Keruntuhan sebuah bangsa, umumnya ditandai dengan semakin lunturnya nilai-nilai kebangsaan pada bangsa tersebut. Pragmatisme dan populerisme asing juga merupakan ancaman yang berpotensi besar untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita. “Globalisasi” lagi-lagi menjadi momok menakutkan dan sekaligus kambing hitam saat nilai dan tradisi yang telah mendarah daging di bumi pertiwi ini terkikis dan beringsut pudar. Tentu tidak etis apabila hanya mengambing hitamkan globalisasi, karena jika saja kita mampu untuk mem-filter yang masuk ke negara kita, terjadinya pembauran di segala aspek kehidupan akibat globalisasi ini tentu tidak akan berdampak buruk bagi bangsa kita. Sehubungan dengan itu, sebaiknya globalisasi dijadikan sebagai acuan untuk mengulas pembangunan karakter bangsa menuju kemandirian bangsa. Generasi muda merupakan komponen bangsa yang paling rentan dalam proses peningkatan kemandirian bangsa ditengah terpaan arus globalisasi. Akibat kurang sigapnya kita dalam mem-filter tadi, nilai-nilai asing secara disadari atau tidak telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda. Apabila tidak dilakukan upaya antisipasi apapun, bukan tidak mungkin pada masa yang akan dating, bangsa ini akan menjadi bangsa yang berpendirian lemah serta sangat mudah hanyut oleh hiruk pikuknya dinamika globalisasi dan pada akhirnya akan mudah dikendalikan bangsa lain. Gambaran diatas memberikan pengaruh pada rasa nasionalisme dikalangan generasi muda. Dan harus diakui saat ini telah mulai muncul gejala penurunan semangat dan rasa nasionalisme terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa kita. Upaya yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia adalah sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan bangsa terhadap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa di kalangan muda. Adapun kita sebagai bagian dari generasi muda, memiliki tiga peran penting dalam koordinasi gerakan tersebut. Pertama sebagai pembangun karakter bangsa (character building), peran ini menuntut generasi muda untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral diatas kepentingan sesaat. Kedua sebagai pemberdaya karakter (character enabler), bentuk praktisnya adalah kemauan dah hasrat yang kuat generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Ketiga sebagai perekayasa karakter (character engineer), peran yang terakhir ini menuntut agar generasi muda terus melakukan pembelajaran terhadap daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Sorotan terhadap kemandirian bangsa kita yang semakin melemah sudah semakin mengemuka. Sebuah Negara besar dengan kekayaan alam melimpah ruah, namun sebagian besar alamnya dikelola asing. Menghadapi kondisi tersebut, maka satu-satunya demarkasi atau garis pembatas yang tegas yang dapat kita tegakkan bersama adalah daya saing bangsa dan peningkatan mutu individu-individu muda yang nantinya mewarisi bangsa ini. Dalam upaya mengaktualisasikan demarkasi ini, maka dituntut peran penting dari generasi muda khususnya sebagai pembangun karakter, pemberdaya serta perekayasa karakter. Terkait dengan itu, sebagaimana yang disitir oleh Character CountsCoalition (a project of the Joseph Institue Of Ethics), ada enam pilar karakter yang dapat menjadi acuan untuk meningkatkan daya saing bangsa dimasa yang akan datang, yaitu, pertama Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur dan loyal, yang kedua fairness (berfikir terbuka), yang ketiga Caring (peduli), yang keempat Respect (menhargai orang lain), yang kelima Citizenship (sadar hukum), dan yang keenam responsibility (rasa tanggung jawab). Untuk mencapai suatu daya saing bangsa yang kuat, tentu membutuhkan upaya yang besar dan kerja sama dari segenap komponen, serta bentuk koordinasi gerakan ini haruslah berdasarkan pada empat pilar Negara, yaitu pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Harus diakuitidak banyak pembicaraan dikalangan public mengenai keempat pilar itu sepanjang masa reformasi. Jika ada, diskusi tentang empat pilar itu hanya akan pasang surut untuk kemudian seolah lenyap. Akibatnya, sepanjang masa reformasi hampir tidak pernah putus dipenuhi gagasan, wacana, gerakan, dan aksi yang secara diametral bertolak belakang dengan keempat pilar tersebut. Seperti yang telah dipahami secara umum bahwa pembentukan karakter bangsa merupakan hal yang sangat penting, dan sekali lagi generasi mudalah yang mempunyai tanggung jawab itu. Impian akan bangsa yang memiliki daya saing tinggi dimasa depan, sangat ditentukan oleh keinginan generasi mudanya untuk berbenah dan berbuat. Dan untuk para pemuda,janganlah berpikiran bahwa GLOBALISASI hanya membawa keburukan dan kemerosotan karakter bangsa, karena pada hakikatnya dengan globalisasi, akan mengajarkan kita agar lebih tangguh dan cerdas dalam meyaring hal-hal baru yang masuk ke bangsa kita, serta memaksa kita untuk terus berinovasi dan bersemangat untuk mengejar ketertinggalan. Terakhir yang ingin saya sampaikan “Generasi muda yang memiliki mental kuat, bersemangat, ulet, pantang menyerah, disiplin dan inovatif adalah kunci ketajaman bangsa dimasa depan. So, usahakan itu ada dalam diri kita..” Tetap Semangat!!! Ditulis Oleh : Qori Ahmad Solihin Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UNAND
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H