Menurut Harja Saputra anggota pansus RUU Terorisme, faktor kemiskinan dan kebodohan merupakan salah satu penyebab terorisme, tapi itu hanya faktor eksternal. Pada kenyataannya banyak orang kaya dan pintar terlibat dalam aksi kekerasan berbasis radikalisme agama. Faktor yang perlu kita waspadai adalah yang internal, yaitu ideologi agama dan kesehatan mental.Â
Untuk faktor ideologi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah bekerja sama dengan pesantren-pesantren. Untuk faktor kesehatan mental, mungkin kita bisa melirik kembali pada AS. Sebuah program bernama Becoming A Man telah berhasil mengurangi jumlah remaja yang melakukan tindak kekerasan. Program ini mengajak remaja-remaja pria untuk belajar mengolah emosi. Pada kenyataannya, tindak kriminalitas sering terjadi hanya karena ketidakstabilan emosi sehingga bereaksi berlebihan terhadap provokasi.
Terlepas dari hubungan antara kesenjangan ekonomi dengan radikalisme, mari fokus pada penurunan kesenjangan ekonomi itu sendiri. Apalagi nanti malam kita akan menonton debat capres edisi ekonomi! Mari berkiblat pada negara-negara yang lebih patut dijadikan kiblat, tapi jangan juga kita berkiblat buta dengan melupakan kepribadian bangsa.Â
Wilkinson menyebutkan bahwa penemuan dia tidak terbatas oleh budaya. Tanda panah dalam grafik di atas dia maksudkan untuk negara Jepang dan Swedia, yang begitu berbeda secara budaya, namun sama-sama menikmati efek sosial dari kesenjangan ekonomi yang rendah. Jepang menggunakan peraturan ketenagakerjaan dengan UMR tinggi dan batas gaji maksimal, sedangkan Swedia menggunakan peraturan pajak progresif yang sangat besar bagi yang bergaji tinggi.
Masih banyak yang bisa kita bahas seputar kesenjangan ekonomi, perolehan kekayaan, industrialisasi, dan hubungannya dengan budaya kita. Kita sambung di tulisan lain.