Mohon tunggu...
Qois AlHaqqi
Qois AlHaqqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Teknik Sipil yang sedang berusaha memaknai setiap arti kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kala Memerdekakan Diri

10 Juli 2023   20:05 Diperbarui: 10 Juli 2023   20:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini kita akan sedikit menyinggung tentang bahasan yang dibawa oleh Henry Manampiring. Bahasan tentang ketidakpedulian terhadap sesuatu, bodoamat dengan apa yang terjadi. Namun, apakah benar demikian?

Ada suatu kisah dimana seseorang merasa dirinya depresi, merasa hidup dalam tekanan menjadikannya tidak nyaman dan menginginkan kebebasan dalam hidupnya. Kemudian dalam konsultasinya kepada psikiater. Vonis yang mengejutkan dia dianggap sebagai orang yang sudah depresi berat dengan indikator indikator uang dimiliki.  Ingin mendapat solusi justru vonis yang menghampiri. Namun pada temuan sebuah buku yang dia raih dan dibaca, mengajarkan dia tentang sebuah makna stoa atau stoikisme.

Filsafat Stoa baginya merupakan obat penyembuhnya dari rasa depresi dan gangguan mental yang dia idap selama ini. Dengan pemikiran tersebut, dia diajarkan bagaimana bisa membagi apa yang dia rasa selama ini berupa apa yang terjadi dibawah kendali dan apa yang terjadi diluar kendali diri. Dengan memahami konsep ini menjadikannya lebih memahami makna stress yang positif yang dapat diluapkan pada tempat dan ukuran yang tepat.

Namun, pemikiran umum yang tersebar terkait filsafat stoa berupa ketidak berdayaan, pasrah atas segala rizki, tidak usaha dan mengandalkan takdir untuk menentukan jalan hidupnya. Namun pada dasarnya justru berbeda, Stoa ini mengajarkan bagaimana kita dapat melakukan semaksimal mungkin pada sesuatu yang dapat kita rubah dengan tangan kita sendiri. Contoh, banyak sedikitnya rezeki memang diluar kendali kita dengan mempercayai Allah sebagai pengatur atas segala rizki kita, namun usaha atau effort yang kita keluarkan dapat mempengaruhi besar kecil pendapatan kita untuk kebutuhan hidup kita. bentuk pemikiran apa yang sebenarnya tidak dibenarkan dalam stoikisme ini? 

contoh kecil dari jakarta, kemancetan jalan merupakan hal diluar kendali kita? apa respon terbaik menanggapi masalah tersebut, alihkan perhatianmu pada kegiatan lain, misal cek wa barnag kali ada pesan, baca buku, baca Qur'a mumpung masih merah. Dan semua itu dapat terfikirkan ketika kita memahami hal apa yang terkendali dan diluar kendali.

Stoa muncul pada zaman yunani kuno karena stress dalam peperangan fisik yang mengakibatkan mental tertekan dan rasa was was tan berkesudahan. Apa persamaan dengan jaman sekarang? media sosial yang bergulir dengan jutaan jempol berucap dan melontarkan sikap diluar kendali kita yang tak jarang kita menjadi salah satu korban dari mereka. Lantas apa yang perlu dilakukan? 

cukup lakukan apa yang dapat diusahakan, dan abaikan sesuatu hal diluar kendali kita sehingga kita dapat menuang emosi kita pada temapt yang jauh lebih membangun dan memberi pandangan lebih bahagia pada hidup saat kita bisa lebih memaknai keadaan dan situasi lebih bijak dan dewasa ditengah media sosial dan beragam pintu lain yang mengarah pada diri kita. Fokus perbaiki diri, tingkatkan value dalam diri, semoga hidup kedepan lebih cerah untuk masing-masing kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun