Mohon tunggu...
Joseph QuathinoPW
Joseph QuathinoPW Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Jose

Seminaris tahun kedua di Seminari Mertoyudan, Magelang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hugo

5 April 2022   10:14 Diperbarui: 5 April 2022   10:25 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hugo


“Je, Je ayo bangun!!! ayo bangun!!!” kata ibu kepada Je yang masih tertidur pulas di

atas tempat tidurnya. “Aahh ibu ganggu saja tidurku, aku masih sangat capek bu, nanti saja

lah” kata Je yang masih tidur setengah sadar di atas kasurnya. “Ayo bangun Je, sudah jam

setengah 4 ini, nanti kamu dimarahin Saboeum* (pelatih Taekwondo dalam bahasa Korea)

lo.” Je pun akhirnya bangun dalam keadaan yang masih sangat mengantuk. Lalu ibu

menyiapkan Dobok (pakaian Taekwondo) dan perlengkapan serta segelas susu di atas meja

makan. Pakdhe Rubiman sudah datang untuk menjemput Je berangkat ke tempat latihan.

Setelah mencuci muka, mengenakan Dobok dan meminum segelas susu, Je berangkat ke

tempat latihan.

“Prok!!! Prok!!! Prok!!! Ayo - ayo - ayo - semua baris sesuai dengan tingkatan

sabuknya, kita akan memulai latihan pada hari ini” suara tepuk tangan dan teriakan dari

Saboeum Maklon memanggil para muridnya untuk berkumpul dan memulai latihan. Je

meminum sedikit air putih dan berbaris di tingkatan sabuk merah, karena Je sudah sabuk

merah. Je baris di barisan depan dan diikuti teman-temannya yang masih mengenakan sabuk

putih, kuning, hijau dan biru. Latihan kali ini dibagi menjadi 2 yaitu latihan reguler dan

latihan atlet, dan Je masuk ke latihan atlet.

Seperti biasanya, latihan atlet wajib menggunakan Hugo yang dipasang di badan

menutupi dada dan perut untuk menjaga keamanan area tersebut saat tendang-tendangan.

“Aduh capek banget aku” kata Je dalam hatinya sambil ngos-ngosan. “Perutku sudah mulai

sakit karena tendangan, capek banget aku huftt…. Tapi latihan belum selesai Je, ayo dipaksa

sedikit lagi, nanti hasilnya akan lebih baik.” Ucap Je yang sudah lelah tetapi masih harus

menyelesaikan tanggung jawabnya menjadi seorang atlet. Bersama dengan teman-teman

semua, Je melanjutkan latihannya dengan nafas yang sudah ngos-ngosan tetapi tetap

bersemangat. “ Yak…!!! semuanya silahkan minum dulu sambil menggunakan alat lengkap

mulai dari ujung kepala sampai bawah kaki, kita akan coba sparing” kata Saboeum Maklon

kepada para atletnya.

Je mulai mengenakan peralatan lengkap mulai dari pelindung tangan dan kaki,

pelindung kemaluan, sampai pelindung gigi dan kepala. Saat nomer urutan Je dipanggil, Je

dan pasangannya masuk ke lapangan untuk sparing. Semua teknik counter-attack yang

diajarkan saat latihan dipraktekkan oleh Je dan pasangannya. Akan tetapi, saat waktu sparing

hampir berakhir Je kehilangan keseimbangan dan tiba-tiba Je terjatuh. Je mengeluh siku kiri

tidak bisa digerakkan. Je teriak “Aduh... (sambil menahan sakit).” Saboeum mendekati Je dan

menyatakan harus dilarikan ke rumah sakit karena kemungkinan patah tulang.

Je langsung dibawa ke rumah sakit oleh salah satu orang tua atlit. Sesampainya di

rumah sakit, Je langsung masuk ke IGD. Tidak lama kemudian, ibu Je datang dan

menenangkan Je supaya tidak panik. Dokter meminta supaya Je dirawat di rumah sakit

terlebih dahulu dan meminta untuk segera mencarikan kamar untuk persiapan operasi. Je

masuk ke ruang perawatan bersama dengan ibu. Je bertanya kepada ibu sambil menangis “Bu,

apakah aku baik-baik saja? Ini lenganku bagaimana?”. “Tenang Je, namanya juga kecelakaan,

minta pertolongan sama Tuhan Yesus supaya besok operasi lancar” jawab ibu. Je beristirahat

dengan tetesan air mata di pipinya dan harus menahan rasa sakit di lengan kiri.


Esoknya, Je tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berbaring serta berpasrah kepada

Tuhan menunggu jam 13.00 WIB untuk dibawa ke ruang operasi. Sesampai di ruang operasi,

dokter bertanya kepada Je “Bagaimana Je apakah sudah siap?” Je hanya mengangguk-

anggukan kepala. Lalu dokter bicara kepada ibu Je bahwa akan segera dilakukan tindakan

operasi. Ibu Je mempercayakan semua kepada dokter. Akhirnya dokter bersama para perawat

membawa Je masuk ke dalam ruang operasi untuk dilakukan tindakan operasi pasang PEN.


Tangan Je dipasang PEN selama kurang lebih 6 bulan. Selama tangan Je dipasang

PEN, Je tidak diizinkan Sabeoum Maklon untuk mengikuti latihan Taekwondo. Je pun merasa

sedih, bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Setelah 3 bulan lamanya, gendongan tangan

dan gips spaleg diizinkan untuk dilepas oleh dokter. Ketika dilepas, tangan Je sangat kaku.

Tangan Je tidak bisa lurus, karena selama kurang lebih 3 bulan lamanya tangan Je hanya

ditekuk dan digendong. Kata dokter, Je harus berusaha untuk meluruskan tangannya supaya

tidak terjadi kontraktur otot pada siku kirinya. “Memang harus sakit, tapi kalau nanti sudah

terlanjur kontraktur, tidak bisa lagi diluruskan,” kata dokter kepada Je.


Je takut dengan apa yang dikatakan oleh dokter. Je pun berusaha sekuat tenaga supaya

otot-ototnya kembali pulih lagi dan lengan kirinya bisa bergerak aktif kembali. Je meluruskan

lengan dengan mengangkat barbel, fisioterapi ke rumah sakit dan berenang. Walaupun sakit

sekali pada saat itu, Je tetap semangat supaya tangannya pulih kembali. Dua bulan berlalu, Je

kontrol ke dokter dan dokter memutuskan Je kembali operasi untuk angkat PEN.


Bulan depan, ada pertandingan tingkat nasional. Je diberi kesempatan oleh Saboeum

Maklon untuk mengikutinya. Je juga tidak yakin akan kemampuan fisiknya untuk mengikuti

kejuaraan karena satu tahun vakum mengikuti latihan Taekwondo. Tetapi, Je memberanikan

diri untuk memasang Hugo di dadanya kembali. Je kembali berlatih dengan keras,

menurunkan berat badan, melatih kekuatan dan kecepatan kaki. Je kembali harus merasakan

sakitnya badan ketika ditendangi oleh teman-temannya demi kepercayaan yang diberikan oleh

Saboem kepadanya. Je tidak menyerah.


Hugo dan perlengkapan lain sudah siap di badan, Je turun dari tribun dan bersiap-siap

bertanding menghadapi lawan. Tak disangka bahwa Je ternyata harus melewati 3 partai

pertandingan. Partai pertama Je menang, dilanjutkan dengan partai kedua dengan lawan yang

lebih berat. Tuhan masih berpihak pada Je. Akhirnya Je masuk ke babak final. Rasa takut

kembali muncul, karena harus menghadapi lawan yang semakin berat. Je ditemani oleh

Saboeum Maklon yang saat itu menjadi coach masuk ke lapangan. Saboeum berkata kepada

Je, “Je, kamu mainnya santai saja ya, biarkan musuh dulu yang menyerang kamu, begitu

musuhmu capek, jangan kasih ampun!.” “Siap Saboeum!” kata Je dengan semangat.


“Chung, Hong” suara wasit memanggil Je dan lawannya. Je masuk ke lapangan

dengan percaya diri dan berserah kepada Tuhan. Je bertanding dengan sekuat tenaga,

menggunakan Hugo untuk melindungi tubuhnya. Semua yang dikatakan Saboeum Maklon

diikutinya. Rasa sakit di badan, kepala, tangan, kaki tidak dirasakan demi tekad dan target

harus dilampaui. Waktu habis dan tangan wasit menunjuk kepada Je. Je melihat skor dan Je

Menang!


Je pun langsung bersujud di tengah lapangan dan membuat tanda salib. Je memeluk

lawannya dan memberi hormat kepada coach lawan. Akhirnya Je dikalungi medali emas.

Terimakasih Hugo!!!



***


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun