Mohon tunggu...
Qory Firdan Kurniawan
Qory Firdan Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN, Content Creator

Belajar, berbagi dan memberi manfaat!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pencitraan untuk Perbaikan? Begini Teori dan Strateginya

31 Januari 2022   09:51 Diperbarui: 31 Januari 2022   10:33 2368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benoit menciptakan teorinya pada asumsi bahwa, karena citra yang buruk, maka komunikator akan berupaya maksimal atau termotivasi untuk mengembalikan nama baik atau citranya ke tingkat yang diharapkan. Pada tahap berikutnya, Benoit menyatakan bahwa terdapat lima strategi dalam teori perbaikan reputasi atau citra, yaitu Denial, Evading of Responsibility, Reducing Offensiveness of Event, Corrective Action dan Mortification.

Denial

Strategi ini berupa penyangkalan terhadap sebuah fakta atau kondisi (simple denial). Namun selain menyangkal, ada juga yang melakukan pengalihan kesalahan kepada orang lain (shifting the blame).

“Tentu kami tidak akan pernah melakukan hal itu, karena tidak sesuai dengan budaya kerja dan kode etik organisasi. Namun kami akan mempelajari lebih lanjut kejadian tersebut.

“Setelah kita evaluasi, ternyata ini adalah dampak dari kebijakan yang dilakukan oleh daerah, secara SOP harusnya ini tidak terjadi, kami akan melakukan pendalaman lebih lanjut untuk menangani permasalahan tersebut.

Evading of Responsibility

Strategi ini dilakukan dengan cara penghindaran atau menghindari dari tanggungjawab atas pekerjaan atau tindakan yang telah dilakukan/ yang telah terjadi. Tujuannya untuk mengurangi tanggungjawab atas konsekuensi tindakannya (kesalahan) tersebut. Beberapa langkah yang sering dilakukan dalam strategi ini seperti ;

  • Provocation, yaitu pengakuan bahwa hal tersebut dilakukan karena terpancing oleh suatu hal. “Tindakan yang dilakukan oleh staff kami karena dipicu oleh aksi dan sikap petugas yang langsung brutal, sehingga ini adalah sika spontan membela diri.
  • Defeasibility, yaitu pengakuan bahwa hal tersebut dilakukan karena kekurangan informasi dan kemampuan yang cukup. “Tim teknis kami dilapangan melakukan sudah sesuai prosedur, dan tidak mengetahui adanya kejadian tersebut. Jika ada komunikasi sebelumnya, pasti petugas akan mengambil langkah atau SOP yang berbeda.
  • Accident, yaitu pengakuan bahwa semua hal terjadi karena karena tidak terduga. “Kejadian itu diluar prediksi kami, namun demikian tim kami dilapangan sudah melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.
  • Good Intention, yaitu pengakuan bahwa semuanya berawal dari niat yang baik, sama sekali tidak ada maksud untuk membuat kesalahan. “Tentu tidak ada niat yang buruk dari kami, kejadian ini semuanya tidak terduga, oleh karena itu saat ini kami telah bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk segera menangani kejadian tersebut.

Reducing Offensiveness of Event

Dalam strategi ini, dikondisikan bahwa pihak yang melakukan kesalahan pantas diberikan keringanan. Beberapa cara yang dilakukan seperti ;

