Salah satu bentuk intervensi psikososial yang paling efektif untuk anak-anak adalah melalui kegiatan bermain. Di Desa Kertasari, berbagai aktivitas kreatif seperti menggambar, bermain peran, dan permainan luar ruangan diselenggarakan untuk membantu anak-anak menyalurkan emosi mereka dengan cara yang sehat. Aktivitas ini dirancang untuk mengalihkan perhatian mereka dari perasaan takut dan kecemasan, serta membangun kembali rasa kebersamaan di antara anak-anak.
Selain itu, seni dan musik sering digunakan sebagai media terapi yang membantu anak-anak mengekspresikan emosi yang mungkin sulit mereka ungkapkan dengan kata-kata. Dengan terlibat dalam kegiatan seni, anak-anak dapat merasakan pelepasan emosi secara alami, yang berdampak positif pada pemulihan psikologis mereka.
3. Pendidikan tentang Trauma dan Pemulihan Diri
Tidak hanya anak-anak, keluarga mereka juga perlu mendapatkan pendidikan mengenai trauma pasca-bencana. Program edukasi diberikan untuk membantu orang tua mengenali tanda-tanda trauma pada anak, serta memberikan mereka strategi untuk membantu anak mengatasi perasaan tersebut. Orang tua diajarkan bagaimana memberikan dukungan emosional yang tepat dan menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak mereka.
4. Pemulihan Rasa Aman dan Stabilitas Rutin
Salah satu aspek terpenting dalam layanan psikososial untuk anak-anak korban bencana adalah membangun kembali rasa aman. Ini termasuk upaya untuk mengembalikan rutinitas harian yang familiar bagi anak-anak, seperti kegiatan belajar di sekolah dan bermain di lingkungan yang mereka kenal. Di Desa Kertasari, meskipun banyak bangunan hancur akibat gempa, sekolah darurat didirikan untuk memastikan anak-anak dapat kembali ke kegiatan belajar-mengajar. Hal ini memberikan mereka rasa normalitas di tengah situasi yang tidak menentu.
5. Dukungan Jangka Panjang
Layanan psikososial tidak hanya berhenti ketika keadaan darurat mereda. Proses pemulihan dari trauma sering kali memakan waktu lama, dan untuk itu dibutuhkan dukungan jangka panjang. Di Desa Kertasari, program monitoring berkala dilakukan untuk memastikan bahwa anak-anak terus mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Layanan ini mencakup kunjungan berkala oleh psikolog dan pekerja sosial untuk menilai kondisi anak-anak secara berkala dan memberikan intervensi jika diperlukan.
Meskipun banyak upaya telah dilakukan, tantangan tetap ada dalam menyediakan layanan psikososial untuk anak-anak korban gempa di Desa Kertasari. Keterbatasan sumber daya, akses ke wilayah terdampak, dan jumlah tenaga profesional yang masih kurang menjadi hambatan. Namun, dengan kerja sama antara pemerintah, lembaga non-profit, dan masyarakat, tantangan-tantangan ini dapat diatasi.
Harapannya, dengan adanya layanan psikososial yang komprehensif, anak-anak di Desa Kertasari dapat kembali menjalani kehidupan dengan lebih tenang, merasa aman, dan mampu mengatasi trauma yang mereka alami. Layanan ini bukan hanya soal penyembuhan jangka pendek, tetapi juga soal membangun masa depan yang lebih sehat bagi anak-anak tersebut.
KesimpulanÂ