Keterlibatan dan Peran TNI dalam Penanggulangan Terorisme
Keterlibatan TNI dalam Menanggulangi terorisme di Indonesia haruslah didasarkan kepada alasan operasional.Sepanjang sejarah penanggulangan terorisme, TNI telah memainkan peran yang sangat penting.
Peran dan keterlibatan TNI diatur dalam UU TNI No. 34 tahun 2004 diterangkan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah negara.
Namun demikian, keterlibatan lebih besar TNI dalam penanggulangan terorisme di Indonesia dapat pula berujung pada sejumlah implikasi negatif. keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dapat mengalihkan fokus TNI dari fungsi profesional yang utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan menghadapi ancaman militer dan bersenjata di tengah meningkatnya prospek konflik bersenjata konvensional di kawasan.
Peran dan keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dicantumkan dalam rancangan pasal 43B (1) yang berbunyi “Kebijakan dan strategi nasional penanggulangan Tindak Pidana Terorisme dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, serta instansi pemerintah terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan penanggulangan terorisme” dan ayat (2) yang berbunyi “Peran Tentara Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Kemudian dalam perkembangannya, pembahasan mengenai peran dan keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme telah mengerucut pada suatu konsensus dimana hal tersebut akan diatur melalui Keputusan Presiden.
Terorisme Bukan Tugas Militer
Terorisme adalah tindak pidana, harus diselesaikan dengan pendekatan hukum. Mantan Kepala BNPT 2010-2014, Irjen (Pol) Purn. Ansyaad Mbai menyatakan bahwa dalam konteks penanganan terorisme di Indonesia, pendekatan penegakan hukum merupakan pilihan yang tepat dalam penindakan.
Jika ada pelibatan aktor lain, maka itu merupakan dukungan dan perbantuan untuk penegak hukum seperti militer ketika eskalasi ancaman melampaui kapasitas kepolisian (beyond police capacity), untuk kemudian diserahkan kepada aparat penegak hukum, bukan untuk diperangi seperti layaknya operasi perang.
Selanjutnya Ansyaad menyatakan bahwa berdasarkan penelitian tidak ada bukti bahwa menggunakan pendekatan militer akan efektif, justru akan meningkatkan eskalasi ancaman, seperti yang terjadi Afghanistan. Pengalaman Operasi Militer skala besar diterapkan di Afghanistan dan di beberapa negara Timur Tengah ternyata tidak menghentikan gerakan radikalisme terorisme global (Al-Qaeda dan ISIS).
“Oleh karena itu, menurut saya, penanganan tindak pidana terorisme dengan melibatkan TNI secara berlebihan belum perlu” imbuh calon doktor dari Fakultas Hukum The University of New South Wales (UNSW) Sydney, Australia ini. keikutsertaan TNI dalam operasi penanganan terorisme seharusnya hanya diizinkan pada saat kondisi ekstrim dan kritis.
Yusli Effendi Pengamat Terorisme Internasional HI FISIP UB menyampaikan kekhawatirannya apabila TNI terlibat dalam penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia melalui tanpa pembatasan dan akhirnya menggeser kerangka strategi menangani terorisme dari model sistem peradilan (Criminal Justice System) dengan model perang (War Model).