Mohon tunggu...
Qory Firdan Kurniawan
Qory Firdan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN, Content Creator

Belajar, berbagi dan memberi manfaat!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tahu Tempe Melambung, Siapa Diuntung?

22 Februari 2022   11:40 Diperbarui: 23 Februari 2022   08:20 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor (22/2) - Setelah minyak goreng, kisruh di pasar dalam negeri kembali ramai oleh harga tahu dan tempe yang melambung dan banyak dikeluhkan masyarakat. Dan kini di pasarpun tahu dan tempe langka. Harga tempe dikonsumen saat ini mencapai Rp 8.000 dari harga normalnya Rp 5.000 per kepingnya, sedangkan tahu dijual pada harga Rp10.000 dari harga normalnya Rp 9.000 per bungkus. Hal tersebut karena harga bahan baku tahu dan tempe yaitu kacang kedelai impor yang naik dari Rp 9.500 sampai Rp 10.000 per kilogram menjadi Rp 12.000 per kilogramnya.

Pertanyaan yang jarang disampaikan adalah, mengapa tempe dan tahu seolah-olah menjadi "makanan pokok" sebagian besar masyarakat. Padahal bahan baku tempe yaitu kacang kedelai berasal dari negara lain (impor). Dan kini seiring berjalannya waktu komoditas impor tersebut telah menumbuhkan perekonomian hingga masyarakat ekonomi paling bawah.

Namun, apakah jika dihitung lebih rinci dengan bahan baku impor tersebut akan menguntungkan perekonomian Indonesia?. Dengan ketergantungan bahan baku impor, maka komoditas tersebut akan sangat mudah dimainkan baik harga maupun stoknya oleh negara pengekspor. Sebenarnya siapa yang diuntungkan?

Apa lagi saat kondisi pandemi seperti ini, "makanan pokok" yang kebutuhannya tergantung dari negara lain tentunya kurang arif bagi perekonomian dan kemandirian pangan nasional. Sementara program pemerintah dalam memproduksi kedelai secara mandiri, masih membutuhkan waktu agar jumlah, harga dan kualitas yang dihasilkan dapat menggantikan kedelai impor. 

Sebenarnya Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno pernah mengingatkan agar kita jangan menjadi bangsa tempe (tergantung pada pangan impor).

"Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."

Jumlah Impor Kedelai

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) lewat katadata.co.id, impor pada tahun 2018 sebanyak 2,6 juta ton, 2019 sebesar 2,7 juta ton dan pada th 20020 sebanyak 2,5 juta ton atau sebesar 86,4% kebutuhan kedelai masih disuplai dari negara lain (impor). Diplomasi dan sistem perdagangan juga politik telah menggiring bahan baku impor tersebut menjadi makanan yang sangat digandrungi oleh masyarakat, menjadi "bahan pokok" bahkan makanan khas Indonesia dan beberapa daerah.

Selanjutnya data BPS tersebut juga menyebutkan bahwa konsumsi tahu dan tempe per kapita di Indonesia sudah sangat merakyat, yaitu dalam sepekan rata-rata pada th 2019 sebesar 0.15 kg untuk tahu, sedangkan tempe sebesar 0.14 kg per kapita.

Kegoncangan harga tahu dan tempe yang saat ini sedang terjadi, menyebabkan keresahan tersendiri di masyarakat. Banyak yang melakukan demonstrasi, mogok produksi bahkan turut mempengaruhi komunikasi di tingkat politik. Sebuah kondisi yang patut kita cermati dari sebuah komoditas pangan impor.

Menurut Kementerian Perdagangan melalui suaramerdeka.com, kenaikan bahan baku kedelai impor dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama adalah naiknya harga kedelai impor yang disinyalir akibat adanya kenaikan inflasi di negara produsen yang berdampak pada kenaikan harga masukan produksi, terjadi kekurangan tenaga kerja, kenaikan biaya sewa lahan, dan ketidakpastian cuaca di negara produsen.

Kedua, saat ini negara-negara eksportir kedelai tengah dihantam fenomena alam El Nina. Hal tersebut membuat curah hujan di Argentina dan sejumlah kawasan Amerika Selatan lainnya mengalami curah hujan tinggi sehingga membuat produksi kedelai terhambat.

Ketiga, yaitu adanya kebijakan baru China terkait pakan ternak, dimana pemerintah China dikabarkan meningkatkan pembelian kedelai impor guna memenuhi kebutuhan pakan ternak dari negara-negara importir kedelai.

Ilustrasi petugas Karantina Pertanian temukan belasan kontainer kedelai impor dari Amerika membawa hama ngengat (10/17). Sumber : kilas9.com
Ilustrasi petugas Karantina Pertanian temukan belasan kontainer kedelai impor dari Amerika membawa hama ngengat (10/17). Sumber : kilas9.com

Mengapa Harus Kisruh?

Jika dilihat dari sejarah, tempe ada saat Indonesia masih dalam penjajahan. Saat itu kebanyakan masyarakat tidak mampu menyediakan maupun membeli sumber protein lain untuk dirinya sendiri, terutama yang berasal dari produk hewani. Namun kini, makanan olahan kedelai tersebut telah sangat merakyat disenangi dari politisi, masyarakat ekonomi tinggi hingga tingkat terendah. Sehingga jika terjadi sedikit gejolak, maka akan menyebabkan kisruh.

Berbagai industri pengolahan kacang kedelai sudah memiliki klaster sendiri dalam perekonomian. Namun dengan bahan baku yang didominasi impor, apakah keuntungan ekonomi yang didapatkan sudah cukup? atau menjadi bara yang setiap saat bisa berubah menjadi api. Ketergantungan terhadap komoditas impor bagaimanapun harus dikendalikan dan disiasati.

Sebenarnya dengan tingkat perekonomian bangsa Indonesia yang sudah sangat jauh dibandingkan saat penjajahan, bahkan menuju Indonesia Maju, meskinya kemandirian pangan juga makin tercipta. Sehingga tidak tergantung lagi pada pangan impor. Banyak sumber protein baik hewani maupun nabati yang dapat diperoleh, dikonsumsi dengan mudah dan harga yang merakyat. Namun upaya tersebut tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Perlu campur tangan pemerintah, dukungan BUMN dan gerakan bersama dari masyarakat agar tidak tergantung lagi pada bahan pangan impor. Mengonsumsi pangan impor tidak salah, namun upaya mengurangi ketergantungan dengan pangan impor juga langkah baik yang patut dipertimbangkan. Dengan kemandirian pangan tentu nilai ekonominya akan lebih baik dan stabil. 

Sumber Bacaan

Ini 3 Penyebab Harga Kedelai Tahu Tempe Naik

Harga Kedelai Naik, Pedagang Tahu Tempe Di Pasar Bantargebag Absen Jualan

Ironi Impor Kedelai Bangsa Tempe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun