"Siapa namamu?"
"Itu tidak penting."
"Siapa namamu tuan?"
"Nama hanyalah cerminan asap, itu tidak penting."
"Tapi aku ingin tahu namamu."
"Untuk apa?"
"Kenapa tidak? itu hanyalah nama."
"Nama hanyalah akal-akalan manusia saja, perhatikan hewan dan tumbuhan, tidak ada dari mereka yang terlahir dengan nama."
"Berhenti sok keren, beritahu aku namamu."
"Jika engkau memaksa maka saya akan pergi."
"Hei pria sok keren, aku hanya berusaha memulai percakapan."
"Hari ini indah bukan? Bagaimana kabarmu?"
"Haha sangat lucu... Buruk, sangat buruk. Pria didepanku sepertinya keturunan filsuf Yunani."
"Terimakasih."
"Itu bukan pujian, filsuf itu miskin."
"Sebenarnya mereka lebih miskin daripada pengemis dan lebih kaya daripada raja."
"Oke, berarti kau miskin."
"Kita semua miskin."
"Ya ya ya, aku tidak tahu ini mau dibawa kemana..."
"Biarkanlah percakapan mengalir."
"Ah sudahlah akhiri saja percakapan ini! selamat tinggal!"
"Kau melewarkan banyak kesempatan dengan mengakhiri percakapan ini, dasar anak muda..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H