Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mbah Moen dan "Wake Up Call" untuk Mencintai Indonesia

6 Agustus 2019   15:48 Diperbarui: 6 Agustus 2019   16:05 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mautul 'Alim Mautul 'Alam...

Putera Bangsa terbaik, saksi sejarah lahirnya Indonesia dan juga seorang Ulama Masyur yang sangat lembut telah "kondur" kepada Gusti Allah SWT. Hari ini 6 Agustus 2019 Syaikhuna KH Maimoen Zubair atau yang akrab dipanggil Mbah Moen telah beristirahat dan menuju Surga bersama Kanjeng Nabi Muhammad SAW pada saat ibadah Haji di Makkah Al Mukkaromah.

Kondurnya Mbah Moen merupakan duka yang sangat mendalam bukan hanya bagi Santri ataupun Nahdliyin, tetapi juga Bangsa Indonesia secara umum. Mbah Moen merupakan Ulama Nahdlatul Ulama yang dakwah dan lakunya hanya untuk keutuhan Indonesia sebagai Negara yang beliau jaga karena merupakan warisan dari para Ulama pendahulu. 

Bagi Mbah Moen, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45 (kemudian oleh beliau disingkat PBNU) adalah 4 pilar yang wajib dipertahankan sampai kapanpun dan dari apapun. Mbah Moen selalu menegaskan dalam setiap tausyiah yang beliau isi, 4 pilar yang disingkat PBNU tersebut harus dipertahankan untuk apapun resikonya, keutuhan Indonesia adalah taruhannya.

Mbah Moen, Ulama lintas generasi menceritakan dalam sebuah tausyiah bahwa pada waktu beliau nyantri di Tambak Beras Jombang, di Pondok yang diasuh oleh Muassis Nahdlatul Ulama yaitu KH Wahab Hasbullah tentang sebuah syiir (lagu) yang dikenal dengan "Yaa Lal Wathon". 

Lagu tersebut melekat di sanubari Mbah Moen dimana lirik lagunya tentang sebuah sikap "Hubbul Wathon Minal Iman" yang artinya: Mencintai Tanah Air adalah bagian dari Iman.

Mbah Moen muda adalah seorang Santri pejuang, saksi sejarah bagaimana Pesantren menjadi pusat pergerakan anti penjajahan yang pada setiap kesempatan syiir Yaa Lal Wathon dinyanyikan oleh para Santri dan penjajah saat itu tidak tahu bahwa sedang ada pemusatan konsentrasi perlawanan. Mbah Moen menceritakan bahwa Yaa Lal Wathon adalah syiir perjuangan untuk melawan penjajah dan oleh penjajah dipikir itu sebuah Shalawat.


Yaa Lal Wathon juga yang mengiringi peristiwa besar Resolusi Jihad Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari yang melahirkan peristiwa 10 November Surabaya. Dimana para Santri, Laskar dan Rakyat melakukan perlawanan atas datangnya Belanda yang membonceng Sekutu karena ingin menjajah Indonesia lagi.

Pada akhir tahun 2012, disaat kondisi Negeri ini sedang tidak karuan dengan meningkatnya sentimen keagamaan yang dipolitisasi, sejarah membuktikan kebesaran karomah Mbah Moen atas sebuah syiir yang pada masa kecilnya bahkan sampai detik ini tidak pernah lupa. 

Sahabat Nusron Wahid dan Gus Yaqut (Ketua Umum GP Ansor saat ini) saat itu sowan kepada Mbah Moen dan diberikan Ijazah syiir Yaa lal Wathon, dimana Mbah Moen tidak sembarangan memberikan Ijazah pasti ada hal yang harus diamalkan, bil khusus untuk Kader Ansor dan tentu saja untuk Nahdliyin untuk membangkitkan semangat. 

14 Januari 2013, Yaa lal Wathon atau Syubbanul Wathon kembali berkumandang dalam setiap acara NU maupun badan otonom dibawahnya. Sebuah panggilan kesiap-siagaan atas potensi gangguan pada 4 pilar PBNU. Di mana banyak sekali ajaran Islam yang keras dan bercita-cita mengganti Pancasila dengan sistem yang diluar Konsensus Nasional. Maraknya gerakan Islam politik yang dengan enteng menunggangi Negara dan mempermainkan Kedaulatan Rakyat.

Sebuah titik yang oleh Mbah Moen di estafetkan pada generasi penerus bangsa, sebuah Ijaah yang diberikan pada GP Ansor untuk selalu mengamalkan dan mengimplementasikan "Mencintai Tanah Air adalah bagian dari Iman" melalui sebuah gerakan, sebuah perlawanan dan perjuangan menegakkan Islam Ramah seperti yang selalu Mbah Moen sampaiakan. Ijazah yang timingnya sangat tepat untuk membangitkan kekuatan nasional yang bersetia pada 4 pilar kebangsaan.

Kini Mbah Moen telah pulang menuju keabadian, dengan meninggalkan sebuah Ijazah yang sangat keramat dan sangat terkait dengan keberlangsungan Indonesia bagi kita dan juga generasi penerus kita kelak. 

Saatnya kita merindukan Ulama yang lembut dan alim melalui sebuah amalan sesuai dengan syiir yang beliau Ijazahkan. Terimakasih Mbah Moen, memberikan makna yang nyata tentang bagaimana mencintai Indonesia dengan menjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45.

Sugeng kondur Mbah Moen... Alfatehah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun