Mohon tunggu...
qoem ahmad
qoem ahmad Mohon Tunggu... Foto/Videografer - amatir documentary

Pembelajar, pembaca dan pendengar yang baik; Lagi belajar nulis, terimakasih jika berkenan memberi masukan dan kritik agar bisa lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Pagi

12 Desember 2017   09:59 Diperbarui: 12 Desember 2017   10:10 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kuarak tubuhmu berkeliling alun alun kota lalu menuju bukit yang jalurnya terjal, penuh bebatuan karang, tanahnya tandus, yang sebiji bunga kaktus pun enggan menghiasi lerengnya. Dengan kayu salib.

Mengarak tubuhmu tanpa busana, tanpa sehelai kain, menyentuh halus lembut kulitmu adalah sensasi, seperti orgasme warga kampung cikupa yang menelanjangi perempuan yang histeris di rumah kayu.

Pada surya yang menyinari bukit, bebaskan tungkaimu dari dekil debu kesiasiaan dan dahimu dari kerut beban nasib kefanaan. 

Berbaringlah di bawah awan, di sela sela karang yang tajam, mari menanti terpa angin menuntun birahi menghangatkan zakar purba dengan alunan sederhana memasuki aib terdalam, hingga nikmat membunuh setiap sangsi waktu dan membakar segala sesal masa lalu. 

Lalu biarkan dewa api mendendang menari, menjentikkan jutaan kilo bara panas menyelubungi dunia profan, hingga klimaks tandas tak bersisa.

Pagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun