Mohon tunggu...
Rina Rahma
Rina Rahma Mohon Tunggu... Administrasi - Personal Blog

Menjelajah ruang dan waktu dengan kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prinsip Hidup Suku Baduy dengan Kesederhaannya

5 Oktober 2023   12:28 Diperbarui: 5 Oktober 2023   13:11 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kang Naldi [Foto: koleksi pribadi]

Suku Baduy adalah salah satu suku pedalaman yang ada di Indonesia, merupakan sekelompok masyarakat adat Sunda di pedalaman Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Suku baduy terbagi menjadi dua kelompok yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar (Suku Baduy Luar adalah mereka yang telah keluar dari adat istiadat Baduy Dalam) dikenal juga sebagai "Urang Kanekes" atau "Urang Cibeo" mengacu pada nama kampung tempat mereka tinggal . Suku ini belum terpengaruh modernisasi terutama Suku Baduy Dalam. Masih memegang teguh prinsip-prinsip hidup yang diajarkan oleh para leluhurnya.

Banyak orang berpikir kalau Suku Baduy terbelakang dan menakutkan. Jika belum pernah bertemu dan mengenal mereka, saya pun pastinya akan berpikir seperti itu, apalagi suku pedalaman kerap dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat mistis. Saat ini pemukiman Suku Baduy kerap menjadi tujuan wisata bagi mereka yang ingin tau lebih dalam tentang kehidupan suku ini. Karena penasaran saya memutuskan untuk berkunjung ke Suku Baduy ini untuk lebih mengenal budaya mereka.

Saya berkunjung ke Suku Baduy selama 2 hari 1 malam, selama perjalanan saya ditemani oleh salah seorang Suku Baduy Dalam. Kang Naldi menjadi pemandu saya selama saya menjelajah kawasan ini. Memulai perjalanan dari pintu masuk Desa Ciboleger, melewati kawasan Suku Baduy Luar sampai akhirnya langkah kaki tiba di kawasan Suku Baduy Dalam, Desa Cibeo di tempuh sekitar 5 jam perjalanan dan dalam kondisi hujan, perjalanan yang luar biasa harus saya tempuh.

Kang Naldi [Foto: koleksi pribadi]
Kang Naldi [Foto: koleksi pribadi]

Sesampainya di perkampungan Baduy Dalam, saya di ijinkan menginap di rumah orang tuanya Kang Naldi, ditempat ini sudah dipastikan tidak ada penerangan dari listrik, hanya mengandalkan cahaya dari lampu minyak ataupun senter yang saya bawa, selain ada larangan mengambil Foto dari mulai memasuki kawasan Baduy Dalam, saya juga di larang mendekati kediaman kepala Suku Baduy (Pu'un). Saya mencoba mengikuti semua aturannya tanpa banyak bertanya.

Sepanjang perjalanan saya banyak mengobrol dengan Kang Naldi, bahkan saya mencoba mengobrol dengan dialek bahasa mereka. Perjalanan panjang pun menjadi tidak begitu terasa. Saya banyak bertanya tentang filosofi hidup yang mereka anut, bagi saya sangat menarik untuk di gali lebih dalam.

Mengawali obrolan, saya bertanya kenapa mereka tidak memakai sandal atau alas kaki, Kang Naldi hanya menjawab kalau itu dilarang tanpa menjelaskan lebih lanjut alasannya. Sayapun mencoba menawarkan sandal yang saya pakai untuk diberikan padanya, apakah itu boleh, katanya kalau memberi boleh saja, paling nanti sandalnya saya gantung di rumah, saya hanya tersenyum saja mendengar jawabannya.

Saya bertanya apakah Kang Naldi sudah menikah, jawabnya sudah menikah punya anak satu.

Saya                : Berapa rata-rata usia menikah Suku Baduy?

Kang Naldi     : Untuk laki-laki 17 tahun, untuk perempuannya 13 tahun

Saya                : Bobogohan heula henteu kang? (Pacaran dulu nggak kang?)

Kang Naldi     : Henteu di jodohkeun, haram bobogohan mah (Tidak, di jodohkan, haram kalau    

                          pacaran)

Kenapa mereka masih muda sudah diharuskan menikah. Hal ini untuk mencegah mereka melakukan yang tidak-tidak secara seksual.

Ada pertanyaan menggelitik yang tidak terjawab karena saya tidak berani bertanya, ketika sampai di rumah Kang Naldi, bentuk rumah ini tanpa sekat, dari mulai dapur, ruang tamu bahkan kamar, lalu bagaimana caranya mereka melakukan aktivitas seksual sementara Kang Naldi dan istri masih tinggal bersama orang tua dan belum dibuatkan rumah secara terpisah. Rumah adat mereka terbuat dari kayu dan bambu.

Disini juga ada larangan penggunaan sabun mandi dan pasta gigi. Apakah mereka hanya mandi dengan air saja, tentu tidak. Kecombrang atau honje menjadi pengganti sabun mandi, seperti yang kita tahu, kecombrang ini wangi, sehingga bisa memberikan kesegaran ke badan kita. Sirih digunakan sebagai pengganti pasta gigi.

Kenapa semua itu dilarang, karena mereka tahu sabun dan bahan kimia bisa merusak alam. Tidak perlu kampanye Greenpeace untuk menyadarkan mereka pentingnya kelestarian alam, kita harus belajar dari mereka.

Leuit atau lumbung padi [Foto: koleksi pribadi]
Leuit atau lumbung padi [Foto: koleksi pribadi]

Sepanjang perjalanan terbentang lahan yang cukup luas, cara memanam padi mereka adalah diatas bukit secara kering, dikenal dengan istilah huma, tidak sama dengan sistem yang biasa kita pakai dalam menanam padi dengan aliran air. Leuit atau lumbung merupakan pertahanan pangan Suku Baduy. Mereka akan menyimpan hasil panennya di rumah yang di sebut Leuit.

Meski banyak lahan yang terbentang luas, tidak ditemukan area pemakaman satupun. Saya mempertanyakan hal ini kepada Kang Naldi, ternyata orang yang meninggal di sini dimakamkan ditanah keluarga masing-masin, tidak ada tanda mewah untuk kuburan. Acara kematian hanya diperbolehkan selama 7 hari dan tidak boeh diratapi secara berlebihan. Prinsip mereka orang yang sudah meninggal akan kembali menjadi tanah, tidak ada guna meratapinya. Setelahnya kuburan akan difungsikan kembali sebagai lahan olahan mereka.

Setelah berinteraksi dengan mereka, saya melihat begitu sederhananya prinsip hidup yang mereka pegang. Kalau kamu berkunjung kesana jangan lupa untuk mempelajari filosopi hidup Suku Baduy ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun