Angka pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda---sekitar 3,6 juta generasi muda usia 15--24 tahun yang belum mendapatkan pekerjaan---seharusnya menjadi alarm bagi kita semua.Â
Laporan lain bahkan menyebutkan bahwa 6 dari 10 perusahaan telah memutus hubungan kerja dengan lulusan baru. Alasannya bukan hanya kurangnya keterampilan teknis, tetapi juga lemahnya kemampuan kerja sama, komunikasi, dan ketahanan mental.
Ini bukan sekadar angka, melainkan wajah nyata dari generasi yang sedang bertarung untuk menemukan pijakan di tengah persaingan. Apa yang salah? Dan yang lebih penting, apa yang bisa kita lakukan?
Pramuka hadir sebagai ruang untuk membekali generasi muda tidak hanya dengan keterampilan praktis, tetapi juga mentalitas pejuang yang adaptif dan berdaya tahan.Â
Namun, ini hanya mungkin jika kita semua, sebagai orang tua, pemimpin, dan masyarakat, turut terlibat dalam mendukung gerakan ini.
Ketahanan Pangan: Misi Kebangsaan
Ketergantungan kita pada impor pangan, seperti kedelai untuk tahu dan tempe, menunjukkan betapa rapuhnya kemandirian kita.Â
Ketua Kwarnas bahkan menekankan bahwa 95% kedelai yang kita konsumsi berasal dari luar negeri, sebagian besar adalah hasil rekayasa genetik yang belum tentu sehat.
Bukankah ini ironi bagi negara agraris? Pramuka, yang akrab dengan alam dan tak segan bercocok tanam, dapat menjadi pionir dalam membangun kesadaran pangan lokal.Â
Tetapi, ini memerlukan langkah bersama---dari pemerintah, masyarakat, hingga keluarga---untuk mengubah pola konsumsi dan mulai memprioritaskan pangan yang sehat dan mandiri.
Kembali ke Pramuka, Kembali ke Makna Hidup