Ketika aku duduk di bangku SD dulu, ibu guruku pernah menegur muridnya karena melihat sampah yang berserakan di halaman sekolah. Padahal, guruku telah menyiapkan beberapa tempat sampah agar sekolah tetap terlihat bersih dan rapi.
Selain guruku yang bisa menegur, dinding sekolahku pun dulu seakan ikut berbicara. Tulisan di dinding sekolah tentang jagalah kebersihan dan buanglah sampah pada tempatnya seakan ikut mengintai murid yang ingin buang sampah sembarangan.
Namun setelah 15 tahun lulus dari SD itu, hari ini aku menemukan kisah nyata yang ada di luar sekolahku.
Pagi tadi ketika aku nemeriksakan diri ke klinik kesehatan. Aku membawa sekantong sampah dari rumah, kebetulan sampah kering.
Namun sepanjang perjalanan menuju klinik, aku belum menemukan tempat sampah. Hingga akhirnya sampai di tempat tujuan persisnya di halaman parkir, aku melihat ada tempat sampah yang masih kosong, rencananya sampah yang aku bawa tadi ingin aku buang di situ.
Akan tetapi, belum sempat aku buang, tukang parkir melarangku untuk membuangnya. Dengan kasar, ia bilang kalau di sini penjaga kebersihan dibayar dan tempat ini juga bukan TPS.
Aku setuju kalau ini bukan TPS dan penjaga kebersihan memang harus dibayar. Tapi melarangku membuang sampah di tempatnya itu sulit untukku terima.
Dari pada aku berdebat dengan tukang parkir akhirnya sampah tadi kucantolkan lagi di motorku.
Aku heran, buang sampah sembarangan ditegur guru, buang sampah di tempatnya ditegur tukang parkir yang ganteng.
Aku yakin kalau tukang parkir tadi sekolah dan memperhatikan apa yang disampaikan guru, ia tidak akan menegurku demikian. Apalagi jadi tukang parkir seperti sekarang ini, mustinya ia sudah jadi Menteri Lingkungan Hidup atau menjadi Presiden.
Begitulah perjalananku ketika berurusan dengan sampah hari ini. Semoga besok lingkungan kita kian rapi dan bersih seperti yang dicita-citakan guruku. Terimakasih guru.