Sukabumi masih menyimpan destinasi yang tersembunyi. Kali ini kami dari komunitas Zona Alam Sukabumi memulai perjalanan dari kawasan Manglid Cidahu menuju air terjun tak bernama untuk mengibarkan sang saka merah putih bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus.
Memaknai kemerdekaan bukan berarti kita bisa semena-mena sekalipun terhadap alam, hutan dan rimba. Menjaga kelestariannya adalah salah satu bentuk kemerdekaan yang hakiki. Bukankah alam semesta juga berhak untuk merasakan kemerdekaanya? Merdeka dari tangan-tangan yang kerap merusak mereka dengan banyak dalih. Merdeka untuk bisa memberikan masa depan lebih baik untuk kelangsungan hidup manusia.
Ini adalah perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan. Dua jam perjalanan dengan berjalan kaki harus kami tempuh dalam satu arah perjalanan. Dimulai dengan menyusuri pematang sawah dan mulai membelah hutan rimba hingga menyusuri sungai.
Tebing juram adalah jalur pertama yang harus kami lalui, dengan kondisi hutan hujan tropis yang sangat khas. Kiri kanan ditumbuhi tanaman berduri akasia yang bisa melukai, Jalur yang kadang tidak terlihat karena tertutup dedaunan yang sudah kering. Ekstra hati-hati adalah hal yang perlu kami ingatkan jika kamu ingin mengunjungi tempat ini.
Setengah perjalanan menembus belantara hutan dengan pepohonan kiri kanan, kami masih harus mengikuti jalur susur sungai. ini adalah perjalanan yang harus kami lalui dengan menyusuri sungai untuk sampai di air terjun pertama, air terjun dengan ketinggian hanya 3 meter saja.
Ini adalah akses untuk menuju air terjun yang menjadi tujuan kami. Dari sini kami masih harus menaiki tebing dipinggir air terjun dengan bantuan tali, pastikan kamu membawa pemandu yang berpengalaman demi keamanan jika ingin mencoba jalur ini.
Setelah berhasil naik kami melanjutkan perjalanan dengan jalur hutan kembali, Jalur yang kami lalui ini sedikit lebih terjal dari yang pertama dikarenakan ada beberapa jalur menurun yang cukup menukik, bahkan disalah satu jalur kami harus kembali menggunakan tali untuk turun. Setelah jalur terjal berhasil kami lalui suara air terjun pun sudah terdengar.
Tetapi kami masih harus menyusuri sungai kembali sampai akhirnya kami benar-benar sampai di tujuan.
Air terjun yang masih tersembunyi dan tak bernama, orang -orang yang pernah sampai di tempat ini menamai air terjun ini dengan namanya masing-masing. Ada yang menamai curug kenanga, curug cempaka dan kami menyebutnya curug pilar. Pilar mempunyai arti kata tiang penyangga agar bisa berdiri kokoh.
Seperti yang terlihat air terjun ini berdiri kokoh dengan ketinggian 70 meter membentang membelah belantara hutan, menyemburkan airnya dengan penuh keindahan.
Seperti halnya negara kita Indonesia dengan pilar kebangsaannya yaitu Pancasila, semoga semakin kuat dan jaya di masa depan sebagai bangsa yang kokoh dengan peradaban yang besar.
“Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!” – Bung Karno
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H