan alat-alat rumah tangga, dekorasi pesta, landscapping bahkan arsitektural ternyata kami bakalan merambah satu bidang lagi, yaitu kuliner (walaupun memang sudah ada rebung/ bambu muda yang memang digunakan dalam berbagai makanan).
Karena memang hanya sekedar menjadi penikmat saja dan terus terang agak sedikit bodoh dalam hal persiapan penyajian masakan, maka saya hanya bisa membantu dengan cara " jeprat-jepret" pendokumentasian (yang seringkali malah dianggap mengganggu he...he...) :
[caption id="attachment_77547" align="aligncenter" width="354" caption="Membersihkan Bambu"]
Dan setelah diuji cobakan pada anggota keluarga dan beberapa rekan dekat, ternyata tanggapan yang kami terima positif sekali, dengan disertai berbagai masukkan yang membangun maka hal itu membuat kami makin berani untuk bereksplorasi. Setelah beberapa kali kami melakukan inovasi dalam hal bumbu, isi serta topping dan selalu mendapat tanggapan yang lumayan baik, maka rasanya telah tibalah saatnya bagi kami untuk go public.
Dalam sebuah pameran berskala kecil baru-baru ini yang kami ikuti, selain seperti biasanya kami memamerkan barang-barang bambu hasil eksplorasi kami, maka kamipun memberanikan diri juga untuk menyertakan nasi bambu sebagai pelengkap display kami. Disamping keterbatasan tenaga dan juga memang sifatnya coba-coba, maka saat itu kami hanya membuat 30 buah saja nasi bambu dengan topping bawang goreng dan isi telur puyuh plus ayam bumbu bali. Dikemas dalam besek beralas daun pisang lengkap dengan lalapan dan sambal pedasnya. Kami juga mempersiapkan paper bag dengan recycle paper bagi mereka yang mungkin ingin membawa pulang dan menyantapnya di rumah (back to nature concept). [caption id="attachment_77568" align="aligncenter" width="300" caption="Nasi Bambu in Action"]
Hasilnya ? ... Luar biasa ! Hanya dalam tempo sekejap 30 buah nasi bambu itu tandas tak bersisa, dan sayangnya kami mengecewakan banyak orang yang kurang beruntung, dan tidak berkesempatan merasakan sensasi kenikmatan bambu yang super itu. Sebab menurut mereka aroma bambu yang ada dalam nasi semakin membangkitkan selera makan mereka dan makin membuat nasi terasa lebih gurih. Banyak pula yang bertanya-tanya kepada kami tentang proses pembuatannya, dan untuk sekejap rasanya kami telah menjadi seorang pakar kuliner.
Bahkan ada seorang ibu yang segera mengajukan penawaran pada kami untuk membuatkan nasi bambu dalam jumlah banyak untuk memenuhi konsumsi sebuah kegiatan pertemuan/seminar yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat. Tetapi sayangnya, kami tidak mungkin dapat memenuhi keinginan tersebut karena untuk sementara ini kami memang merasa belum mampu untuk mengerjakan ide ini secara lebih profesional. Disamping keterbatasan waktu juga sumber daya dan peralatan memang belum menunjang sama sekali.