Mohon tunggu...
Putra Numbay
Putra Numbay Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir dan tumbuh kembang di Papua, Penyuka Sepak Bola, tapi Bukan Fanatisme Sepak Bola, kini ingin belajar menulis tentang apa yang ku lihat, ku dengar, dan ku rasakan. saat ini juga sedang aktiv ngeblog di http://greenbirepapua.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Kecil yang Tertindas

2 Mei 2012   02:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat boneka - boneka Berdasi berkuasa, isi rimba tak ada lagi tempat berpijak, suara tangis dan teriakan cuman di anggap ocehan bayi, dimana hati nurani tuan - tuan yang seharusnya menjadi pelindung makhluk yang tertindas. [caption id="attachment_185607" align="aligncenter" width="300" caption="Hutan Gundul Di Kalimantan"][/caption] Lagi di surat kabar terpampang, makhluk yang seharusnya dilindungi, telah terbaring dengan nafas yang tak lagi berhembus, akibat keserakahan sang tuan berdasi. [caption id="" align="aligncenter" width="363" caption="Gajah Mati Akibat Racun"]

Gajah Mati Akibat Racun
Gajah Mati Akibat Racun
[/caption] kepada siapa makhluk - makhluk ini mengadu, keluar dari rumah rimbanya memberontak kepada siapa? kepada manusia - manusia yang tadinya melindungi, namun akhirnya ikut membunuh karena merasa terancam oleh pemilik rimba. Tak kau lindungi mereka tuan, namun kau jadikan ladang keserakahan untuk kelompokmu sendiri, Tak kau mengerti tuan, mereka tak memiliki tempat mengadu selain ke sang Alam, yang telah kau rampas juga. Tuan - tuan sang penguasa Negeri, Sudah kau ambil semua pada bagsa ini, tidak kah memiliki nurani untuk menghentikannya, ataukan Tuan menunggu balasan dari sang Illahi? [caption id="attachment_185609" align="aligncenter" width="300" caption="Korban Lumpur Lapindo"]
13359235261187581944
13359235261187581944
[/caption] Tuan - Tuan berdasi, yang seharusnya mewakili jiwa yang tertindas, cukup tuan saja yang dibutakan keserakahan, jangan alihkan pandangan kami ke dunia yang Fana karena kami tidak lagi buta. Sumber Foto  1. http://1.bp.blogspot.com/_Ga5pqw-CaMA/TNuyaLJU-XI/AAAAAAAAAVc/FY1XVoS4jfU/s1600/clear_cut_forest.jpg Sumber foto 2. http://3.bp.blogspot.com/_x1szBUi511U/TQOhjLLhChI/AAAAAAAAAGk/LrlMEtRgaWI/s1600/PontianMekarGjhMati08-05-06%2B016.jpg Sumber Foto 3. http://www.planpolitika.com/gambar/932lumpur_lapindo220080224.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun