Hugo
“Je, Je ayo bangun!!! ayo bangun!!!” kata ibu kepada Je yang masih tertidur pulas di
atas tempat tidurnya. “Aahh ibu ganggu saja tidurku, aku masih sangat capek bu, nanti saja
lah” kata Je yang masih tidur setengah sadar di atas kasurnya. “Ayo bangun Je, sudah jam
setengah 4 ini, nanti kamu dimarahin Saboeum* (pelatih Taekwondo dalam bahasa Korea)
lo.” Je pun akhirnya bangun dalam keadaan yang masih sangat mengantuk. Lalu ibu
menyiapkan Dobok (pakaian Taekwondo) dan perlengkapan serta segelas susu di atas meja
makan. Pakdhe Rubiman sudah datang untuk menjemput Je berangkat ke tempat latihan.
Setelah mencuci muka, mengenakan Dobok dan meminum segelas susu, Je berangkat ke
tempat latihan.
“Prok!!! Prok!!! Prok!!! Ayo - ayo - ayo - semua baris sesuai dengan tingkatan
sabuknya, kita akan memulai latihan pada hari ini” suara tepuk tangan dan teriakan dari
Saboeum Maklon memanggil para muridnya untuk berkumpul dan memulai latihan. Je
meminum sedikit air putih dan berbaris di tingkatan sabuk merah, karena Je sudah sabuk
merah. Je baris di barisan depan dan diikuti teman-temannya yang masih mengenakan sabuk
putih, kuning, hijau dan biru. Latihan kali ini dibagi menjadi 2 yaitu latihan reguler dan
latihan atlet, dan Je masuk ke latihan atlet.
Seperti biasanya, latihan atlet wajib menggunakan Hugo yang dipasang di badan
menutupi dada dan perut untuk menjaga keamanan area tersebut saat tendang-tendangan.
“Aduh capek banget aku” kata Je dalam hatinya sambil ngos-ngosan. “Perutku sudah mulai
sakit karena tendangan, capek banget aku huftt…. Tapi latihan belum selesai Je, ayo dipaksa
sedikit lagi, nanti hasilnya akan lebih baik.” Ucap Je yang sudah lelah tetapi masih harus
menyelesaikan tanggung jawabnya menjadi seorang atlet. Bersama dengan teman-teman
semua, Je melanjutkan latihannya dengan nafas yang sudah ngos-ngosan tetapi tetap
bersemangat. “ Yak…!!! semuanya silahkan minum dulu sambil menggunakan alat lengkap
mulai dari ujung kepala sampai bawah kaki, kita akan coba sparing” kata Saboeum Maklon
kepada para atletnya.
Je mulai mengenakan peralatan lengkap mulai dari pelindung tangan dan kaki,
pelindung kemaluan, sampai pelindung gigi dan kepala. Saat nomer urutan Je dipanggil, Je
dan pasangannya masuk ke lapangan untuk sparing. Semua teknik counter-attack yang
diajarkan saat latihan dipraktekkan oleh Je dan pasangannya. Akan tetapi, saat waktu sparing
hampir berakhir Je kehilangan keseimbangan dan tiba-tiba Je terjatuh. Je mengeluh siku kiri
tidak bisa digerakkan. Je teriak “Aduh... (sambil menahan sakit).” Saboeum mendekati Je dan
menyatakan harus dilarikan ke rumah sakit karena kemungkinan patah tulang.
Je langsung dibawa ke rumah sakit oleh salah satu orang tua atlit. Sesampainya di
rumah sakit, Je langsung masuk ke IGD. Tidak lama kemudian, ibu Je datang dan
menenangkan Je supaya tidak panik. Dokter meminta supaya Je dirawat di rumah sakit
terlebih dahulu dan meminta untuk segera mencarikan kamar untuk persiapan operasi. Je
masuk ke ruang perawatan bersama dengan ibu. Je bertanya kepada ibu sambil menangis “Bu,
apakah aku baik-baik saja? Ini lenganku bagaimana?”. “Tenang Je, namanya juga kecelakaan,
minta pertolongan sama Tuhan Yesus supaya besok operasi lancar” jawab ibu. Je beristirahat
dengan tetesan air mata di pipinya dan harus menahan rasa sakit di lengan kiri.
Esoknya, Je tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berbaring serta berpasrah kepada
Tuhan menunggu jam 13.00 WIB untuk dibawa ke ruang operasi. Sesampai di ruang operasi,
dokter bertanya kepada Je “Bagaimana Je apakah sudah siap?” Je hanya mengangguk-
anggukan kepala. Lalu dokter bicara kepada ibu Je bahwa akan segera dilakukan tindakan
operasi. Ibu Je mempercayakan semua kepada dokter. Akhirnya dokter bersama para perawat
membawa Je masuk ke dalam ruang operasi untuk dilakukan tindakan operasi pasang PEN.
Tangan Je dipasang PEN selama kurang lebih 6 bulan. Selama tangan Je dipasang
PEN, Je tidak diizinkan Sabeoum Maklon untuk mengikuti latihan Taekwondo. Je pun merasa
sedih, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah 3 bulan lamanya, gendongan tangan
dan gips spaleg diizinkan untuk dilepas oleh dokter. Ketika dilepas, tangan Je sangat kaku.
Tangan Je tidak bisa lurus, karena selama kurang lebih 3 bulan lamanya tangan Je hanya
ditekuk dan digendong. Kata dokter, Je harus berusaha untuk meluruskan tangannya supaya
tidak terjadi kontraktur otot pada siku kirinya. “Memang harus sakit, tapi kalau nanti sudah
terlanjur kontraktur, tidak bisa lagi diluruskan,” kata dokter kepada Je.
Je takut dengan apa yang dikatakan oleh dokter. Je pun berusaha sekuat tenaga supaya
otot-ototnya kembali pulih lagi dan lengan kirinya bisa bergerak aktif kembali. Je meluruskan
lengan dengan mengangkat barbel, fisioterapi ke rumah sakit dan berenang. Walaupun sakit
sekali pada saat itu, Je tetap semangat supaya tangannya pulih kembali. Dua bulan berlalu, Je
kontrol ke dokter dan dokter memutuskan Je kembali operasi untuk angkat PEN.
Bulan depan, ada pertandingan tingkat nasional. Je diberi kesempatan oleh Saboeum
Maklon untuk mengikutinya. Je juga tidak yakin akan kemampuan fisiknya untuk mengikuti
kejuaraan karena satu tahun vakum mengikuti latihan Taekwondo. Tetapi, Je memberanikan
diri untuk memasang Hugo di dadanya kembali. Je kembali berlatih dengan keras,
menurunkan berat badan, melatih kekuatan dan kecepatan kaki. Je kembali harus merasakan
sakitnya badan ketika ditendangi oleh teman-temannya demi kepercayaan yang diberikan oleh
Saboem kepadanya. Je tidak menyerah.
Hugo dan perlengkapan lain sudah siap di badan, Je turun dari tribun dan bersiap-siap
bertanding menghadapi lawan. Tak disangka bahwa Je ternyata harus melewati 3 partai
pertandingan. Partai pertama Je menang, dilanjutkan dengan partai kedua dengan lawan yang
lebih berat. Tuhan masih berpihak pada Je. Akhirnya Je masuk ke babak final. Rasa takut
kembali muncul, karena harus menghadapi lawan yang semakin berat. Je ditemani oleh
Saboeum Maklon yang saat itu menjadi coach masuk ke lapangan. Saboeum berkata kepada
Je, “Je, kamu mainnya santai saja ya, biarkan musuh dulu yang menyerang kamu, begitu
musuhmu capek, jangan kasih ampun!.” “Siap Saboeum!” kata Je dengan semangat.
“Chung, Hong” suara wasit memanggil Je dan lawannya. Je masuk ke lapangan
dengan percaya diri dan berserah kepada Tuhan. Je bertanding dengan sekuat tenaga,
menggunakan Hugo untuk melindungi tubuhnya. Semua yang dikatakan Saboeum Maklon
diikutinya. Rasa sakit di badan, kepala, tangan, kaki tidak dirasakan demi tekad dan target
harus dilampaui. Waktu habis dan tangan wasit menunjuk kepada Je. Je melihat skor dan Je
Menang!
Je pun langsung bersujud di tengah lapangan dan membuat tanda salib. Je memeluk
lawannya dan memberi hormat kepada coach lawan. Akhirnya Je dikalungi medali emas.
Terimakasih Hugo!!!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H