  • Mengutip tindakan-tindakan positif yang sudah dilakukan dimasa lalu dan bisa diterima publik dengan baik (bolstering). “Kami mohon agar publik tetap tenang, kami telah melakukan tindakan perbaikan dan penanganan krisis seperti yang pernah terjadi sebelumnya, sehingga kami jamin semua data aman.
  • Melakukan upaya-upaya yang bisa mengurangi perasaan negatif dengan cara-cara persuasi kepada publik, sekaligus meyakinkan publik bahwa yang terjadi tidaklah seburuk seperti yang dipikirkan atau dipersepsikan, atau yang terjadi (minimization). “Kejadian ini tidak akan berpengaruh atau mengurangi keamanan dana yang disimpan pada kami, dana dan data kami pastikan aman. Dan kebocoran ini sudah tengah ditangani oleh tim kami, jadi kami harap masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpancing oleh informasi hoax atau yang tidak benar.
  • Membuat perbedaan perlakuan atas kesalahan yang dilakukan dengan yang dilakukan orang lain yang juga melakukan hal yang sama (differensiasi). “Kami tidak menutup akses, seperti yang dilakukan oleh pihak lain. Kami akan tetap membuka akses namun hanya membatasi sebagian transasi, saat perbaikan dilakukan. Hal ini diharapkan akan mengurangi dampak dan tetap mengutamakan kenyamanan masyarakat dalam bertransaksi.
  • Membandingkan suatu kejadian tetapi dalam konteks yang berbeda (trancendence). “Kondisi ini tentu berbeda dengan krisis yang pernah dialami pada tahun lalu yang dialami di Jl. Adi Sucipto. Kami sudah melakukan langkah-langkah cepat dan terukur serta langsung berkoordinasi dengan pihak terkait agar dampaknya tidak berpengaruh pada layanan kami.
  • Metode attack user, yaitu menyerang kredibilitas yang menuduh, dengan mempertanyakan kompetensi dan hal lainnya, dan perhatian publik pun berpindah ke penuduh. “Sebenarnya masalah ini sudah kami tangani dengan baik, justru kami mempertanyakan pihak ABC yang mengeluarkan statemen tersebut, ABC tidak mengetahui dengan baik kondisi sebenarnya dilapangan, dan kami juga yakin bahwa ABC juga belum pernah mengangani permasalahan seperti demikian, sehingga ini perlu diklarifikasi dan ditanyakan.
  • Compensation, adalah memberikan ganti rugi sebaggai bentuk tanggungjawab atau menebus kesalahan yang terjadi, sehingga perbuatan diampuni dan reputasi balik menjadi baik. “Sebagai kompensasi atas keterlambatan armada tujuan Singaparna, silakan bagi pengguna jasa Garuda Trip dapat mengambil lunch box yang telah disediakan di counter pendaftaran dengan menunjukkan tiket.

Corrective Action

Strategi corrective action ini dilakukan dengan cara menjanjikan bahwa tindakan (kesalahan) yang terjadi akan diperbaiki lebih baik lagi ke depannya. Dengan janji-janji yang meyakinkan, diharapkan citra positifnya kembali lagi.

“Saat ini permasalahan telah ditangani, dan layanan sudah berjalan normal kembali. Ini menjadi pejaran berharga buat kami, dan menjadikan ini sebagai salah satu indikator yang kedepan harus menjadi perhatian agar tidak terulang lagi.

Mortification

Strategi mortification adalah dengan mengakui kesalahan, dan dengan jelas meminta maaf atas tindakan yang dilakukan. Srategi “penyiksaan diri” ini oleh Benoit disebut merupakan tema utama tulisa pakar komunikasi lainnya, yaitu Burke.

Banyak jalan menuju Roma, banyak cara untuk mengembalikan citra, memulihkan reputasi, atau menjaga nama baik tetap berada di level yang diharapkan. Tentu saja semuanya harus dihitung dampak publik yang akan terjadi jika kita memilih salah satu strategi Benoit.

Strategi Perbaikan Reputasi (Image Repair Strategies)

Menurut Benoit, kunci dari teori strategi perbaikan reputasi tersebut adalah untuk mempertimbangkan memberikan respon yang cepat dan tepat terhadap serangan atau keluhan yang terjadi pada masa krisis. Dua komponen yang menurut Benoit perlu diperhatikan adalah ketika terjadi krisis dengan pencitraan adalah, organisasi harus memberikan tanggung jawab dengan melakukan tindakan, dan yang kedua adalah tindakan yang dibangun tersebut harus berkaitan dengan mempertimbangkan efek yang akan muncul dan diharuskan efek yang ditimbulkan tersebut memunculkan reaksi yang positif.

Dikutip dalam Holtzhausen (2015), Benoit juga menyampaikan bahwa untuk melakukan perbaikan reputasi atau citra perlu diperhatikan persiapan menghadapi krisis, mengidentifikasi sifat krisis yang terjadi, mengidentifikasi audiens yang relevan dan kemudian menghadapi krisis tersebut.

Perencanaan Menghadapi Krisis (Preparing Crisis Response Plan)

Holtzhausen (2015), menjelaskan bahwa perencanaan menghadapi krisis memungkinkan kita untuk mencari dan memberikan tindakan yang potensial untuk memperbaiki reputasi dan menyiapkan respon baik berupa jawaban maupun tindakan tanpa kepanikan (baik karena tekanan pikiran maupun waktu). Membuat perencanaan untuk menghadapikrisis bertujuan untuk mengantisipasi potensi terjadinya krisis serta menyiapkan rencana daruratnya.

Dalam menyusus perencanaan menghadapi krisis perlu diperhatikan bagaimana mengidentifikasi krisis, audiens yang relevan dan bagaimana menghadapi atau merespon krisis tersebut.

Sumber Bacaan

Hltzhausen, Derina & Zerfass, Ansgar (2015).  The Routledge handbook of Strategic Communication.  Routledge : New York

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun