Mohon tunggu...
si qoqon
si qoqon Mohon Tunggu... -

pengembara yang tak bisa berhenti belajar. pernah tinggal di jabodetabek dan dipanggil si qoqon. masa itu banyak mengenal berbagai manusia dari seluruh indonesia. masa kini sesekali bercuit di @siqoqon :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Bisnis Pertanian Menjadi Racun

23 Oktober 2018   09:18 Diperbarui: 23 Oktober 2018   09:52 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini, seorang pria Amerika menang atas tuntutan hukumnya terhadap perusahaan teknologi pertanian Monsanto. Pria ini menderita kanker stadium lanjut, dan tuntutannya bahwa pestisida jenis Glyphosate merupakan penyebab kankernya terbukti menurut peradilan, sehingga ia akan mendapat uang 78 juta dolar. Mungkin ia akan meninggal dalam waktu dekat, tapi paling tidak istri dan kedua anaknya akan bisa hidup nyaman dari uang hasil tuntutan tersebut. Pria ini tidak sendirian. Ada ribuan kasus sedang diproses oleh para pengacara untuk diajukan ke pengadilan. 

Tuntutan semacam ini cukup mudah dimenangkan, karena Monsanto tidak memasang label peringatan bahwa ada kemungkinan produknya bisa menyebabkan kanker. Monsanto bersikeras sudah membiayai berbagai macam penelitian yang menyatakan bahwa produknya tidak berbahaya, tapi ada sebagian peneliti independen yang menemukan hubungan antara produk pestisida tersebut dengan kanker. Bahkan badan riset kanker milik WHO pun tidak berani menyatakan bahwa Glyphosate aman. Dalam rilis publikasinya tahun 2015, disebutkan ada kemungkinan hubungan antara pestisida jenis tersebut dengan kanker.

Sebagian pembaca mungkin pernah mendengar tentang penyakit alergi gluten maupun autoimun. Akhir-akhir ini, seorang peneliti independen menemukan hubungan antara pestisida yang sama dengan penyakit kebocoran usus. Penyakit kebocoran usus disebabkan oleh banyak hal mulai dari stres, polusi, dan bahan makanan yang tidak sehat. Racun seperti pestisida Glyphosate membuat lapisan dinding dalam usus mengalami peradangan, sehingga bocor dan partikel-partikel makanan masuk ke aliran darah dan tersebar ke seluruh tubuh. Reaksi awal tubuh kita adalah alergi makanan, sedangkan reaksi lanjutnya adalah penyakit autoimun seperti Hashimoto, Fibromyalgia, Rematik, Psoriasis, dan Lupus.

Sumber: hidupsehat.org
Sumber: hidupsehat.org
Perlu kita ketahui, bahwa alergi gluten di Amerika baru marak akhir-akhir ini. Dua peneliti Dr. Samsel dan Dr. Seneff mencari hubungan antara peningkatan kasus alergi gluten di rumah-rumah sakit di Amerika Serikat dengan kandungan Glyphosate dalam tanaman gandum. Korelasinya berbanding lurus, ditambah dengan penelitian tentang Glyphosate sebagai penyebab kematian bakteri pelindung dinding usus, sehingga mereka menyimpulkan adanya hubungan tersebut. Terlepas dari tepat tidaknya menyimpulkan seperti itu, tidakkah gambar di bawah ini membuat kita tersadar, bahwa penyakit Celiac (peradangan usus karena gluten) merupakan penyakit yang cukup baru? Teknologi modern apakah yang menimbulkannya?

Sumber grafik dari publikasi ilmiah Samsel & Seneff
Sumber grafik dari publikasi ilmiah Samsel & Seneff
Mungkin kita bisa dengan mudah mengabaikan teori bahwa Glyphosate adalah penyebab alergi gluten. Apalagi jika mengetahui sedikitnya jumlah kasus alergi gluten di Indonesia. Tentu saja, karena hanya mie lah bahan makanan berbasis terigu yang banyak dimakan oleh orang Indonesia. Roti bukanlah makanan pokok dan porsi makan roti kita tidak seperti orang Eropa. Namun, perhatikan gaya hidup kita akhir-akhir ini yang gemar makan pasta, pizza, burger, martabak, gorengan, kue-kue manis, yang dikemas dengan unik oleh masing-masing penjualnya. Apalagi tanaman gandum tidak tumbuh di Indonesia. Dari negara mana saja kita impor gandum?

Sumber: databoks.co.id
Sumber: databoks.co.id
Jangan lupa, gandum bukanlah satu-satunya tanaman yang terpapar pestisida beracun. Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa bahan dasar seperti Glyphosate bisa saja tidak beracun, namun begitu dicampur dengan bahan-bahan lain (misalnya jadi merek dagang Monsanto), tingkat racunnya akan meningkat berkali-kali lipat. Lantas, apakah merek dagang tersebut hanya ada di Amerika? Tidak. Monsanto merupakan konglomerat internasional yang pasarnya sudah mendunia. Baru Rusia, Meksiko, dan Belanda yang berani melarang penggunaan produk pestisida tersebut.

Pelarangan penggunaan Glyphosate di berbagai tempat di dunia tampaknya tidak akan merugikan Monsanto. Pasar mereka masih sangat luas, buktinya masih banyak negara maju yang bergantung pada produk ini, termasuk Australia, negeri tetangga kita. Apalagi model bisnis mereka adalah menciptakan bibit tanaman transgenik (GMO) yang tahan pestisida tersebut sehingga bibitnya laku karena jualan pestisidanya, dan sebaliknya. Contohnya di India, 90% tanaman kapas di sana adalah bibit dari Monsanto. Situasi ini menjadi tragedi, karena penggunaan produk tersebut menyebabkan timbulnya hama yang sulit dikontrol sehingga panen gagal besar. Saat ini, India sedang berusaha membudidayakan bibit kapas tradisional walaupun lebih mahal, demi keluar dari ketergantungan pada Monsanto.

Sampai di sini, penulis bermaksud mengajak para pembaca untuk merenungkan akibat negatif bisnis pertanian yang hanya untuk mencari keuntungan (kapitalisme kebablasan). Akibat-akibatnya:

  1. Penggunaan pestisida yang beracun untuk tubuh kita
  2. Timbulnya bahan makanan yang membuat alergi (terigu, kedelai, jagung), walaupun mungkin bukan dari tanaman itu sendiri namun dari paparan pestisidanya
  3. Kerusakan susunan biologis di alam semesta yang mematikan bakteri di tanah maupun bakteri di dalam usus kita
  4. Timbulnya penyakit-penyakit baru yang dianggap penyakit zaman modern
  5. Penggunaan bibit transgenik (GMO) yang membuat petani ketergantungan pada bibit tersebut
  6. Penjajahan biologis, yang ternyata banyak korbannya sesama negara maju

Sisi positifnya, kita jadi lebih sadar akan: 

  1. Perlunya memperhatikan bahan makanan yang sumbernya baik, termasuk sumber impornya
  2. Perlunya makan yang tidak berlebihan ala mukbang dan wisata kuliner, supaya hanya sedikit terpapar racun
  3. Menghidupkan kembali makanan-makanan fermentasi peninggalan leluhur sebagai sumber bakteri baik untuk usus kita
  4. Kembali ke alam dengan pertanian organik
  5. Mendukung petani-petani kecil yang tidak menggunakan pestisida besar-besaran
  6. Mengingatkan pemerintah untuk tidak menerima perusahaan internasional kapitalis untuk memonopoli sektor pertanian kita

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Mari kita berdiskusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun