Mohon tunggu...
si qoqon
si qoqon Mohon Tunggu... -

pengembara yang tak bisa berhenti belajar. pernah tinggal di jabodetabek dan dipanggil si qoqon. masa itu banyak mengenal berbagai manusia dari seluruh indonesia. masa kini sesekali bercuit di @siqoqon :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seperti Apakah Buta Huruf Fungsional?

2 Januari 2019   13:47 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:59 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: cuplikan dari dokumen resmi PISA (www.oecd.org/pisa)

Dari laporan PISA 2015 khusus Indonesia (PDF), ditemukan beberapa fakta yang bisa kita pertimbangkan:

1. Sejak 2006, pada umumnya skor Indonesia terus meningkat. Walaupun peningkatannya cukup sedikit, hal ini menunjukkan ada perbaikan pada sistem pendidikan di Indonesia.

2. Untuk bidang IPA, siswa kelas 10 SMA lebih bagus skornya daripada siswa kelas 9 SMP. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan rendahnya skor disebabkan karena sebagian besar peserta tes dari Indonesia adalah kelas 9 SMP.

Definisi buta huruf fungsional sudah dibahas oleh tulisan lain di Kompasiana, yaitu salah satunya adalah bisa membaca teks namun tidak bisa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks itu. Hal ini membuat saya berpikir bahwa pendidikan Indonesia zaman sekarang masih seperti zaman saya umur 15 dahulu. 

Saat itu tahun 1994, pelajaran Bahasa Indonesia kebanyakan membahas kosa kata. Untuk bidang sastra, lebih banyak menghafal nama sastrawan, karya-karyanya, tokoh-tokohnya, dan tahun-tahun angkatannya dibanding benar-benar membaca karya-karya sastra itu. Alangkah lebih baiknya jika kami dipinjami buku Sitti Nurbaya karya Marah Roesli dan dijatah membaca beberapa halaman per minggu, dan dibimbing untuk diskusi pengalaman subyektif tokoh-tokohnya dan mempelajari bagaimana penulis menyajikan karakter tiap tokohnya. 

Setelah mengintip isi buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk siswa kelas 9 SMP melalui situs Buku Sekolah Digital kurikulum 2013, saya jadi optimis. Buku tersebut menekankan bahwa Bahasa Indonesia adalah Wahana Pengetahuan. Sesuai dengan makna reading literacy menurut PISA.

Bahasa Indonesia tidak ada artinya jika tidak digunakan untuk kegiatan memperoleh pengetahuan. Bagian pertama buku itu adalah membaca teks yang berupa ilustrasi kisah dan lalu belajar menuliskan hasil investigasi layaknya wartawan. Bagian kedua membaca teks yang berisi opini dan lalu belajar bagaimana menyampaikan pendapat secara kritis. Bagian ketiga membaca laporan eksperimen dan lalu belajar menuliskan hasil eksperimen. Buku itu penuh berisi teks demi teks saja, tanpa hafalan kosa kata satu pun!

Sepertinya, orang-orang dewasa hasil didikan kurikulum zaman lampau perlu ikut belajar lagi bersama adik/anak kita di kelas 9 SMP saat ini. Tujuannya supaya tidak lagi mudah termakan hoax, tidak lagi reaksioner berlebihan di media sosial, dan lebih bijak mengolah pendapat yang berbeda-beda.

Semoga hasil PISA tahun 2018 ini akan ada perkembangan lagi. Kita tunggu akhir 2019!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun