Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hijrah Adalah Revolusi Mental, Bukan Sekedar Postmodern Trends Instagramable

8 Mei 2019   11:19 Diperbarui: 8 Mei 2019   13:57 1958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkesempatan melakukan perjalanan spiritual, yang merupakan sebuah panggilan adalah satu hal yang manusia manapun tidak akan pernah menyangka dan merupakan sebuah keberkahan luar biasa. Ada panggilan dan sebuah "task" yang cukup besar dampaknya bukan untuk hari ini tapi lebih pada masa depan yang luar biasa kelak. 

Sebelum terlalu jauh kita kupas, kita sempatkan menyimak Kyai Mus tentang apa itu hijrah di bulan Ramadhan berikut ini


Siapa sih yang tidak tahu hijrah? Hijrah zaman now tentunya dimana nampak luar, saya ulangi "Nampak Luar" karena saya sering lihatnya di youtube dan medsos jadi kurang paham apa dalamnya. 

Contoh, dulu klimis sekarang jenggotnya panjang mirip Tengku Wisnu yang lebih sibuk dengan dakwah di sirkelnya, ataupun hijrah seperti Yukie Pas Band dimana konsep dia berhijrh adalah "Payback" atas semua salah yang dulu dia yakini pernah lakukan sehingga merupakan sebuah penebusan.

Hijrah adalah hal yang sangat wajar, bagi muslimin ketika mendapatkan pancaran hidayah dan ada gerakan dari dalam hatinya untuk sebuah perubahan. Kita semua tahu banyak artis (dikit-dikit artis) ya karena saya lahir pada masa untuk mendapat informasi memang dari tv, belum seperti sekarang semua gampang karena internet. 

Mulai dari Harry Moekti, Gito Rollies, Inneke Koesherawati semua berhijrah, menyatakan hijrah malah untuk mencapai kualitas hidup di jalan Allah SWT. Walau nama terakhir si Inneke kena kasus korupsi juga sih LOL.

Pada perjalanan saya ke Tanah Suci, menyempatkan diri ke Jabal Tsur yaitu sebuah gunung yang bersejarah dimana Kanjeng Nabi Muhammad SAW, Kanjeng Nabi kelelahan dikejar kaum Quraysh dan bersembunyi disebuah gua di Jabal Tsur ditemani Sahabatnya yang sangat setia, Abu Bakar Asy Shiddiq yang memberikan pahanya untuk bantalan Kanjeng Nabi tidur. 

Pada saat yang sama ada ular di gua tersebut dan karena Sayyidina Abu Bakar tidak tega membangunkan Kanjeng Nabi, dia korbankan jempol kakinya untuk menghalau ular tersebut dan malah digigit. 

Karena menahan sakit gigitan ular tersebut, Sayyidina Abu Bakar menangis dan air matanya menetes dan kena Kanjeng Nabi hingga terbangun dan berceritalah Sayyidina pada Kanjeng Nabi atas kejadian yang dia alami. Sebuah awal perjalanan yang baru permulaan dan sedemikian keras hingga nyawa taruhannya, demi menuju jalan lurus yang diridhoi Allah SWT. 

Hijrah Kanjeng Nabi adalah karena tekanan dari Kafir Quraysh yang melarang penyebaran agama Islam, persekusi dan ancaman kematian ada didepan mata. Pada peristiwa Jabal Tsur adalah momentum awal hijrah Islam yang masyur menuju Yatsrib (Madinah), namun tidak semulus itu karena kaum Muhajirin (Kaum Kelana Pendatang) mereka hijrah pertama ke Habasyah (Etiopia) sebuah kerajaan Kristen yang melindungi mereka dari kejaran Kafir Quraysh. 

Kanjeng Nabi masih di Mekkah saat beberapa kaum Muhajirin sudah berada di Habasyah, alur informasi semrawut menyebabkan mereka dengar kabar bahwa Mekkah sudah aman ternayat itu hoax dan banyak Muhajirin yang menjadi korban saat balik ke Mekkah karena dibantai Kafir Quraysh. 

Setelah peristiwa tersebut baru dimulai Hijrah Kanjeng Nabi beserta Sahabat dan kaum Muhajirin menuju Yatsrib, diterima oleh Kaum Ansor dan membangun sebuah peradaban Islam Rahmatan Lil Alamin di Madinah. 

Yang kemudian masyur dengan sebuah perjanjian dasar tentang toleransi, persamaan hak sebagai warga bangsa, saling melindungi satu sama lain yang dikenal sebagai Piagam Madinah, spirit yang dipakai oleh para Kyai dan Founding Fathers Negeri ini melahirkan Pancasila sebagai Dasar Negara untuk mewujudkan masyarakat madani di negeri yang baldatun toyibatun wa rabbun ghafur.

Zaman Now

Hijrah yang sekarang digerakkan anasir Salafy Sururi, HTI maupun kepentingan politik macam PKS itu arahnya kemana? Hal ini sangat menarik untuk dikaji, kenapa? Hijrah memang sangat positif, bahkan salah satu ikhtiar bagi Muslimin supaya selalu lurus dijalan Allah SWT seperti yang dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Mari kita kaji yang paling ngehitz adalah Hijrah dari yutuber kondang Felix Siauw dan Khalid Basalamah yang sangat sukses mengemas Hijrah menjadi sebuah gerakan keren yang dibutuhkan anak muda Indonesia. Melalui team media yang hebat dan kesannya anak zaman now banget mereka bisa menguasai platform medsos apapun, silakan cek channel dan akun mereka adalah yang terbanyak untuk kategori penceramah.

Masalahnya dimana? Masalahnya adalah ajaran pemurnian islam yang mereka tawarkan sebagai narasi hijrah, kalo mau hijrah harus total dan tinggalkan cara hidupmu yang lama. Sebelum membahas tentang ideologi puritan para founder gerakan hijrah tersebut, mari kita tengok strategi keren mereka.

Kita bisa tengok di tahun 90an, masa dimana buku Islam modern masuk ke Indonesia menjadi sebuah bacaan yang cukup ngehits seperti buku "La Tahzan" karya Aaidh ibn Abdullah al-Qarni yang kemudian oleh Ikhwanul Muslimin "dihijrahkan" jadi buku La Tahzan for Hijaber dan La Tahzan for Jomblo. Kemudian sebuah buku yang sangat booming penjualannya dengan tokoh Al Fatih di buku tersebut, buku yang sangat "Best Seller" pada masanya, jululnya "Muhammad Al Fatih 1453" karya Felix Siauw.

Sampul Buku Felix Siauw
Sampul Buku Felix Siauw
Buku yang sangat enak dibaca, membangkitkan sebuah semangat perubahan dan juga sangat mewakili generasi muda. Terutama beberapa manifest yang ditawarkan dikemas dengan sangat apik. Untuk ukuran bacaan motivasi buku ini pantas best seller. Felix cukup cerdas dalam mengemas buku ini menjadi sebuah buku layak baca.

Tapi tidak ada yang sadar bahwa Felix menulis Al Fatih karena kekagumannya pada pikiran Sayyid Qutb dan buku Felix bisa dibaca juga banyak plot dan kisah yang ada pada buku Sayyid Qutb yang judulnya "Ma'alim fi Al-tariq". Dimana ada narasi besar tentang khilafah, pan islamisme dan tentu saja hal itu akan berakhir pada revolusi sistem kenegaraan. 

Jadi, Hijrah ini bukan sebuah fenomena baru yang sekarang baru ramai tapi satu hal yang sudah disiapkan oleh curut khilafah untuk menguasai Indonesia ini paska jatuhnya Soeharto. 

Mereka sudah siapkan semua dan sangat sabar menunggu momentum yang tepat, dan mereka mendapatkan angin segar dari Pilkada DKI dimana semangat perubahan anak muda diramu dengan politisasi agama oleh elit-elit politik menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang tidak terbendung.

Hijrah yang sekarang ini juga antitesis Hijrah Kanjeng Nabi, Kanjeng Nabi berhijrah ke Madinah mengumpulkan semua bangsa, suku dan agama mebjadi satu kekuatan bernama Piagam Madinah, sebuah traktat yang dipakai bersama untuk sebuah pertahanan atas tanah air yang dipijak dari gangguan dan serangan pihak luar. 

Sedangkan Gerakan Hijrah zaman now tak lebih hanya polarisasi masyarakat A dan B yang memang dimainkan dalam strategi pengambilan kekuasaan oleh curut khilafah dan setan gundul yang saat ini mulai muncul satu-persatu kedoknya terbuka karena harapan Pilkada DKI gagal total di Pilpres 2019. Hijrah zaman now dimanfaatkan oleh kekuatan politik dari kubu "islamis" termasuk PKS yang tidak pernah mau menerima azas tunggal Pancasila.

Bahkan diterapan lebih jauh, banyak komunitas hijrah yang pada akhirnya malah merasa jauh diatas level manusia lain alias eksklusifme, yang bukan golongan hijrah bukan teman dan tidak perlu dirangkul karena beda. Tataran lebih ekstrimnya lagi adalah "gue surga, elu neraka". Hijrah menjadi sebuah implementasi dari pengkotakan kualitas iman seseorang dan yang lainnya.

Seperti diagram garis keras dimana segala sesuatu selalu dimulai dari intoleransi, kemudian menanjak jadi radikalisme dan bermuara pada terorisme. Ini adalah sebuah kajian serius yang alurnya jelas kasat mata. Publik belum lupa dengan segala atraksi kelompok monaslimin dan gerombolan yang anti shalat jenazah karena mendukung calon tertentu. 

Terlalu gamblang blueprint dari aksi keagamaan yang memakai strategi post modern, kemudian menyatu dengan kekuatan politik karena memang sangat cair ruang gerak mereka dalam mengelaborasi kekuasaan pragmatis. Lah wong Nissa Sabyan aja jadi tim kampanye Capres apalagi ustad yutuber dan juga laskar-laskar poser yang hobi show of force untuk melakukan tindakan inkonstitusional. Sadarlah nahwa ini narasi lama yang di moderasi den mereka lagi pusing karena tidak mampu masuk ke pesantren-pesantren NU buat cari massa.

Satu hal lagi, mereka yang teriak cuma dakwah dan hijrah untuk memperbaiki akhlak masyarakat sekarang sudah tidak segan turun masuk gelanggang politik yang sebelumnya mereka toghutkan. 

Akhirul kalam... untuk Sahabat yang sedang berhijrah, teladanilah Hijrah Kanjeng Nabi yang merangkul, menyatukan dan toleran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun