Mohon tunggu...
Qo'imatun Nisa
Qo'imatun Nisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PPG, Bentuk Ketidakpercayaan atau Keadilan ?

25 Maret 2016   08:27 Diperbarui: 25 Maret 2016   09:36 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Qoimatun Nisa’

Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan pendidikan yang dikhususkan bagi seorang pengajar dan pendidik yang berprofesi sebagai guru, untuk meningkatkan profesionalitas dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pengajar didalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan nasional yang dijadikan sebagai jalur untuk mendapatkan tunjangan profesi guru.

Dalam tataran legal-formal berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional. Menjelaskan bahwa pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi yang ditempuh setelah menempuh program sarjana untuk mempersiapkan peserta didik memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Program ini diselenggarakan  untuk lulusan S-1 kependidikan dan S-1/D-IV Non kependidikan yang menggantikan akta IV dalam mengembangkan  bakat dan minat menjadi guru.

Hal ini diperjelas dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, telah mengamanatkan bahwa setiap guru wajib memiliki sertifikat pendidik yang bisa didapatkan setelah menempuh PPG. Dalam hal ini PPG ditujukan kepada para sarjana (S1) lulusan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun Sarjana non LPTK. Dengan begitu aturan ini menegaskan bahwa sarjana apa saja bisa menjadi guru, asalkan mengikuti pendidikan profesi guru (PPG).

Dalam Permendikbud  No. 87 Tahun 2013 tentang program pendidikan profesi guru menetapkan bahwa untuk menjadi seorang guru yang profesional, maka setiap guru harus mengikuti PPG guna meningkatkan kompetensi pendidik. Dengan Memiliki sertifikat Profesi ini berarti guru tersebut layak untuk mengajar sesuai dengan kualifikasi yang terstandar oleh pemerintah.

Pelaksanaan dari program pendidikan profesi guru ini harus ditempuh selama 1-2 tahun, yang dimana Sarjana non kependidikan diwajibkan mengikuti saringan masuk PPG selayaknya sarjana kependidikan. Meskipun aksesnya dibuka setara dengan lulusan FKIP, sarjana non kependidikan wajib mengikuti dan lulus program matrikulasi dulu sebelum menjalani PPG. Sedangkan untuk sarjana FKIP yang linier atau sesuai dengan matapelajaran yang bakal diampu, tidak perlu mengikuti program matrikulasi itu. Khusus untuk sarjana yang bakal mengajar di jenjang SMP dan SMA/sederajat, tidak ada perlakukan berbeda bagi lulusan kependidikan maupun non kependidikan ketika mengikuti PPG. Mereka diwajibkan untuk mengikuti PPG dengan bobot atau beban belajar sebanyak 36 hingga 40 SKS.

Menurut menteri pendidikan Muhammad Nuh, dalam program pendidikan profesi juga akan menambah gelar “Gr”  di belakang nama guru tersebut. karena menurut undang-undang, guru adalah profesi, sama seperti dokter. Sistem ini persis seperti yang dilakukan untuk menjadi dokter profesional. Mahasiswa lulusan fakultas kedokteran (FK) belum boleh berpraktek kedokteran karena baru bergelar sarjana kedokteran (S.Ked) dan belum memperoleh sertifikat profesi. Untuk mendapatkan sertifkat profesi itu, dilakukan studi lanjut selama satu tahun atau dua semester

Pada tahun 2016 PPG atau Pendidikan Profesi Guru ini juga menggantikan program pemerintah dalam Pelatihan Lapangan Profesin Guru (PLPG), dalam hal program PPG ini dijadikan jalur oleh pemerintah didalam menyeleksi guru untuk mendapatkan tujangan profesi guru dalam hal mendapatkan 2x gaji pokok. Pelaksanaan rekrutmen para guru yang berhak mendapatkan Tunjangan Profesi, pada prosesnya PPG sendiri sedikit berbeda pola dengan PLPG atau cara sebelumnya pada proses perkembangan sertifikasi Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Kemendikbud maupun para guru di bawah Kementrian Agama Kemendag. Pada pola PLPG guruu hanya melakukan latihan selama 10 hari dan mendapatkan pelatihan terkait keahlian pedagogis yang di tutor oleh para dosen-dosen FKIP sesuai dengan bidangnya. Namun didalam PPG seperti yang dijelaskan diatas dibutuhakan waktu 1-2 tahun untuk mendapatkan sertifikat mengajar atau sama artinya guru harus kuliah lagi.

Setelah diberlakukannya aturan tentang profesi guru ini banyak terjadi polemik dikalangan para guru, bagaimana tidak profesi yang ditujukan khusus oleh para lulusan LPTK ini dibuka untuk semua lulusan S1 non LPTK. Jika sebelumnya kampus LPTK memiliki output calon guru bahkan otomatis bisa langsung menjadi guruu setelah lulusan dengan menempuh kuliah selama empat tahun, namun setelah dikeluarkannya kebijakan ini, membenarkan bahwa pemerintah tidak percayalagi terhadap para lulusan LPTK dan membuka peluang bagi setiap sarjana untuk bisa menjadi guru padahal keahlian paedagogis tidak bisa langsung didapatkan hanya dengan mengikuti martikulasi saja.

Permasalahan lain yag ditimbulkan dari aturan terkait program profesi guru ini yakni  para guru yang diangkat  sejak 1 Januari 2006 tapi belum disertifikasi, harus membiayai sendiri program sertifikasinya mulai tahun 2016. Terkait permasalahan ini,  Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo dalam terbitan Tempo (27/01)  menyatakan, pihaknya menolak dengan tegas aturan itu karena hakikatnya menganiaya guru.

Sulistiyo juga mempertegas dalam UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 82 ayat 2 sangat jelas menyebutkan bahwa paling lambat 10 tahun sejak undang-undang itu disahkan (tahun 2005) guru-guru harus sudah S1/D4 dan bersertifikat pendidik. Itu berarti, sertifikasi merupakan tanggung jawab pemerintah termasuk pembiayaannya. Berdasarkan data PGRI, guru yang belum disertifikasi masih sekitar 1,4 juta orang dimana 45% guru belum disertifikasi bukan karena kesalahan mereka.

Namun, sebenarnya solusi yang dapat dihadirkan dari permasalahan diatas menurut penulis yakni harus ada seleksi yang memang ketat pada tahapan seleksi paling bawah yakni dengan menyaring para calon peserta PPG,  karena yang mengikuti seleksi adalah  para lulusan LPTK dan non LPTK disini yang harus ditekankan adalah para calon guru yang menempuh dengan program PPG ini harsus memiliki keahlian sosial pedagogis, profesi, dan kepribadian yang memang menjadi empat kehlian khusus oleh para calon guru. Sehingga kedepannya para calon guru bisa mengemban tugas dengan sebaiknya dalam memajukan pendidikan di negara tercinta kita ini yang diamanatkan didalam pembukaan UUD 1945.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun